Happy reading, xixixi
***
Erick merenggangkan tulang lehernya saat membaca ucapan selamat datang di kota yang dituju. Tiga jam lewat dua belas menit mereka memasuki kawasan kota industri itu. Hari ini Erick hanya punya waktu untuk membersihkan diri dan makan siang itupun sudah bertemu klien. Dia akan mengadakan kontrak kerja sama membangun jembatan gantung di daerah itu.
"Cepat mandi! Biasanya kau lama. Seperti perawan saja."
Fabio terkekeh karena nasihat bosnya. Ia pun mengacungkan jempol lalu memasuki kamarnya. Biasanya mereka satu kamar, tapi setelah Erick menikah, pria itu tidak mau satu kamar lagi dengannya. Alasannya sederhana, nanti kalau mau sayang-sayangan ada pengganggu. Padahal Fabio sudah khatam dengan segala desahan yang diciptakan Erick.
Erick menutup pintu kamarnya. Ia buka koper dan mulai meletakkan pakaiannya di lemari. Ponsel di saku celana ia ambil. Ia buka room chat istrinya, baru saja akan mengetikkan sebuah kata, notifikasi masuk. Erick kembalikan ke halaman dan membuka chat dari seseorang itu.
-Saya dalam perjalanan menuju restoran yang telah disepakati, Tuan Erick.-
"Astaga! Baru juga mau mandi!"
Erick segera berlari ke kamar mandi. Tak butuh waktu lama, dua pria itu berlari menuju mobil. Cepat-cepat mereka pasang sabuk pengaman dan meluncur ke tempat tujuan. Tiba-tiba Fabio tergelak. Tentu saja Erick penasaran dengan itu.
"Klien kita satu ini kenapa sih, Sir? Kesannya terburu-buru seka-"
TAKK!
"Fuck! Sakit tahu!" gerutu Fabio memegangi dahinya. Ia mengumpat karena Erick menjitak dahinya. Erick menatapnya dengan mengangkat sebelah alisnya.
"Kenapa? Tidak terima? Punya mulut kayak perempuan saja."
"Saya kan tanya, Sir!"
Erick mendecak. "Suka-suka dia lah. Punya duit mah bebas."
Fabio menyengirkan bibirnya. "Iya iya!"
Keduanya kini tengah makan bersama dengan klien. Manusia satu ini memang njelimet. Dia orang idealis dan lulusan teknik sipil. Pantas saja cerewet sekali ketika berurusan dengan proyek seperti ini. Kenapa juga tidak dia sendiri yang membangun jembatan itu. Ah ya, dia sudah jadi walikota sekarang.
Matahari sudah menyingsing ke barat. Tapi pria paruh baya dengan perut sedikit buncit ini masih mengajak Erick keliling area yang akan menjadi jembatan nanti. Astaga! Rasanya punggung Erick minta direbahkan. Sudah pernah Erick berurusan dengan orang ini dan selalu begini.
"Itulah mengapa saya sangat mempercayai Anda, Tuan Erick. Anda selalu mengerti keinginan saya."
Erick mengulas senyum menyambut hal itu. Dalam hati ia membatin, kalau memang percaya ya sudahlah ayo tanda tangan. Bahkan langit sudah benar-benar gelap. Pria itu pun mengajak Erick menuju sebuah restoran dan astaga jauh dari hotelnya.
"Pemandangan disini bagus kan, Tuan? Anda bisa mengajak istri Anda jalan-jalan di kota ini," pungkasnya sembari menatap perbukitan yang berkerlap-kerlip karena lampu bangunan di bawah sana.
Rasanya Erick ingin menangis. Pria itu tak kunjung membahas perjanjian dan malah asyik bercerita. Ketika Erick bertanya kapan akan dibahas masalah kontrak perjanjian, pria itu akan tersenyum dan mengatakan nanti dulu. Erick menghela napas lelah.
"Terima kasih atas kesepakatan kontrak ini, Tuan. Semoga proyek berjalan lancar dan Anda puas," kata Erick sambil berjabat tangan.
Pria itu tersenyum. "Mari, Tuan Erick."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Naughty Dasha
Romance21+ Bijaklah dalam membaca! Terjerat dalam perjanjian konyol membuatnya mati-matian menerima kenyataan. ----- 📝 Aldiananh_