Hampir seminggu, gue, Abang sama Mas Uky terus stay di rumah sakit, palingan gue yang izin ke kampus tapi dalam tanda kutip Abang tetap ditemenin Mas Uky kalau mau ngejengukin atau ngecek keadaan Kak Gea.
Beberapa hari belakangan kondisi Kak Gea memang semakin membaik, kalau terus kaua gini, rasanya dalam beberapa hari kedepan Kak Gea bisa pulanh, pulang dalam artinya gue, Abang sama Mas Uky mulai bisa bernafas lega lagi.
"Kak Gea gimana Bang?" Tanya gue yang baru aja selesai kuliah, dari kampus gue langsung kemari.
"Gea baik, Adek ni yang keliatan pucet, Adek udah makan?" Tanya Abang mengusap kepala gue.
"Udah, tadi Aya makan bareng Ici dikampus, Abang udah makan?" Tanya gue balik, jangan cuma nanyain gue, Abang sendiri udah makan belum?
"Jangan khawatir, Adek duduk dulu, Abang nyariin Uky sebentar, kayanya Gea bisa pulang hari ini jiga." Hah? Alhamdulillah.
"Yaudah Aya tunggu disini ya Bang." Mendapatkan anggukan gue, Abang berjalan meninggalkan gue nyari Mas Uky diruang jaga.
Gue duduk sembari memperhatikan wajah terlelap Kak Gea, sikap Kak Gea sekarang beneran berubah, Kak Gea jauh lebih lembut dan memperhatikan sekali sikapnya sama Abang, walaupun Abang udah setuju untuk menjaga Kak Gea sampai beneran okey tapi Kak Gea bisa membatasi diri, gue bersyukur.
Gak lama gue duduk, pintu yang dibuka membuat gue menyunggingkan senyuman karena gue pikir Abang yang dateng, tapi ternyata malah orang tua Kak Gea, tatapan tidak suka orang tua Kak Gea yang membuat senyuman gue menguap begitu aja.
"Abang kamu kemana?" Tanya Papanya Kao Gea sinis, gue menjawab pertanyaan Papa Kak Gea masih mencoba setenang mungkin.
"Kalian pasti sangat bahagia sekarang, sudah tidak perlu repot-repot mengurusi anak saya." Lanjutnya, kali ini gue narik nafas cukup dalam untuk nahan emasi gue.
Ya gue akui gue sama Abang cukup merasa lega tapi bukankah seharusnya orang tua Kak Gea ikut bahagia, pitri mereka ditanyakan bisa pulang bukannya berita bagus? Ini bukannya seneng tapi kenapa malah gak karuan begini?
"Ay, Tante mau bicara sebantar." Ucap Mama Kak Gea ke gue, gue mengangguk pelan sebagai tanda gue setuju diajak bicara.
"Tante mau ngomong apa?" Tanya gue balik, apa sangat serius?
"Ay! Aya udah lama nikah sama Riza?" Jujur aja gue cukup kaget dengan pertanyaan Mamanya Kak Gea sekarang, ya aneh aja, kenapa mendadak malah nanya masalah pernikahan gue sama Abang.
"Hampir tiga bulan Tan, kenapa?" Jawab gue seadanya.
"Kalian saling cinta?" Hah? Ini maksud pertanyaan Mama Kak Gea apa? Makin mencurigakan gini pertanyaanya.
"Alhamdulillah Tante, memang kenapa ya Tan?" Tanya gue balik, Mama Kak Gea malah tersenyum ramah dan mulai mengusap lengan bahkan menggenggam tangan gue.
"Tante kenapa?" Tanya gue mulai khawatir, sikapnya bikin gue ikut kepikiran.
"Apa tidak bisa kamu mengizinkan Riza menikah lagi, Gea menjadi yang kedua juga tidak papa." Dan gue langsung narik tangan gue dari genggaman Mama Kak Gea.
"Tan! Tante ngomong apa? Bukannya masalah ini udah kita bahas? Bukannya masalah usah selesai? Aya gak akan pernah ngizinin Abang nikah lagi." Ucap gue tegas.
"Apa kamu gak kasian sama Gea? Tante tidak meminta Riza menceraikan kamu." Bujuk Mama Kak Gea lagi.
"Menikah itu bukan karena kasian Tan, katakanlah perasaan Aya sama Abang gak penting tapi apa perasaan Kak Gea gak penting untuk Tante? Menikah hanya karena merasa dikasihani, Tante mau Kak Gea mikir apa?"
Dari dulu gue sangat tahu kalau orang tua Kak Gea sangat suka sama Abang, sikap bahkan kepribadiannya, mereka sangat setuju kalau Abang dijadikan menantu mereka tapi sekarang keadaan berubah apa Mama Kak Gea belum sadar?
Gue bukan perempuan yang terlalu baik sampai mengorbankan perasaan gue sendiri untuk membahagiakan orang lain, katakanlah orang itu orang yang gue sayang mungkin masih bisa gue pertimbangkan tapi ini adalah permintaan dari orang yang pernah menyakiti gue, gue gak sebodoh itu.
