AM 43

8.7K 1K 47
                                    

Lisa Pov

Setelah melintasi langit selama 11 jam  pesawatku akhirnya mendarat di Lax Airport. Yah di L.A bukan di New York. Sebelum terbang aku mengikuti saran Harry, menghubungi agensinya. Dan dari informasi yang kudapat, Emma masih menempati apartement yang dulu kubelikan untuknya sebagai hadiah anniversary.

Aku tidak datang sendiri, khayal jika Harry membiarkanku melintasi dunia tanpa pendamping. Jadi dia mengutus Seulgi menemaniku. Meski selama perjalanan si kapten nyaris tidak bicara denganku. Seulgi bersikap profesional layaknya kapten team pengawalku. Bukan kapten yang juga sahabatku.

Setiap langkahku keluar dari bandara berhasil membubuhkan banyak keraguan. Bagaimana jika benar anak Emma, memang darah dagingku ? Aku harus bilang apa pada Jennie ? Pada keluargaku ? Namun di sisi lain, jika ya aku memang ayahnya, artinya Jennie tidak selingkuh. Ada perasaan lega sekaligus khawatir yang bergumul menyiksa batin. Bagaimana aku akan meminta Jennie kembali ? Ini tidak sedekar dia marah karena dibohongi, kali ini jauh lebih buruk.

"Welcome Profesor..." Jackson menyambutku di depan pintu kedatangan membungkuk hormat padaku. Pria tampan itu membukakan pintu mobil, aku masuk dan tersenyum berusaha terlihat baik-baik saja. Sedangkan Seulgi memilih menggunakan mobil lain bersama 4 anak buahnya.

"Terimakasih Jack" aku mengambil duduk dengan posisi senyaman mungkin. Berusaha mendapatkan ketenanganku kembali.

"Jadi kamu ingin tinggal dimana ? Apartement, Villa, atau mansion ?"

"Langsung ke tempat Emma. Apartement yang dulu"

Jackson mengangguk, ia menginteruksikan alamat ke Supir. Dan mobil kami berangkat. "Apa kamu sudah mendapat kemajuan dimana keberadaan anak Emma ? Aku was-was jalang itu mau mempertemukan anaknya dengan mudah"

"Yah, ada kemungkinan Ella di Inggris"

"Apa kita tidak punya koneksi di Inggris ? Kamu bisa menghubungi perdana menteri, meminta bantuan pemerintah akan lebih mudah Jack"

Pria itu diam, tampak berpikir.
"Bambam bilang ini rahasia Prof--"

"Maka suruh pemerintah Inggris merahasikanya" potongku, Jackson mengangguk. Ia mengambil ponselnya lalu menghubungi koneksinya yang berada di Inggris. Yah Inggris, tanah kelahiran Emma Watson.

Kubuka jendela mobil, ingin merasakan angin malam Los Angeles. Musim semi di sini tidak seperti di Korea. Bahkan jika datang musim dingin, di sini hanya akan terasa dingin tapi tidak akan ada salju.

LA bersama dunia malamnya, merupakan rumah terbaik untuk berpesta. Wanita cantik, musik keras, narkoba, dan alkohol. Sempurna. Itu bukan berarti aku pemakai, maksudku setiap aku mengadakan pesta di L.A selalu ada tamu yang memakai narkoba. Hei, ini Amerika. Banyak jenis narkoba yang dihalalkan. Meski untuk beberapa jenis sangat dilarang.

Jika membicarakan Los Angeles seolah tidak memiliki akhir. Kota ini sering juga disebut kota Malaikat. Jalanan selalu padat tapi tidak menimbulkan kemacetan. Juga tak ubahnya surga, kamu bisa melakukan apa saja. Jika tidak malu, kamu boleh bercinta di pinggir jalan. Kamu bebas meneriakan kata-kata kasar, dan itu tidak mengganggu siapapun. Aku punya banyak kenangan di L.A, terutama dengan para artis. Mengingat itu membangkitkan gairah mudaku.

Harusnya usia 25 tahun masihlah wajar menghabiskan malam untuk berpesta dengan para gadis. Hanya saja, aku terhalang oleh kewajiban dan tanggungjawab. Terlebih jika aku terbukti sudah menjadi ayah... ah sudahlah. Aku harus tenang.

Sekitar 40 menit, akhirnya aku sampai di tujuan. Aku ditemani Seulgi, kami berdiri di depan pintu unit 79. Dia menekan bell, berharap seseorang dengan senang hati membukakan pintu untuk kami. Namun nihil, tak seorangpun datang. Aku mendengus kesal, kusingkirkan tangan Seulgi lalu memasukan password ke lock door di bawah bell.

Arranged Marriage S1 (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang