AM 24

14K 1.3K 82
                                    


Lisa Pov

Seperti ombak yang mengarungi samudera, terhantam karang dan dipaksa menciptakan badai. Seperti itulah aku yang bertahan dengan masalaluku. Itu menyakitiku sampai menggeroti inti hatiku, menyiksaku tanpa henti dan bertahan hingga saat ini. Kupikir jika sakit mentalku sembuh maka selesai sudah penderitaanku. Tapi nyatanya itu belum berakhir. Jennie menaruh bencinya padaku, dia setuju melanjutkan pertunangan hanya karena saham. Meskipun aku sendiri tahu, betapa buruk Jennie menutupi kerinduanya padaku. Tapi tetap saja gagasan 'hanya karena saham' menyakitiku.

Entah saking menyedihkanya masalaluku atau ini memang murni kesalahanku. Aku merasa salah hanya karena tidak terus terang pada Jennie, tapi apa itu tepat untuknya memutuskan mengakhiri hubungan kami ? Dimana sebenarnya letak salahku sampai pantas menerima ini ? Hatiku sudah dibawa pergi sejak jauh hari, Jennie datang membawanya kembali dan dia juga membawanya pergi lagi.

Tidak bisakah jatuh cinta lebih mudah ? Mengapa sangat sulit ? Kupikir jika tiba kami bertukar cincin, semua akan terasa lebih baik. Namun tidak seperti ekspektasiku, hubungan kami tetap tidak baik-baik saja.

"Aku melakukan ini hanya karena nilai saham. Jika kamu keberatan, silahkan mundur Lisa" Jennie berkata di depan cermin tanpa melihatku, seolah ia hanya bicara pada dirinya sendiri.

"Kapanpun aku bisa mundur. Tapi tidak. Seperti yang kamu yakini, aku melakukan semua ini karena rasa bersalahku, maka buat terasa seperti itu. Ya Lisa dengan bodohnya terjebak di masalalu. Right ?"

Jennie menoleh padaku, kubalas tatapanya tak kalah tajam. Ini menyakitkan, terlalu sulit untukku. Harusnya hari pertunangan menjadi hari dimana bahagia akhirnya datang, kelegaan memilikinya menjadi lebih nyata. Entah sampai kapan aku bisa bertahan pada situasi seolah cintaku bertepuk tangan. Menyedihkan, sialan !

Aku berdiri, membiarkan perias memperhatikan detail riasanku sekali lagi. Bambam menatapku nanar, ia kurang setuju dengan pertunangan kami. Bersi keras memintaku mengundurnya sampai benar-benar tahu bagaimana hati Jennie padaku. Tapi menarik ucapanku tak ubahnya menjilat ludahku sendiri. Tidak, Lalisa Manoban cukup konsisten pada tutur katanya. Jika Jennie angkuh, maka aku harus melembut. Jika Jennie egois, aku hanya perlu meluruhkan egoku. Mengapa harus aku yang mengalah ? Ya, jika ingin hubungan yang rusak membaik, maka salah satunya harus melunak.
















Hari-hari selanjutnya setelah pesta pertunangan masihlah penderitaan untukku. Aku lebih fokus menulis, membuat rencana kerja, mengajar, ke rumah sakit mengawasi kondisi Mr.Kim yang sudah sadar tapi seluruh tubuhnya lumpuh. Dia hanya bisa membuka dan menutup mata. Dan setiap hari aku ke YG, ingin tahu bagaimana kabar tunanganku.

Kami nyaris tidak pernah bicara. Satu-satunya kesempatanku bicara dengannya ya mendatanginya di kantor sambil pura-pura ingin membahas bisnis kami.

Aku memasuki kantor Mr.Kim dan mendapati Jennie bersandar di kusi. Dia berantakan, rambutnya tidak rapi, pakaianya kusut. Sampah dari minuman dan makanan instan berserakan dimana-mana. Jennie tidak pulang, dia tinggal di kantor untuk menyelesaikan pekerjaan yang seolah tidak ada habisnya.

Jennie mendongak menatapku, mengalihkan matanya dari layar laptop. Lingkaran hitam di matanya menyakitiku, gadis ini susah payah berjuang sendiri dan tidak ingin menerima uluran tanganku.

"Ya !! Lalisa Maboban !!" Aku tersentak mendengar Jennie berteriak, bahkan dia melempar tisu ke arahku, beruntung aku bisa menghindar. Aku mendekat ke arahnya tanpa ragu.

"Sekarang apalagi salahku ?!"

"Jika kamu bukan tunanganku, bisakah aku duduk di kursi ini ?" Aku membisu, tidak tahu harus bagaimana menanggapi Jennie.

Arranged Marriage S1 (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang