MND 05 - Sacred Glass

24.9K 797 31
                                    

Paul pulang dengan wajah semringah. Hal itu sontak membuat kedua orang tuanya terheran. Seharusnya dia marah karena tidak ada yang menjemput. Tadi saja saat ditelepon dia marah-marah. Tapi kenapa sekarang malah semringah? Yasmine bergidik membayangkan anaknya kesambet dari bus umum.

"Paul, Sayang," panggil Yasmine begitu lembut.

Wanita itu memasuki kamar putranya. Pemuda bersurai pirang itu bangkit dari posisi telungkupnya dan menghadap ibunya.

"Iya, Ma. Ada apa?"

Yasmine mengambil duduk. "Kamu tidak apa-apa, kan?"

Paul sedikit bingung dengan pertanyaan ibunya. Ia mengangguk ragu. "I- iya."

"Terus kenapa tadi pulang sekolah kamu senyam-senyum?"

Paul semakin mengernyitkan kening. "Memangnya kenapa?"

Yasmine menghela napas. "Biasanya kan kamu marah kalau telat dijemput. Pasti kamu akan ngomel-ngomel, gini nih makanya aku mau naik motor sendiri, selalu dilarang," pungkas Yasmine menirukan gaya kesal putranya.

Paul tertawa keras. "Iya, ya. Itu, Ma. Tadi aku bertemu Bastian."

"Bastian?"

Paul mengangguk. "Sudah lama kan tidak bertemu. Kita juga saling bertukar nomor tadi."

Yasmine tersenyum sambil menghela napas lega. "Kirain kamu kenapa, pulang-pulang malah senyam-senyum," pungkasnya.

"Ah, Mama. Pikirannya jelek mulu."

"Ya biasanya kamu marah-marah. Oh iya, ayo turun! Kita makan malam bareng. Katanya pacarnya Kakak mau main kesini."

"Alah! Paul nggak suka sama pacarnya Kak Jo, Ma."

Yasmine memelotot. "Dia bakal jadi kakak ipar kamu. Yang sopan kalau ngomong."

Paul mendecak dan menuruni tangga dengan malas. Belum sampai kakinya menginjak lantai dasar, suara tawa wanita itu sudah terdengar. Menjijikkan, batinnya. Dari tampangnya saja Paul menebak wanita itu matre tingkat dewa. Bisa tidak kakaknya mencari wanita yang sedikit lebih normal gitu?

"Oh, Paul. Selamat malam," kata wanita itu mencoba terlihat manis.

Paul hanya bergumam menanggapi. Ia mengabaikan manusia jadi-jadian itu. Dia memilih segera mengisi piringnya dengan berbagai macam makanan. Seharusnya menu yang tersaji sangat menggiurkan. Tapi kehadiran wanita itu sedikit menurunkan moodnya.

"Kenapa cuma segitu? Biasanya kamu akan ambil steaknya dua potong, Sayang," ucap Yasmine setelah melihat isi piring Paul. "Apa masakan Mama kurang pas sekarang?" tambahnya.

Paul menggeleng cepat. "Bukan, Ma. Masakan Mama selalu enak kok. Cuma Paul lagi nggak terlalu napsu," cengirnya.

Joshua melihat arah mata adiknya yang tertuju pada kekasihnya. Dia hanya diam tak menggubris. Wanita itu menatap Paul yang tepat berada di seberangnya. Ia memang mengumbar senyum dan berkata manis. Tapi dalam hati, wanita itu sedang mengumpati Paul.

Setelah makan malam selesai, ayah dan ibu mereka mendapat telepon dari kakek. Katanya kakek sedang ingin dimasakin ayam balado sama Mama. Jadilah mereka tinggal bertiga di rumah. Paul langsung balik kanan menuju kamar.

Paul tengah telentang di atas ranjang. Di SMA dia tidak memiliki teman sebaik di SMP dulu. Apalagi Bastian. Mereka sudah seperti anak kembar. Paul mengambil posisi duduk dan menghubungi nomor sahabatnya itu.

"Ya?"

"Bast. Ini aku, Paul."

"Oh, Paul."

My Naughty DashaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang