Setelah persetujuan Erick, mereka pun pindah. Pria tampan itu membeli sebuah rumah minimalis di pinggiran kota. Lumayan jauh sih jika dari kantor Erick, tapi tak mengapa. Gadis kecilnya menyukainya. Rumah dengan nuansa putih yang simpel dan elegan. Ada taman kecil di depannya dan Dasha menanam beberapa jenis bunga disana.
Beberapa bulan ini Dasha lebih sibuk dari biasanya. Selain berkebun, Dasha belajar membersihkan rumah dan juga memasak. Ingin menjadi istri sesungguhnya katanya. Tapi ya... semua hasilnya terpaksa diulang dari awal oleh Erick. Hanya berkebun saja yang lancar tanpa campur tangan suaminya sudah terlihat indah.
Hari ini adalah Sabtu. Bahagianya Dasha. Dia bisa menghabiskan waktu seharian dengan suami tercintanya. Kemarin sore Dasha membeli benih bunga krisan dari supermarket. Gadis itu tengah menanamnya sekarang.
"Tumbuh yang cantik ya.." tukas Dasha.
Di tengah sibuknya menanam, tangan kokoh memeluknya dari belakang. Dasha sedikit kaget lalu tertawa pelan. Ternyata Erick pelakunya.
"Baby. Aku nanti jam sebelas akan pergi ke Paris."
Seketika senyum Dasha menghilang. Tangannya yang masih sibuk menekan tanah kini beralih meremas bunga krisan berwarna pink itu. Ia segera menyentak tangan Erick yang masih melingkar lalu berjalan dengan menghentak.
Erick mendekatinya yang sudah mandi dan wangi. Gadis itu terdiam menatap layar lebar di depannya sambil memangku setoples cookies. Terlihat dari raut wajahnya, Dasha sangat ingin memakan manusia hidup-hidup.
"Baby."
"Don't say anything!"
Erick menghela napas. Ia tekuk satu kakinya dan menatap lekat istrinya. Pria itu hendak meraih tangan gadisnya namun Dasha segera menampiknya.
"Dasha. Sudah satu tahun lebih kita menikah dan kamu tidak pernah mengizinkanku pergi keluar negeri bahkan kota sekalipun. Kita selalu bertengkar tentang ini. Baby, look!"
Dasha tetap pada tempatnya. Ia enggan menatap Erick.
"Aku ini Co-CEO. Memang pekerjaanku terbang kesana-kemari dari dulu."
"Tapi sekarang kau sudah beristri, Erick!"
Erick menatap mata almond yang menatapnya nyalang itu. Bahkan bola mata cantik itu sudah berkerlip lantaran cairan yang memenuhinya. Erick hela napas berat. Ia ambil toples cookies dari pangkuan istrinya dan meletakkannya di meja. Tangan manis Dasha ia genggam erat.
"Kali ini saja, hum?"
"Pembohong. Jika aku mengizinkan kau pasti akan melakukannya lagi, Erick!"
Dasha segera menarik tangannya dan berjalan menuju ke kamar. Erick memejamkan mata lalu berdiri menghadap punggung Dasha. Ia kepalkan kedua tangannya erat sampai buku-buku jarinya memutih.
"Aku tetap akan berangkat!" tegas Erick.
Seketika Dasha menghentikan langkahnya. Ia menoleh cepat sambil memicing pada suaminya. Gadis itu berjalan dan berdiri berhadapan dengan Erick.
"Kenapa kau mengambil keputusan itu, heh?!"
"Ini pekerjaan, Dasha. Aku tidak boleh mementingkan urusan pribadi. Aku sudah mentolerir ketidakdewasaanmu selama ini. Tapi cukup, Dasha! Ada kalanya kau juga harus mengerti aku."
Dasha terdiam dengan kepala berapi-api. Ia mengepal tangan sambil mengontrol napasnya. Tatapan mata mereka beradu begitu tajam. Gigi Dasha gemeretak saking kerasnya mengatup.
PLAKK!!
Erick tak tahu apa yang terjadi. Rasanya pendengaran dan penglihatannya mendadak tak berfungsi. Yang ia rasakan adalah rasa panas di pipi kirinya. Dadanya bergemuruh serta kepalanya yang mengepul.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Naughty Dasha
Romansa21+ Bijaklah dalam membaca! Terjerat dalam perjanjian konyol membuatnya mati-matian menerima kenyataan. ----- 📝 Aldiananh_