Part 22

20 3 0
                                    

Derren tercekat melihat genangan darah mengotori lantai laboratorium

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Derren tercekat melihat genangan darah mengotori lantai laboratorium. Sosok Antonio Greco Shawk tersungkur dengan kaki berlumuran cairan kental itu. Tak satupun yang terlihat bersimpati, termasuk Derren itu sendiri. Takut, hanya itu yang ada di kepalanya. Eduardo adalah pembunuh keji, ia tidak suka menerima kegagalan. Sekecil apapun kesalahan yang diperbuat, tak peduli seberapa penting posisi mereka, entah sebuah pukulan atau sebuah peluru akan bersarang di tubuh sang bawahan.

"Temukan anak itu dalam duapuluh empat jam, atau kau akan tahu akibatnya." Eduardo melayangkan tendangan ke perut Antonio, memaksanya berdiri dengan keadaan wajah babak belur dan kaki terluka. Tanpa sepatah kata, pria Italia itu berjalan terseok, menyeret kakinya yang mengeluarkan banyak darah.

"Dasar bajingan, lihat saja nanti! Pada akhirnya kau akan mati di tangan anak buahmu sendiri."

Merasakan perutnya bergejolak, Derren menjauh dan memilih menyembunyikan dirinya di dalam kamar mandi. Satu korban dari manusia unggul telah didapat, nahas ia adalah salah satu orang yang menyelamatkan hidup sang ilmuwan.
Egoisme berperan besar, dua pilihan sama buruknya harus ia tentukan dalam waktu singkat. Kehilangan putrinya atau mengatakan hal yang sebenarnya.

Joanna Xhapier, secara tak langsung turut ambil bagian ke dalam lingkaran hitam. Gadis itu menjadi tokoh penting dalam penculikan sang korban alat pengendali pikiran.

Berbekal ancaman akan membunuh sang ayah, Eduardo memerintahkan gadis itu menggiring korban ke dalam jebakan yang telah ia siapkan di Jewelry Club. Sang korban yang tengah dalam keadaan berkabung, tentu tak menyangka seorang gadis manja seperti Joanna akan turut membawanya ke dalam petaka.

Derren yang memiliki ingatan fotografis dipaksa bekerja tanpa henti. Maka terciptalah Braindeath tipe J-11 dalam kurun waktu dua hari. Bisa saja ia bersandiwara seolah-olah menerima kegagalan dalam membuat alat itu untuk kedua kali, tetapu Eduardo bukan mafia bodoh yang hanya memikirkan uang dan kekuasaan. Bos mafia itu mengawasi langsung kinerja Derren selama dua hari penuh.

Sekarang, satu-satunya cara adalah mencari kedua orang yang telah menyelamatkannya waktu itu. Alat ciptaan yang telah jatuh di tangan Eduardo, tinggallah menghitung waktu untuk mendatangkan petaka.

Tanpa Derren sadari, akibat terlalu lama berada di lab bawah tanah ia tak mengetahui perkembangan berita di permukaan, seorang remaja yang ia kira akan membantunya mencegah peperangan telah menghilang. Menyisakan kesedihan mendalam bagi orang-orang yang mengenalnya.

Ia tidak mati, ia hanya menghilang dari identitas dirinya yang sebenarnya.  Dan Riot Chamber, berisikan tiga orang. Ada pula trio remaja nekat di dalam perjalanan serta The Nero tengah bersuka cita atas keberhasilan alat ciptaan Derren.

 Ada pula trio remaja nekat di dalam perjalanan serta The Nero tengah bersuka cita atas keberhasilan alat ciptaan Derren

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Argh, aku tak sanggup lagi melakukannya."

Catarina hanya tersenyum, menanggapi celotehan pemuda yang selamat dari ledakan hebat itu.
Remaja itu terlalu tampan untuk menjadi seorang perempuan, tinggi badannya nyaris dua meter dengan tubuh proposional, pasti ada beberapa orang curiga jika di balik topeng ski yang dikenakannya itu. Termasuk agen muda, Alicia.
Namun, setidaknya ia dapat menghindari ancaman untuk sementara waktu.

"Siapa gerangan Riot Chamber, sekumpulan gangster atau hanya sekedar komunitas ilegal haus akan ketenaran?" terang headline berita beberapa menit yang lalu.

Dalam waktu kurang dari satu tahun, eksistensi Riot Chamber menanjak drastis. Mereka menjadi momok semua orang dari berbagai kalangan, media berfokus ke rating dan membuahkan kepanikan tak beradasar ke khayalak. Riot Chamber bukan sebuah komunitas, itu hanya sebuah nama tim beranggotakan tiga orang. Sedangkan, peristiwa penyerangan kantor walikota di hari itu, memang murni para kriminal.

Secara tak resmi Riot Chamber beranggotakan, Caterina Baxter,
Sofia Hughes dan seorang pria misterius yang tak pernah kembali nyaris tiga bulan lamanya.

Catarina adalah mantan pembunuh bayaran, targetnya hanya para penjahat kelas kakap, termasuk Eduardo Gusto. Sedangkan Sofia, gadis berumur enambelas tahun itu seorang peretas handal yang selalu mengikuti Catarina sambil mengendus keberadaan sang kakak, Luke.

"Apa ... kau ingin menyerah, Blaze?"

Ya, pemuda yang selamat dari ledakan mobil itu adalah Blaze, anggota termuda dari klan Rekhanov.
Efek ledakannya hanya membuatnya tak sadarkan diri dan meninggalkan sedikit luka di kedua tangannya.

Di hari itu, Catarina serta Sofia melintas dan menyadari ada kecelakaan serta melihat Blaze berdiri di pinggir jalan. Mereka pun langsung membawanya ke tempat persembunyian yang berlokasi di pusat kota. Bahkan apartemen yang mereka tempati berseberangan langsung dengan markas BII.

"Bukan tentang menyerah, tapi ... apa kau yakin kita akan menang dengan menyerang secara diam-diam?" Blaze tmelakukan segala cara dengan mengandalkan teknologi, tetapi ia sadar itu tidaklah cukup. Para kriminal itu juga membentengi diri dengan berbagai muslihat dan membentuk aliansi jahat dalam pemerintahan.

Korban yang berjatuhan memang tak sebanyak kasus pembobolan bank dengan bom beberapa tahun silam. Tetapi itu hanyalah permulaan.
Limapuluh juta dolar yang mereka curi digunakan untuk penelitian alat pengendali pikiran.

"Gawat, Alicia diserang!" teriak Sofia di ambang pintu.

Blaze melompat dari tempat duduknya, melupakan topeng yang sering ia gunakan. Pemuda itu memiringkan kepalanya, menatap siapa gerangan yang menjadi lawan duel Alicia.

"Orang ini benar-benar gila!" Alicia melayangkan tendangan dan pukulan, tetapi selalu ditepis sang lawan dengan mudahnya.

Sesaat Blaze termenung melihat pergerakan sang lawan, pukulan dan cara menghidar dari serangan Alicia sangat mirip dengan seseorang. Sekejap Blaze tersadar, ketika ia melihat sang lawan mengeluarkan pisau kecil dari saku jaket kulitnya. Dalam lima langkah, pemuda itu mendorong jatuh Alicia hingga membentur dinding koridor.

"B-Blaze...."

Pisau terjatuh dari genggaman sang lawan misterius yang menggunakan masker hitam, setelah Blaze dengan terpaksa melancarkan serangan ke tengkuk orang itu sampai jatuh tak sadarkan diri. Tidak ada keraguan dan tak ada rasa curiga, pemuda itu menarik topi dan masker hitam sang lawan. Sekejap, ia terduduk lemas di lantai koridor nan sepi.

Jane adalah sang penyerang. Dalam keadaaan setengah terkejut, Blaze melirik tangan kanannya yang berdarah, lalu memeriksa leher gadis itu dan di situlah darah bersumber dari sebuah luka kecil.

"Eduardo!" Teriakannya menggema, tak ada yang berani mendekati pemuda itu. Bahkan Catarina dan Sofia serta Alicia yang tak mengenal siapa Blaze sesungguhnya.

Chip hitam kecil berukiran J-11 tersangkut di bagian tudung hoodie Jane, alat yang menjadi sumber masalah. Alat pengendali pikiran yang telah berkembang tanpa harus menanamkannya ke dalam kulit. Cukup merekatkannya di area belakang leher, maka sensor akan aktif dan tersambung ke sebuah komputer yang berperan sebagai pengirim sinyal pemberi perintah.

"Dia selangkah lebih maju, ini bukan lagi perang saudara ... ini akan menjadi perang antar negara." Kedua tangan Catarina terkepal kuat, emosi mencapai puncak. "Kau harus mati, saudaraku."


"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
REDSMAXX [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang