Helen tersenyum melihat hasil karyanya telah tertata rapih di atas meja makan. Ia lihat suaminya telah pulang. Wanita paruh baya itu segera menghampiri Timothy, suaminya. Ia kecup pipi Timothy penuh sayang.
"Apa Jean pulang?"
Timothy menggeleng. "Tidak tahu. Akan kucoba telepon."
"Okay. Aku akan panggil Bastian."
Helen berjalan menuju lantai atas untuk memanggil putra bungsunya. Hati Helen sangat bahagia melihat Bastian pulang kemarin. Ia yakin keluarganya akan kembali harmonis.
Timothy menuju meja makan. Senyumnya merekah melihat berbagai makanan yang tersaji. Apakah ada perayaan? Timothy segera menghubungi Jean untuk pulang. Timothy sekarang bukan pegawai kantor lagi, ia memiliki perusahaan kecil yang berbau event organizer.
"Jean? Pulang ya? Sepertinya Mommy ingin merayakan kepulangan adikmu."
Timothy menarik kursi dan langsung tersentak begitu mendengar jeritan Helen. Ia berlari kencang menuju sumber suara. Pria itu membelalak mata melihat sesuatu yang terjadi.
Jean meminta izin atasannya setelah mendengar adiknya dibawa ke rumah sakit. Ia berlari menuju lorong-lorong yang bernuansa putih itu. Mata abu-abunya menangkap kedua orang tuanya tengah terduduk lesu di depan ruang IGD.
"Dad, Mom?"
"Jean!"
Jean mengambil duduk. "Apa yang terjadi?"
"Adikmu mencoba bunuh diri," lirih Timothy.
Mereka bertiga memandangi Bastian yang masih belum sadarkan diri. Pemuda itu telah dipindahkan ke ruang perawatan. Tangannya dibalut perban dan ada kantong darah yang isinya disalurkan ke tubuhnya melalui selang yang menancap di tangannya. Masker oksigen membungkus mulut dan hidungnya. Kantong berisi cairan putih juga menancap disana. Bahkan suara pekikkan electrocardiogram mengalun memecah keheningan.
Helen, wanita paruh baya itu menggenggam tangan Bastian dengan mata sembabnya. Baru saja kebahagiaan menghinggapi dan sekarang dia dihadapkan dengan putranya dalam keadaan seperti ini. Kata dokter Bastian sudah menyayat nadinya sejak dua jam yang lalu. Helen begitu shocked melihat genangan darah di sekitar tubuh Bastian yang tergeletak di samping ranjang.
"Mom?" panggil Jean dengan suaranya yang bergetar. "Apa yang terjadi pada Bast?"
Air mata Helen kembali meluncur. Ia peluk Jean yang menangis. Helen sangat paham jika anak sulungnya ini begitu menyayangi adiknya. Ia juga sering melihat Jean menangis saat malam sambil memeluk foto Bastian.
"Jean?"
Jean mengurai pelukan ibunya dan menatap Timothy. Pria itu terlihat serius menatapnya. Bahkan kedua tangan kekar itu mencengkeram lengannya.
"Daddy ingin kau mengurus Bastian. Tolong dekati dia dan cari tahu apa yang terjadi padanya."
Jean mengangguk.
"Apa permintaan Daddy memberatkanmu?"
Jean menggeleng. Timothy tersenyum dan memeluk putranya. Ia sangat bangga memiliki putra sebijak Jean. Tidak salah jika putranya itu akan menjadi jaksa hebat nanti.
Bastian membuka matanya. Semua terlihat remang-remang. Bastian dapat mendengar suara berisik namun teratur. Ia edarkan pandangan dan menjumpai seorang pria tengah berbaring memejamkan mata di sofa yang tak jauh darinya. Air mata Bastian menetes. Seketika ingatannya tentang malam itu menguar bebas.
Malam itu Bastian tengah bercinta dengan Arinda. Seperti biasa, Bastian akan bercinta sambil membayangkan lawan mainnya adalah Dasha. Biar saja semua orang menganggapnya gila pada Dasha namun itu kenyataannya. Di tengah panas-panasnya pergumulan mereka, seseorang berteriak.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Naughty Dasha
Romance21+ Bijaklah dalam membaca! Terjerat dalam perjanjian konyol membuatnya mati-matian menerima kenyataan. ----- 📝 Aldiananh_