"Tante mohon tolong kamu pertimbangkan baik-baik Ay." Dan gue menyunggingkan senyum miris gue sekarang.
Gue beneran gak habis pikir, gimana bisa Mama Kak Gea minta hal kaya gini dari gue? Apa berbagi suami dianggap pekara mudah? Kenapa kalau orang punya masalah selalu nyari solusi terbaik untuk dirinya sendiri dulu? Apa perasaan orang lain sama sekali gak penting?
"Baik! Aya bikin gampang sekarang." Gue gak punya cara lain.
"Kalau misalnya Tante ada di posisi Aya sekarang, apa Tante akan mengizinkan Om untuk menikah lagi?" Tanya gue yang membuat Mama Kak Gea diam gak berkutik.
"Enggakkan Tan? Semua gak semudah itu, sampai kapanpun Aya gak akan mengizinkan suami Aya menikah lagi." Dan gue rasa ini sudah sangat jelas, gue gak mau kalau harus membahas masalah yang sama untuk kesekian kalinya.
"Jadi sekarang Aya yang minta tolonh, berhenti hidup dengan cuma memikirkan kebahagiaan keluarga Tante sendiri, kalau bahagia orang lain Tante anggap tidak pentinh, jangan merasa aneh kalau orang juga melakukan hal yang sama." Gue tersenyum sekilas.
"Loh Dek kenapa diluar?" Tanya Abang yang seperti mau masuk nemuin Kak Gea.
"Gak papa, Abang mau masukkan? Yaudah ayo." Gue membuka pintu lebih dulu yang di ikuti Abang, kita masuk dan udah ada Papa Kak Gea yang menatap kami berdua gak suka.
"Gimana Mas?" Tanya Kak Gea melirik Abang.
"Alhamdulillah kamu bisa pulang hari ini Ge, semuanya udah Mas urus jadi kamu gak perlu khawatir." Jawab Abang menatap gue, gue tersenyum untuk jawaban Abang.
"Syukur kalau gitu, makasih ya Mas, makasih juga Ay." Gue mengangguk pelan.
"Jadi gimana setelah ini? Sudah dapat izin Aya?" Kali ini Papa Kak Gea yang buka suara, izin apa lagi coba?
"Ini soal apa Pa sampai-sampai butuh izin Aya?" Tanya Kak Gea bingung.
"Papa sama Mama mau Riza menikahi kamu." Gue sama Abang menghembuskan nafas berat sedangkan Kak Gea terlihat cukup kaget dengan ucapan Papanya barusan.
"Pa! Papa ini kenapa lagi? Kan udah Gea jelasin, ini bukan salah Mas Riza kenapa harus di perpanjang?" Kak Gea sedikit kesal dengan Papapnya.
"Tapi menikah dengan kamu juga tidak ada ruginya, diluar sana banyak laki-laki yang menikah lebih dari satu." Jelas Papa Kak Gea gak mau kalah, ini yang sakit sebenarnya siapa coba?
"Om! Sa_
"Sampai kapanpun Gea gak akan mau menikah dengan Mas Riza." Ucap Kak Gea tegas, seketika kita semua menatap Kak Gea gak percaya.
"Mas, jadi ini alasannya Mas sama Aya ngerawat Aku selama ini? Kalau memang iya Mas gak perlu merasa bersalah dan kamu juga gak perlu merasa berhutang budi Ay, ini pilihan Aku sendiri."
"Kalau Mas sama Aya mau pulang sekarang juga gak papa, sekali lagi Gea ngucapin terimakasih." Abang tersenyum menenangkan untuk ucapan Kak Gea sedangkan gue malah mulai menggandeng lengan Abang kuat, kenapa tetiba gue pusing?
"Kalau gitu Mas sama Aya pulang dulu." Mendapat anggukan dari Kak Gea, Abang menatap gue sekilas sebelum lebih dulu melangkah keluar.
"Gimana Za?" Tanya Mas Uky yang sekarang udah berdiri didepan kita.
"Aman! Gue rasa semuanya udah beres." Jawab Abang yakin, gue masih menggandeng lengan Abang erat.
"Syukur kalau gitu, mau makan dulu? Gue udah ngabarin Ici buat dateng juga." Gue mencoba memaksakan senyuman gue.
"Ay, kamu baik? Pucet gitu?" Abang melirik gue khawatir setelah pertanyaan Mas Uky.
"Aya baik Mas." Dan semuanya menggelap.

KAMU SEDANG MEMBACA
Why Him? (End)
Romance"Ma! Masa nikahnya sama Abang sih Ma? Gak memperluas keterunan ini mah, dari kecil sampe tua masa muka Abang juga yang kudu Aya liatin?" "Ma! Mama liatin anak gadis Mama, disuruh nikah udah kaya disuruh masuk medan perang, memang kurangnya Riza dima...