Erick tengah membaca beberapa berkas di atas mejanya. Wanita berambut hitam lurus disana begitu sabar menunggu. Ia memainkan ponselnya untuk membuang rasa jenuh. Sesekali ia melirik Erick yang duduk di singgasananya. Ia tersenyum manis.
"Kau terlihat sangat tampan saat serius, Erick."
Erick hanya mengangkat sebelah alisnya.
"Seandainya kau juga seserius itu saat menjalin hubungan."
"Aku serius."
Arinda berdiri dan mendekat pada Erick. "Ya.. dengan istrimu sekarang." Wanita itu memainkan beberapa miniatur pesawat di meja kerja Erick. "Oh ya. Aku kemarin bertemu mantanmu."
Pertanyaan absurd macam apa itu? Arinda juga mantan kesekian Erick. Bertemu matan Erick? Seperti mantan pria itu hanya satu ekor saja.
"Sella. Mantan yang paling kau sayangi itu," tukasnya.
Erick hanya bergumam.
"Aku sempat berbicara dengannya. Dia masih menyukaimu."
Erick diam dan tetap fokus pada dokumennya. Arinda menghela napas dan mengedarkan pandangannya menyusuri ruangan Erick. Wanita itu kembali menatap Erick.
"Aku ingin bertemu istrimu."
"Tidak."
Arinda mengernyit. "Why?"
"Sampai kapanpun aku tidak akan mempertemukanmu dengannya," jelas Erick dengan tampang datarnya.
"Oh.. c'mon, Erick! Hanya bertemu apa salahnya?"
Erick meletakkan dokumennya dan menatap lurus Arinda. "Tentu saja mencampuradukkan masa lalu dengan masa kini dan akan datang adalah suatu kesalahan."
Arinda terdiam lalu tertawa lepas. "Apa aku seperti perebut suami orang? Itukah pandanganmu? Atau kau takut istrimu berpikir seperti itu?"
"Jadi tidak makan siangnya? Kalau tidak jadi aku mau tidur sebentar," jawab Erick yang tak sinkron dengan pertanyaan Arinda.
"Boleh. Aku bisa menemanimu tidur," tukasnya dengan tersenyum miring.
Erick menaikkan sudut bibirnya lalu segera beranjak keluar. Tentu saja Arinda mengintil di belakang. Mereka sampai pada restoran bergaya minimalis yang tak jauh dari kantor Erick. Biasalah. Pria itu tak mau ribet jika harus pergi jauh-jauh hanya untuk makan.
"Aku masih penasaran mengapa kau memutuskan Sella, hum? Lalu tiba-tiba kau menikah dengan gadis sekecil itu. Atau jangan-jangan kau ini pedophilia, Erick?" cerocos Arinda dengan menyipitkan mata mengintimidasi Erick.
Pria itu meletakkan gelas jusnya. "Kau tahu aku ini pria yang simpel, Arin. Tidak sejalan ya putus."
"Memangnya kenapa?"
"Dia melarangku pulang setelah kutunjukkan history panggilanku dari ayahku," jawab Erick santai sambil memundurkan punggungnya dan melipat tangan.
Arinda membelalak sejenak. "Hahaha!" Gelakan wanita itu tidak dapat dibendung. Ia langsung menyambar, "Kau masih saja sentimentil dengan hal seperti itu. Astaga! Itu memalukan sekali."
"Aku sudah jelaskan kepadanya."
Arinda mengangguk. "Ya.. Aku paham. Untung saja kau memutuskanku bukan karena itu."
"Ya, kau pengkhianat."
Arinda tersentak lalu mengulas senyum miris. "Aku memang jahat. Mau bagaimana lagi.. aku tidak berani bercerita padamu," jujurnya.
"Terserah. Itu masalahmu. Tapi aku juga punya prinsip."
Arinda menggigit bibir bawahnya. "Apa jika hari itu aku berani menceritakan semuanya padamu.. kau akan berbesar hati menolongku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Naughty Dasha
Romance21+ Bijaklah dalam membaca! Terjerat dalam perjanjian konyol membuatnya mati-matian menerima kenyataan. ----- 📝 Aldiananh_