(45)

17.8K 1.3K 27
                                    

Gue menatap lurus ke depan tanpa berniat mengeluarkan sepatah katapun, Abang juga hanya menatap datar untuk perempuan yang duduk dihadapan kita berdua sekarang, apa gak ada yang mau buka obrolan?

"Huhh!" Gue menghembuskan nafas keras yang membuat Abang melirik gue dengan senyumannya, Abang bahkan mengusap bahu gue sesekali.

"Jadi ada apa kamu ngajak Mas sama Aya ketemu Ge?" Pada akhirnya Abang yang buka obrolan.

"Gea mau minta maaf Mas, Gea sadar kalau apa yang Gea lakuin selama ini itu salah." Ucap Kak Gea menatap Abang dengan tatapan berkaca-kaca, gue sendiri cukup kaget dengan permintaan maaf Kak Gea barusan.

"Mas akan sangat bersyukur kalau kamu memang beneran sadar kalau apa yang kamu lakuin selama ini itu salah Ge." Jawab Abang masih dengan tatapan datarnya.

Apa seseorang bisa berubah sedrastis itu? Gue gak mau berburuk sangka tapi permintaan maaf mendadak Kak Gea juga terasa kurang masuk akal untuk gue, ya tapi gak nutup kemungkinan juga kalau Kak Gea benenmran tulus menyadari kesalahannya.

"Sekarang Gea sadar kalau Gea salah Mas, gak seharusnya Gea melampiaskan semua kekesalan Gea ke Tante ataupun Aya, Gea minta maaf, Gea gak akan ngulangin kesalahan Gea lagi." Bahkan beberapa bulir air mata mulai mengalir dari pipi Kak Gea.

Kaget? Pasti, gue sama Abang sama sekali gak bisa nutupin keterkejutan kita berdua, apa Kak Gea beneran tulus? Gue sangat berharap kalau Kak Gea beneran menyadari kesalahannya, saling memafkan tanpa ada dendam apapun yang tersisa.

"Sekali lagi Gea minta maaf Mas, sama Aya juga." Kak Gea bahkan beralih menatap gue dengan tatapan penuh rasa bersalah, gue yang mendapati Kak Gea jadi gak tega, kalau Kak Gea tulus, gue akan jadi orang jahat kalau masih gak mau maafin.

"Aya maafin Kakak." Ucap gue pada akhirnya, gue berharap pilihan gue memaafkan gak akan salah, semua orang bisa berubah jadi lebih baik, gue ingin percaya itu.

"Makasih Ay!" Kak Gea menyunggingkan senyumannya, walaupun rada canggung, gue tetap membalas senyuman yang Kak Gea layangkan.

"Mas berharap setelah ini kita semua bisa jadi pelajaran Ge, gak cuma untuk kamu tapi untuk Mas sama Aya juga." Abang ikut menyunggingkan senyumannya masih dengan tangan yang sesekali mengusap bahu gue.

"Iya Mas, semoga." Gue mau ini nyata, semoga kedepannya keadaan kita semua memang bisa jauh lebih baik.

"Yaudah kita makan dulu." Dan kita bertiga makan dengan tenang.

Menyelesaikan makan kita beetiga dengan tenang, gue sama Abang misah sama Kak Gea, kita berdua punya tujuan lain, Kak Gea juga mau nemuin seseorang juga, gue sama Abang berencana belanja isi kulkas, kasian keseringan kosong, belakangan nafsu makan gue lagi merajalela jadi bisa bahaya kalau kulkas kosong.

"Bang! Abang mau cari apalagi? Ini cukup gak?" Tanya gue ke Abang yang sekarang malah fokus dengan handphone ditangannya.

"Apa Dek?" Tanya Abang lagi, ini ditanya malah nanya balik?

"Makanya kalau istri tanya itu didenger, jangan handphone terus diliatin." Jawab gue malas, gue berjalan lebih dulu meninggalkan Abang yang balik fokus dengan handphonenya.

"Heum gue beli apa lagi ya?" Gumam gue nanya diri gue sendiri, gue mau beli cemilan apa lagi? Susu kotak? Okey, roti? Okey, es krim? Banyak, apalagi?

"Buah." Ucap Abang ngambil alih belanjaan yang gue bawa.

"Kirain lupa bawa istri." Cicit gue natap Abang kesal, ini ni gak enaknnya keluar belanja sama Abang, Abang itu sibuk sendiri, sebegitu bosannyakah nemenin gue belanja?

"Maaf, Uky nanya terus soalnya." Ish ini lagi, Mas Uky kenapa kaya pacaran sama Abang? Apa apa pasti nanya Abang dulu, heran gue, gue yang istrinya aja gak sampai begitu amat.

