Berbagai pasang mata disana menatap pemuda itu sarat akan prihatin. Tak ada yang berani menghentikan. Pemuda mantan atlet basket itu terus mengayunkan pukulan pada samsak yang tergantung di ujung ruangan ini.
"Hentikan dia, Bae!"
Pemuda berambut merah yang dipanggil Bae itu segera menggeleng. "Kau saja."
Franco Bastian Kenneth. Pemuda itu memasuki area gym yang biasa dia kunjungi sejak dulu. Semua mengenal Bastian dengan baik. Mereka juga paham tentang permasalahan Bastian.
"Bast!"
"DIAM! Aarrgghh!"
Bastian datang setelah menghadiri pernikahan Dasha. Dia tak sanggup mengikuti acara itu sampai selesai dan langsung melenggang pergi. Matanya memanas melihat pasangan suami istri disana.
"Bast! Hentikan!"
Temannya mendorong Bastian sampai jatuh ke lantai. Bukan karena terlalu kuat dorongannya, tetapi karena Bastian yang telah kehabisan tenaga. Pemuda bermata abu itu menekuk lutut dan menyembunyikan wajahnya di antara lekukan lututnya.
"Bast. Kau pasti bisa melewati semua ini."
Temannya menatap Bastian yang hanya terdiam. Dia menghela napas. Pemuda berambut merah itu merengkuh pinggang kekasihnya.
"Apa yang harus kita lakukan, Bae?"
"Bast! Kau hanya bisa merelakannya sekarang. Mereka sudah menikah," pungkas pemuda berambut merah itu.
Bastian bangkit dari duduknya dan melenggang tanpa suara. Kedua manik sepasang kekasih itu menatap punggungnya yang kian menjauh. Bastian menengadah sebelum memasuki mobilnya. Langit sudah mulai gelap. Berapa jam dia meninju samsak itu?
"Jean? Itu adikmu, kan?"
Jean menoleh pada pintu masuk. Benar, itu Bastian. Pemuda itu mengunjungi kafe yang sama dengan dirinya. Lihatlah pakaiannya! Dia masih mengenakan kemeja yang sama saat menghadiri pernikahan Dasha.
"Bastian!" panggil Jean.
Bastian hanya melirik kakaknya sekilas lalu tetap melenggang. Teman-teman Jean keheranan dengan sikap Bastian, karena biasanya sangat manja pada kakaknya.
"Kenapa?"
Jean menyesap kopinya. "Patah hati."
"Bukannya sudah putus lama?"
Jean mengangguk. "Pagi tadi mantannya menikah. Mungkin dia menggila karena itu," jawabnya mencoba santai.
Teman-teman Jean mengangguk. Sebenarnya Jean sangat sedih melihat Bastian hancur seperti itu. Tapi mau bagaimana lagi? Jean paham betul siapa Dasha. Gadis itu adalah putri dari bos Daddynya. Tak mungkin Jean meminta Timothy mendukung Bastian. Bisa-bisa dia dicoret dari kartu keluarga.
Setelah menghabiskan kopinya, Bastian bangkit untuk pergi. Ia menilik tempat kakaknya tadi dan kosong. Kakaknya sudah pulang. Bastian tak ingin pulang malam ini. Kakinya menginjak gas menuju tempat berkumpulnya ingar-bingar dunia malam.
"Mary tidak datang?" tanya Bastian pada bartender.
Pemuda berkumis itu menggeleng. "Sejak malam kelulusannya, dia sudah tidak pernah kesini lagi."
Bastian mengangguk. Dia menyesap whiskeynya sambil menikmati pemandangan di dance floor. Ingatan tentang hal-hal yang dilaluinya bersama Dasha menguar bebas. Ia tertawa namun air matanya menetes.
"Kau seperti alkohol, Dasha. Membuatku candu," pungkasnya menatap lekat minuman beralkohol itu.
Dengan kepala yang terasa berat, Bastian mampir di minimarket untuk membeli minuman dingin. Mungkin akan sedikit meringankan rasa pusingnya. Saat akan membayar, pintu di samping kasir terbuka. Senyum Bastian melebar melihat gadis yang tengah terpaku itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Naughty Dasha
Romance21+ Bijaklah dalam membaca! Terjerat dalam perjanjian konyol membuatnya mati-matian menerima kenyataan. ----- 📝 Aldiananh_