Frank terkekeh geli, lalu kembali mengaduh kesakitan. Luka tembak di dada kanannya memakan waktu lama untuk sembuh. Namun, pria itu juga sangat beruntung, peluru tak sampai menembus hingga ke paru-paru dan hanya membuat salah satu tulang rusuknya retak. Tetapi ia tidak pernah menyangka. Ketika, terbangun dari koma, Blaze turut berbaring di bangsal di sebelah kiri berjarak satu meter darinya
Frank sempat mengira hidupnya berakhir. Ia juga sudah mengira Blaze tiada untuk selamanya, jadi hari ketika ia terbangun adalah pertemuan pertama setelah sekian hari.
Jack meletakan semangkuk bubur yang mulai dingin di meja. Pertanda ia menyerah menyuapi Blaze. Pria duapuluh lima tahun itulah yang bertugas menjaga keduanya. Dan Jack menjadi orang yang tak terkejut dengan insiden meledaknya markas BII serta siapa sang pelaku. Ia menjadi salah satu orang yang mengetahui fakta di balik semua hal tersebut. Jika sesuatu terjadi di luar kendali bom akan menghancurkan markas.
Rachel Herper, Blaze dan dirinya yang memegang kunci peledakan. Namun, di hari markas meledak, Rachel bersamanya. Otomatis langsung tertuju kepada Blaze seorang.
Blaze turun dari tempat tidurnya dengan susah payah. Benda-benda berteknologi tinggi telah dilepas dari tubuh. Pakaian serba putih, dengan straight jacket alis baju pengekang yang biasa dikenakan pasien gila untuk mencegah melukai diri sendiri dan orang lain.
Ia pikir, ibunya sangat totalitas dalam menyekapnya. Ya, menyekap dan menyita semua perkakas berteknologi. Frank dan Jack tidak bisa membantu, mereka terlalu patuh. Mungkin saja takut.
Ia berjalan dari sudut ke sudut, ia tak bisa menutupi kegelisahannya. Sekarang tanggal duapuluh tiga, waktu menipis. Kamera pengintai menunggu di luar, disertai sensor yang akan membunyikan alarm jika ia langsung keluar.
Frank berdecak, merasa kesal sekaligus pusing melihat Blaze berjalan ke sana dan ke mari. "Bayi, duduk dan---"
Pintu terbuka dari luar, ruangan di dominasi khas rumah sakit itu mendadak hening. Frank dan Jack tiba-tiba merasa tegang dan menahan nafas untuk beberapa saat.
Natasha menatap Blaze sekilas, lalu menutup pintu.Blaze mengerti tatapan itu pun bergegas keluar dengan meminta bantuan Jack untuk membukakan pintu.
Terlihat Natasha menunggunya di ujung koridor, menghadap langsung ke kaca besar. Memperlihatkan suasana kota Los Angeles yang tak pernah sepi.
"Apa kau telah berubah pikiran?"
"Bagaimana denganmu? Masih membenciku, Ma?"
Natasha terkejut, dadanya terasa sedikit sesak. Apa putranya selalu merasa dibenci olehnya?
Melihat sang ibu yang diam, seulas senyum tipis terbit. "Tak apa, yang jelas aku tidak ingin membencimu. Jujur ... aku hanya kesal. Aku merindukan pelukanmu dan menghukumku dengan tumpukan buku." Blaze menatap Natasha lembut, ia mengatakan apa yang telah tertanam di hatinya. Namun, itu tak cukup. Belum selesai di sini. "Aku akan mundur, demi Mama dan semua orang. Kuharap ... seseorang bisa mengambil alih tugasku."
KAMU SEDANG MEMBACA
REDSMAXX [END]
Action"Roses are violet, you're traitor, i'm a suspect." Kelompok mafia buronan paling diburu 'The Nero' muncul dengan membawa rencana jahat yang terdengar mustahil, tetapi nyata adanya. Bersamaan dengan itu, 'Riot Chamber' perkumpulan kriminal misterius...