"Abang pacaran sama Mas Uky?" Tanya gue yang membuat Abang membulatkan mata kaget.

"Hush, Adek nanya atau lagi cemburu? Tapi kalau iya pun cemburu gak harus sama Uky juga, banyak yang labih bagus." Apa gue harus ketawa?

"Gak lucu Bang." Gue tersenyum paksa dan mulai memilih beberapa buah, ngeladenin Abang bukannya seneng tapi bikin pusing.

"Abang balik ke rumah sakit lagi gak?" Tanya gue begitu kita berdua selesai belanja.

"Abang balik sebentar tapi gak sampai malam, sebelum jam sepuluh mungkin Abang udah dirumah." Gue mengiyakan.

"Kenapa?" Gue menggeleng pelan untuk pertanyaan Abang, gak papa sih, gue cuma nanya.

"Aya cuma nanya, kalau memang Abang harus balik ke rumah sakit, Aya pulang pakai taksi juga gak papa, biar Abang gak muter-muter." Kasian juga gue, udah berapa kali hari ini Abang bolak-balik rumah? Gue juga gak mau Abang kecapean.

"Abang yang gak mau Adek pulang sendirian, biar Abang yang anterin sampai rumah, Abang juga mau ganti baju dulu." Oh okey.

"Yaudah kalau gitu, go go." Ucap gue semangat.

Abang ngambil alih semua belanjaan ditangan gue dan berjalan lebih dulu ke parkiran sedangkan gue mulai mengikuti dari belakang, gue yang masih mengikuti memberhentikan langkah tetiba begitu sadar kalau tali sepatu gue lepas, gue memperbaiki tali sepatu gue sampai beberapa saat kemudian, gue mendengar Kak Gea manggil Abang cukup keras.

"Mas Riza awas!" Dan bruk, gue mendapati Kak Gea yang sekarang pingsan di jalan.

Gue yang sangat kaget berlari mendekat ke Abang yang sekarang terlihat sangat khawatir, pengemudi yang nabrak barusan juga ikut turun dengan tatapan sama khawatirnya.

"Maaf Mas saya tidak sengaja, kita bawa ke rumah sakit sekarang." Kita setuju.

.
.
.

"Bang! Abang baik?" Tanya gue mulai meriksain kondisi Abang, apa ada yang luka?

Bukannya menjawab pertanyaan gue, Abang melirik gue sekilas sebelum membawa gue duduk dikursi tunggu, Abang hanya nepuk bahu gue sekali sebelum kembali fokus menatap ruang pemeriksaan Kak Gea.

"Woi Za, lo oke?" Mas Uky terlihat sangat khawatir dan langsung ngecek keadaan Abang.

"Gue oke, Gea yang gak baik." Jawab Abang mengusap wajahnya kasar.

"Kenapa bisa kaya gini Za?" Tanya Mas Uky yang sekarang berdiri dihadapan kita berdua, Kak Gea lagi diperiksa didalam.

"Gue juga gak tahu, gue cuma liat Gea lari mendorong gue dan begitu gue sadar, Gea udah pingsan di jalan." Jawab Abang terlihat bingung.

Gue juga sama sekali gak bisa ngomong apapun, walaupun gue sangat khawatir melihat keadaan Kak Gea sekarang tapi disaat yang sama gue juga berhutang budi sama Kak Gea, kalau bukan karena Kak Gea yang nyelametin Abang, mungkin yang berbaring didala...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gue juga sama sekali gak bisa ngomong apapun, walaupun gue sangat khawatir melihat keadaan Kak Gea sekarang tapi disaat yang sama gue juga berhutang budi sama Kak Gea, kalau bukan karena Kak Gea yang nyelametin Abang, mungkin yang berbaring didalam sana bukan Kak Gea melainkan suami gue.

"Lo sempat cek kondisi Gea selama perjalanan dibawa kemari?" Tanya Mas Uky lagi.

"Kalau gue gak salah, seharusnya Gea gak luka parah." Jawab Abang bahkan terdengar sangat tidak yakin.

"Mungkin Gea cuma shock, seharusnya memang gak terlalu parah, lo jangan terlalu panik." Abang masih terlihat berpikir, gue yang ngeliat sikap Abang sekarang juga sama khawatirnya.

"Ay! Kamu baik? Ada yang luka?" Tanya Mas Uky beralih memperhatikan gue, gue mengangguk pelan.

"Za! Lo udah ngecek keadaan Adik lo? Adik lo juga terlihat sama khawatirnya." Cicit Mas Uky yang membuat Abang mengalihkan perhatiannya ke gue seketika.

Why Him? (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang