AM 40

9.1K 1K 54
                                    

Jennie Pov

Aku mengemudikan mobil menuju apartement yang kubeli bersama Irene dan Nayeon. Kemana lagi aku harus pergi ? Tidak mungkin aku pulang ke rumah orang tuaku, mereka bisa jadi akan menyalahkanku seperti Lisa.

Rasa sakit akibat tamparanya masih membekas, namun tidak sebanding dengan luka hatiku. Aku sudah menduga dia tidak akan percaya, hanya saja bayanganku dia akan duduk manis dan bersabar mendengarkan penjelasanku. Untuk kesekian kalinya, tidak peduli berapa banyak cinta yang kuberi padanya, itu tidak cukup meyakinkan Lisa bahwa aku tidak mampu membagi hatiku.

Kesakitanku bertambah seiring kesadaran bahwa pernikahanku batal. Hahahaha, akhirnya perjodohan ini sia-sia. Sejak awal memang seharusnya tidak usah ada. Aku terus menertawakan realita hidupku, tidak lucu. Bahkan aku tidak bisa menangis, meski sesak sekali di dalam sana. Rasanya sudah terlalu banyak air mata yang kukeluarkan jauh hari sebelum Lisa tahu aku hamil. Menangis diam-diam, meratapi kegelisahanku sendiri.

Apa yang sudah kupikirkan sebenarnya ? Mengharapkan Lisa akan tersenyum manis begitu tahu aku hamil ? Sialan, aku tidak seberuntung Tiffany atau Krystal. Tadi aku pergi ke rumah sakit setelah mendapat kabar Tiffany melahirkan anak perempuan dengan selamat. Taeyeon menangis bahagia memeluk bayinya, dia tak henti-hentinya mencium kening Tiffany dan berterimakasih padanya.

Jangankan mendapat perlakuan seperti itu saat melahirkan, bahkan aku ditampar, dimaki, dan diusir begitu suamiku tahu aku mengandung. Suami ? Sialan ! Itu hanya di atas kertas.

Lagi-lagi hujan mengiringi bencanaku, dulu bencana musim gugur. Kini bencana musim semi. Aku sempat melihat Lisa mengendarai motor trailnya tanpa pengaman apapun, kecepatanya di atas rata-rata. Aku penasaran apa dia kembali ke rumah begitu hujan, atau darahnya semakin membara melepaskan hasrat hobbynya yang sudah lama ia tahan. Ya, aku melarangnya. Dia bahkan tak pernah menyentuh motornya lagi sejak aku tahu dia mengendarainya ke dalam hutan, aku memarahinya habis-habisan. Offroad dengan motor itu berbahaya, aku khawatir dia jatuh dan terluka. Sialan ! Bahkan disaat sepert ini aku masih sempat mengkhawatirkanya.

Sekali lagi kutarik nafasku dalam, dan menghembuskanya kasar. Aku sudah sampai di basemant apartement. