Arinda memasuki apartemennya. Ia duduk di sofa dan menghela napas panjang. Arinda menggigit bibir bawahnya. Rasa manis pria itu masih sangat melekat disana. Sebetulnya Arinda sangat senang merasakan kembali ciuman itu, tapi sorot mata Erick tak mengindahkan perasaannya. Arinda kembali mengingat kejadian beberapa waktu lalu.
"Brengsek!" jerit Arinda.
Arinda menatap pintu yang terbuka. Pemuda bermata abu itu datang dengan wajah semringah. Arinda pun mengerut kening. Pemuda bernama Bastian itu segera mengambil duduk di samping Arinda.
"Bahagia sekali kau?!"
Bastian tertawa. "Tentu saja. Aku habis mencium Dasha," serunya.
Arinda mendengus keras. Bukankah mereka sama-sama mendapatkan ciuman? Tapi efek yang terjadi justru sangat berbeda. Bastian melirik Arinda yang terus memasang wajah kesal.
"Why?"
"Nothing."
Bastian membenarkan duduknya. "Bukankah kau juga baru saja bertemu Erick? Berciuman malah," kata Bastian.
Arinda menyipitkan mata melihat Bastian. Bagaimana bisa pemuda itu tahu apa yang telah dilakukannya dengan Erick? Bastian tertawa melihat ekspresi Arinda.
"Tidak perlu begitu. Aku hanya mengirimkan orang untuk melindungimu."
"Untuk apa mengirim orang untuk melindungiku? Aku baik-baik saja."
"Sekarang."
Arinda menoleh cepat pada Bastian. Ia berusaha tak peduli dengan perkataan pemuda itu. Ia segera beranjak menuju kamar untuk membersihkan diri. Tinggalah Bastian sendiri. Tiba-tiba ponsel di saku jaketnya berdering.
"Fuck! Untuk apa jalang ini masih mengganggu hidupku?"
BRAKK!!
"Gila Kau! Mau kau hancurkan apartemenku ini, hah?!" teriak Arinda.
Wanita itu mengernyit saat tak menemukan Bastian disana. Ia pun menghela napas lelah. Arinda menuju dapur setelah selesai membersihkan diri. Ia lihat persediaan di dalam kulkas. Seketika dengusan keras ia keluarkan.
"Dia itu kerbau atau apa sih? Makannya banyak sekali."
Arinda segera mengenakan pakaian seksinya dan berlalu mencari taksi. Sementara Arinda dalam perjalanan menuju supermarket, Bastian dengan wajah merah padamnya menyusuri tempat yang ingin dituju Arinda. Ia benar-benar muak berjalan bersama gadis berambut perak ini.
"Menurut Bastian, lebih enak vanila atau cokelat?" tanya gadis ini.
Bastian mengeratkan giginya. "Mau kau makan batu pun aku tidak peduli," geramnya.
"Sayangnya aku tidak makan batu."
Sudut bibir Bastian berkedut saking menahan gemuruh dalam dadanya. Ia hanya mengintil di belakang gadis berambut perak itu. Hebat sekali gadis itu mampu membuat Bastian mencukupi kebutuhan kehamilannya.
"Bast. Aku juga butuh vitamin agar bayi ini sehat," tukasnya sembari mengelus perutnya yang mulai membuncit.
Bastian mendengus. "Persetan!" Pemuda itu mengedarkan pandangnya. Ia menyipit saat melihat seseorang yang sedang bertengkar disana. Mata Bastian membulat. Ia segera berlari mendekat.
Arinda telah sampai di salah satu supermarket terbesar. Ia memang sering membeli kebutuhannya disini. Wanita berambut hitam itu berjalan melewati lorong demi lorong. Ia masukkan berbagai barang ke dalam troleynya.
"I think enough," gumamnya.
Jika berbelanja kebutuhan sehari-hari, Arinda bisa sangat cepat. Tapi jika make-up atau fashion, bisa seharian dia keliling toko. Arinda segera mendorong kereta belanjanya menuju kasir.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Naughty Dasha
Romance21+ Bijaklah dalam membaca! Terjerat dalam perjanjian konyol membuatnya mati-matian menerima kenyataan. ----- 📝 Aldiananh_