Bastian tiba-tiba menghentikan langkahnya, membuat Jean menatapnya. Pemuda berprofesi jaksa itu mengikuti arah pandang adiknya. Matanya sedikit membelalak ketika adiknya memilih berjalan mendekat pada seorang gadis yang tengah berusaha meraih kotak susu disana.
Bastian mengambil satu kotak susu literan dan memberikannya pada gadis berambut cokelat yang ketakutan karena kehadirannya itu. Ia juga mengambil satu kotak lalu berjalan pada kakaknya dan menaruh kotaknya di kereta belanja mereka. Jean terus menatapnya, mungkin pemuda itu menyimpan banyak tanya dalam kepalanya.
Jean memasang sabuk pengamanannya. Bastian baru dua hari lalu keluar dari rumah sakit, sehingga kakanya yang mengemudi. Memang sejak kembali pulang, Bastian tak pernah berbicara. Adiknya itu hanya akan menjawab pertanyaan dengan singkat.
"Bastian?"
Bastian menoleh pada kakaknya.
"Kau baik-baik saja?"
Bastian menatap mata abu-abu kakaknya, lalu mengangguk. Dapat ia lihat betapa khawatirnya Jean pada dirinya. Bastian menoleh pada kakaknya saat menyadari jalan yang dilewati bukanlah arah pulang.
Jean tersenyum. "Kita akan jalan-jalan sebentar," tukasnya.
Bastian mengembuskan napas lalu kembali menatap jauh keluar jendela. Terserah saja Jean ingin mengemudikan mobil ini kemana. Dia penumpang dan dia patuh. Tak lama, Jean menghentikan mobil mereka sehingga Bastian mengedarkan pandangannya. Bastian berdecak karena ia tahu tempat apa ini. Taman di dekat sungai?
"Bast, ayo!"
Bastian menekuk wajahnya selama berjalan bersama. Sedangkan Jean menikmati ingar-bingar malam di taman ini. Banyak lampu-lampu, penjual makanan dan barang, serta berbagai atraksi dilakukan. Ia seakan tak tahu mood adiknya sedang tak baik.
"Bastian tidak ingin beli sesuatu? Kakak yang bayarin, kok."
Bastian menggeleng. Jean tersenyum kecut. Ia segera menggelandang adiknya menuju penjual seafood bakar. Mata abunya berbinar. Ia memesan masing-masing dua tusuk untuk lobster dan cumi. Jangan tanyakan ukurannya. Sudah tentu sangat besar.
"Pedas tidak, Bast?"
"Tidak."
"Tumben. Biasanya suka ped- eh, kau belum boleh makan pedas ya kata dokter. Okay."
Bastian hanya menatap kakaknya yang asyik menunggu penjual itu membakar pesanannya. Ia edarkan pandangannya kesana-kemari hingga sudut bibirnya tertarik ke atas. Saat menatap pada deretan penjual aksesoris, mata Bastian membola. Tanpa berpikir panjang, ia menarik kakaknya dan berlari kencang.
"What are you doing, Bast?!" tukas Jean yang terheran dengan kelakuan adiknya. Mereka sudah memesan jajanan dan ditinggal begitu saja. Jean mengusap wajahnya lalu menatap Bastian yang jongkok di bawahnya.
Bastian mengatur napasnya setelah bersembunyi di bawah jembatan. Keringat dingin mengucur melalui pelipisnya. Dua orang yang tengah memilih bros disana mampu menggedor jantung Bastian. Ia masih hapal betul bentukan dari dua pria itu. Mereka yang membunuh Mary malam itu.
Jean mengerut kening melihat adiknya bergetar. Ia pun menyejajarkan diri dan memegang bahu Bastian. "Hey?! You okay?"
"They killed her," lirih Bastian.
Jean menuntun adiknya untuk pulang. Pemuda itu sesekali melirik Bastian yang terus membisu. Jalan malam menelan kehangatan keduanya. Rasanya hawa dingin yang berembus di luar badan mobil merangsek masuk dan menusuk tulang Bastian.
°°°°°
Dasha menekuk wajah. Gadis yang beberapa bulan lagi berusia sembilan belas tahun itu kehilangan waktunya untuk mengelilingi kota atau bahkan keluar kota. Tiba-tiba dosennya meminta ganti jam kuliah sehingga dia terpaksa masuk. Suaminya terus saja terkikik di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Naughty Dasha
Romansa21+ Bijaklah dalam membaca! Terjerat dalam perjanjian konyol membuatnya mati-matian menerima kenyataan. ----- 📝 Aldiananh_