(34)

17.2K 1.5K 41
                                    

"Asal tinggi badannya gak ngikutin Adek itu lebih dari cukup." Yak! Maksudnya apa?

"Abang ikhlas gak sih nerima Aya jadi istri? Semena-mena mulu bawannya." Ini ni efek samping kelamaan hidup sebagai saudara, mau belajar bikin KK sendiri ribetnya tentang itu-itu aja, berantemlah! Ngatainlah! Gak bisa dibawa serius.

"Abang becanda Dek!" Ucap Abang tertawa kecil, ngatain saudara itu memang ada sensasi berbeda, berantem sama pembulian saudara adalah hal terbaik untuk mempererat hubungan kekeluargaan.

"Aya tahu! Yaudah ayo turun." Gak ada yang harus diperpanjang.

Turun dari mobil, gue melangkahkan kaki mengikuti Abang dari belakang, gue gak tahu gimana reaksi Kak Alan kalau tahu ternyata gue ikut, gue yang minta Abang gak ngasih tahu Kak Alan tar kalau Kak Alan tahu lebih dulu gue dateng, bisa gagal atau beralih jadi pencitraan.

"Dek! Adek ngapain?" Tanya Abang begitu sadar kalau gue ngikutin dia dengan tatapan gak lepas melirik sekitar.

"Baca situasi." Cicit gue nyuruh Abang jalan lebih dulu.

"Enggak ada! Udah buruan, Alan udah nunggu dari tadi kayanya." Abang mundur beberapa langkah dan meraih tangan gue untuk berjalan beriringan.

"Malesss!" Protes gue yang hanya dibalas Abang dengan senyuman.

"Tu Alan udah nunggu." Dari jauh gue memperhatikan ke arah yang Abang maksudkan dengan nafas mulai gak beraturan, moga-moga aja Kak Alan gak kaget ngeliat gue disini soalnya setelah berdebat di kampus beberapa hari yang lalu, gue memang belum ketemu Kak Alan sama sekali.

"Udah lama Lan? Maaf telat, Aya minta ikut soalnya." Gue langsung melotot sama Abang! Jujur amat? Belum juga gue atur aba-aba minta kabur duduk misah eh Abang udah nyapa Kak Alan duluan, kan gak enak banget asli.

"Alan rasa memang lebih baik Aya ikut Mas." Hah! Sopan banget, kemana sikapnya kemarin?

Ini beneran ngomong sopan karena udah sadar apa beneran lagi pencitraan juga? Bukannya apa-apa atau mau buruk sangka sama orang tapi setelah ucapan kasar Kak Alan kemarin, pandangan gue untuk Kak Alan memang udah beda, semua gak akan sama lagi.

"Abang!" Gue beneran males, awalnya semangat ikut tapi setelah ngeliat muka Kak Alan dan sikapnya, pulang adalah kata yang wara-wiri diotak gue.

"Duduk!" Gue duduk disamping Abang dengan tatapan gak jelas mau natap ke arah mana, mau natap Abang kesel, ngelirik Kak Alan lebih males lagi.

"Jadi mau ngomong apa ni?" Tanya Abang buka obrolan.

"Gak mau pesen minum dulu Mas?" Tawar Kak Alan beneran ramah, otaknya kepentok apaan bisa berubah sedrastis ini?

"Gak usah!" Potong gue cepat, gak usah bertele-tele langsung ke intinya aja.

"Dek!"

"Aya benerkan Bang! Ngomong dulu tar juga gerah sendiri." Dan satu sentilan mendarat dikening gue.

"Dek! Tadi Adek yang ngingetin Abang untuk jangan emosikan? Sekarang kenapa malah Adek sinis selalu? Duduk terus Diem itu lebih dari cukup." Cicit Abang tersenyum paksa ke gue, gue yang dapet peringatan kecil dari Abang langsung diem gak berkutik.

"Jadi gimana Lan?" Ulang Abang sopan.

"Alan minta maaf Mas! Maaf untuk sikap Alan beberapa hati yang lalu, waktu itu memang Alan yang salah! Alan cuma diam itu kesalahan terbesar Alan, Alan minta maaf." Ucap Kak Alan gak kalah sopan.

