REDSMAXX [END]

Part 32

"Bagaimana semua itu bisa terjadi?" Tak satupun yang berani menatap Eduardo. Amarah pria itu datang setelah mendapat laporan tentang kegagalan terhubungnya Braindeath dengan satelit.

"Tuan, Alana Murphy melarikan diri," ucap Fiona di ambang pintu.

Bertambahlah kadar emosi Eduardo, kedua tangannya mengepal kuat. Memperlihatkan urat-urat di punggung tangan. Impian yang ia pikir telah digenggaman lenyap dalam hitungan jam. Tujuh tahun ia menyusun strategi dan turun tangan langsung menghasut politisi yang goyah.

"Apa perintah Anda?"

"Sebar para Riot di seluruh lantai, jangan biarkan semua orang keluar."

Strategi masih mengandalkan waktu, tetapi beberapa hal telah dirubah kurang dari duapuluh empat jam. Tim pengintai masuk secara bersamaan, sedangkan Blaze, Jane, Alicia dan Sofia berada di mobil van tigaratus meter dari hotel Prescott.

Jika semua orang sibuk dengan pekerjaan mereka, Blaze diam-diam keluar ketika tak sengaja melihat dua orang pria masuk ke dalam gang.

"Detektif Terrence dan opsir Barnes, lama tak berjumpa."

"Apa yang...." Mike tak dapat melanjutkan kata-kata.

Blaze bingung. Namun, dengan cepat menutupi ekspresi keheranannya agar mereka tidak curiga. "Apa ada sesuatu yang aneh?"

Mike dan Stuart saling melemparkan tatapan, mengisyaratkan mereka sama tidak mengertinya dengan siapa keduanya tengah berbicara. Ia Blaze, tetapi berbeda.

"Derren Xhapier berserta putrinya diculik," ujar Mike.

"Ini sudah di luar rencana, wakil presiden tiba lebih awal. Acara natal juga dimajukan," timpal Blaze sambil bersedekap dada.

"Tidak mengherankan kepala polisi pergi tanpa kabar," kesal Mike.

"Kita harus menghubungi unit khusus, ini masalah besar." Blaze melirik arlojinya, waktu berlalu cepat. Detak jantung berdegup cepat dari biasanya, keringat dingin membasahi tangan dan kepalanya mulai terasa pusing. "Hanya kalian yang bisa menghubungi unit khusus, kalian tak memiliki krisis kepercayaan terhadap organisasi manapun."