Why Him? (End)

(24)

"Abang gak perlu khawatir tentang apapun selama Adek orangnya." Gue mau muntah dengernya.

"Lo kalau mau ngalus jangan sama gua Bang!" Ucap gue mual ala-ala.

"Abang serius Dek bukan lagi ngalus, lagian walaupun ngalus sama Istri sendiri juga banyak pahala." Abang gue mulai gak waras, mengabaikan ocehan Abang, gue keluar dari kamar Abang dengan perasaan gak karusan bahkan tanpa sadar senyum gue merekah, wah kacau, kalau Abang keseringan ngomong kaya gini bisa-bisa pertahanan gue runtuh beneran.

Keluar dari kamar Abang, gue beralih masuk ke kamar gue sendiri, membaringkan tubuh gue diranjang dan mulai menatap langit-langit kamar gue gak karuan, disatu sisi hati gue beneran ngerasa lega karena Abang akhirnya tahu kelakuan Kak Gea tapi disisi lain, permintaan Mama seolah memberatkan gue.

Terkadang gue sendiri mikir, sebenarnya apa yang membuat gue sangat berat nerima permintaan Mama? Apa karena perasaan Kak Alan? Apa karena gue mempunyai perasaan untuk laki-laki lain? Tapi rasanya gue beneran berat nerima keinginan Mama bukan karena itu semua, permasalahan gue cuma satu, gue ngerasa gak akan bisa memandang Bang Riza selain seorang Abang untuk gue.

Permintaan Mama juga cukup berat dikarnakan gue seakan dipaksa untuk mempunyai perasaan lain ke Abang sendiri, gue udah terbiasa hidup dengan status Adik Abang, mengubah status kami menjadi suami istri itu rasanya kaya ada panci ditimpukin keras sama Bunda ke kepala kita berdua.

Kalau dipikir ulang, menikah seakan terlalu cepat untuk gue, Bang Riza mah wajar, umurnya cukup dan pekerjaan juga bagus, ucapan Bang Riza tadi juga ada benernya, kalau Abang nikah sama gue, ini keluarga gak bakalan berkembang, di dunia ini masih bejibun perempuan jadi kenapa harus Bang Riza menikah dengan adiknya sendiri?

Hari ini Bang Riza nunjuk, mungkin hari ini juga Mama bakalan lamarin perempuannya, walaupun gue menolak keras tapi kalau untuk perempuan lain, Bang Riza adalah salah satu pilihan terbaik untuk dijadikan suami asalkan tu perempuan gak tahu kurangnya Abang aja, gak ada yang salah sama Bang Riza, yang salah otaknya aja kadang kurang jalan.

Gue sendiripun ingin menemukan laki-laki yang baik, pemikirannya jauh lebih dewasa dari gue tapi ya balik lagi, bukan Bang Riza orangnya, Bang Riza laki-laki baik, terima gak terima pemikiran Bang Riza juga jauh lebih dewasa dari gue tapi baik untuk perempuan lain bukan berarti baik untuk guekan?

Terlepas dari permintaan Mama, sampai detik ini, gue belum nemuin satu alasanpun yang bisa membuat gue bertahan dengan status gue sekarang, gak ada satupun alasan yang membuat gue ingin bertahan sebagai istri dari seorang Riza, andai kata gue menemukannya mungkin akan gue pertimbangin lagi.

.
.
.

"Dek! Mau tidur dikamar Abang apa Abang yang tidur disini?" Tanya Bang Riza tetiba nongol dikamar gue.

"Kalau masuk ke kamar orang itu ketuk pintu, kasih salam." Protes gue.

Gue yang awalnya udah siap untuk tidur cantik malah narik nafas dalam begitu denger pertanyaan Abang, udah main nyelonong masuk ke kamar orang, pertanyaannya malah bikin shock jantung, susah banget gue bilangin ni orang, harus pake cara apa coba gue ngasih tahunya?

"Assalamualaikum! Jadi gimana? Kamar Abang? Atau disini?" Ulang Abang.

"Waalaikumsalam! Mau dikamar Aya atau kamar Abang, lantai adalah alas Abang tidurnya, jadi silakan di pilih!" Balas gue mendudukkan tubuh gue diranjang.

"Sadis amat Dek? Baru kali ini ada istri modelan Adek gini, Ini Abang sekaligus suami loh Dek, suka gak suka itu kenyataan, rela gak rela kamu harus terima, selama Abang belum melepaskan kamu itu status istri masih berlaku, tar kalau cerai baru boleh semena-mena lagi, itupun kalau jadi Abang lepasin." Gue udah gak tahu harus ngomong apa!

Kalau kata suami istri udah dibawa-bawa, walaupun gak suka, gue memang harus terima, mengusap wajah gue kasar sembari menatap Abang kesal, bener-bener nguras emosi, dengan berat hati, gue menggeser tubuh gue rada kesamping dan mulai membaringkan tubuh gue lagi.

"Bang! Abang bakalan nemuin Kak Gea lagi?" Tanya gue tanpa sadar berbalik arah tidur menghadap Abang yang juga mulai membaringkan tubuhnya disamping gue.

"Abang memang harus bicara sama Gea, Abang memulai semuanya dengan Gea secara baik-baik dan Abang ingin mengakhirinya juga secara baik-baik." Gue mengangguk pelan, bener sih, berapa banyak mantan pasangan yang berakhir jadi musuh bebuyutan karena mengakhiri sesuatu secara asal-asalan.

"Terus kalau Kak Gea nolak pisah sama Abang gimana?" Tanya gue lagi, kemungkinan kaya gini bisa aja kejadian.

"Abang kesana bukan untuk minta persetujuan Gea tapi kalau Gea gak terima, Abang juga akan menjelaskan alasan Abang melepaskan Gea itu apa." Ini bener juga sih tapi kayanya ada yang mengganjal diotak gue.

"Bang! Ini andai kata ya! Andai ni! Kalau seandainya setelah Abang ngomong alasan Abang ngelepasin Kak Gea itu apa dan Kak Gea malah minta kesempatan lagi, kalau Kak Gea bisa nerima Aya tetap tinggal disini sampai kapanpun, Abang bakalan ngasih jawaban apa?" Abang yang semula berbaring terlentang, beralih berbalik menghadap gue setelah pertanyaan gue barusan.

"Kamu nanya apa cemburu Dek?" Gue langsung batuk parah dapet pertanyaan kaya gini dari Abang, cemburu? Yang bener aja

"Cemburu? Ini mah bukan cemburu Bang tapi khawatir, wajar dong?" Abang mengangguk pelan dan juga mulai menyunggingkan senyumannya.

"Gak usah senyam-senyum, jawab dulu pertanyaan Aya, Abang bakalan jawab apa?" Desak gue.

"Adek maunya Abang jawab apa? Abang akan jawab sesuai pilihan kamu, ini adalah penebus kesalahan Abang karena keinginan Abang menikah tanpa pernah mikirin perasaan Adek dulu." Gue malah menatap Abang gak yakin sekarang, beneran ngikutin pilihan gue?

"Abang seriusan? Yang pacaran Abang kenapa putus enggaknya malah Aya yang milih?" Bisa-bisa gue yang jadi pelampiasan Kak Gea kalau begini caranya.

"Karena kamu istri Abang!" Gue marik nafas jengah dan berbalik tidur memunggungi Abang lagi, pertahanan gak boleh runtuh.

"Abang serius Dek! Jadi Adek jangan kebanyakan mikir yang bukan-bukan, mau mempertahankan atau melepaskan, Adek yang nentuin semuanya." Ucap Abang nepuk bahu gue.

"Kenapa harus Aya? Kalau Aya yang milih itu harusnya bukan tentang hubungan Abang sama Kak Gea tapi hubungan kita." Jawab gue, kalau ada sesuatu yang harus gue pilih, melepaskan atau mempertahankan? Itu hanya menyangkut hubungan gue sama bang Riza bukan untuk hal lain.

"Memang yang Abang omongin barusan hubungan kita, mempertahan atau melepaskan, akan Abang lakuin sesuai permintaan Adek!"