"Kalau soal itu harusnya kamu minta maaf sama Aya bukan sama Mas." Jawab Abang nepuk lengan gue pelan, apaan Abang?

"Kakak minta maaf Ay! Gak seharusnya Kakak bersikap kaya kemarin cuma karena kecewa dengan pernikahan kamu sama Mas Riza."

"Kakak itu cuma ma_

"Dek! Alan minta maaf." Potong Abang nepuk bahu gue, ini sih bukan nepuk tapi mukul.

"Ish sakit." Gue natap Abang kesal, gue tatap kesal Abang bukannya ngerti tapi Abang malah balik natap gue lebih kesal, kenapa malah Abang yang lebih ngeselin?

"Iya! Dimaafin." Ucap gue setelah dipelototi sama Abang lama.

"Cuma itu Lan?" Tanya Abang lagi, memang mau bahas apalagi?

"Mas! Kalau boleh Alan tanya, alasan Mas menikah sama Aya apa? Sampai sekarang Alan sama sekali gak ngerti, bukannya Mas masih pacaran sama Gea? Kenapa menikah sama Aya? Gea tahu?" Gue menghela nafas untuk pertanyaan Kak Alan.

"Ceritanya panjang Lan!" Dan Abang mulai cerita ke Kak Alan alasan awal kita berdua menikah.

Marah? Itu pasti, Kak Alan terlihat sangat kecewa dengan pilihan gue membantu Abang, Kak Alan juga sangat kecewa dengan sikap Abang yang mengorbankan masa depan gue demi mendapatkan restu Mama untuk Kak Gea.

"Dan setelah semua itu Mas mau Aya tetap menjadi istri Mas? Kalian bisa aja berpisah dan gak akan ada yang tahu." Gue gak merespon apapun karena awalnya gue juga sependapat dengan Kak Alan, seharusnya berpisah adalah pilihan terbaik.

"Kamu tahu alasan Mas gak bisa berpisah sama Aya apa kan Lan?" Tanya Abang balik dan masih terlihat sangat tenang.

"Apa Mas cinta sama Aya?" Abang belum merespon apapun.

"Dan kamu Ay! Apa kamu cinta sama Mas Riza?" Gue juga belum memberikan respon apapun.

"Kalau kalian berdua gak cinta satu sama lain kenapa kalian gak berpisah? Bukannya kalian hidup lama sebagai saudara? Apa kalian gak canggung sama sekali?" Ini lagi? Gue menegakkan duduk gue mendengarkan pertanyaan Kak Alan yang ini.

"Kak! Berpisah atau enggak! Aya gak harus menjelaskan apapun sama Kakak kan? Kita gak punya hubungan apapun, mau Aya menikah dengan orang lain atau bahkan dengan Abang Aya sendiri, masalahnya sama Kakak apa?" Tanya gue menatap Kak Alan serius.

Bukannya masalah ini udah pernah gue jelasin? Dia mau apalagi dengan minta Abang cerita ulang semua permasalahannya? Apa omongan gue gak bisa dipercaya? Apa cerita gue kurang meyakinkan? Gue capek harus menjelaskan hal yang sama ke orang yang sama pula.

"Kamu tahu perasaan Kakak Ay." Kak Alan masih terlihat berisi keras dengan pertanyaannya.

"Dan Aya udah memberikan jawaban Aya! Aya gak bisa nerima Kakak, sekarang apalagi masalahnya?" Tolong jangan memperkeruh suasana! Berhenti bersikap seolah Kak Alan adalah orang paling tersakiti dari semua masalah gue.

"Kakak cuma minta_

"Lan! Apa sikap kamu sekarang adalah sikap seorang lelaki? Meminta kesempatan dari istri orang lain itu tidak sopan, terlebih didepan suaminya sendiri." Potong Abang menggenggam tangan gue.

"Alan gak bicara sama Mas! Alan bicara de_

"Enggak tanpa seizin saya." Abang bangkit dari duduknya dan membawa gue ninggalin Kak Alan gitu aja.

"Bang!"

"Kalau duduk disana lebih lama, Abang takut akhirnya akan lebih buruk lagi Dek." Jawab Abang seolah tahu maksud pertanyaan gue.

Why Him? (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang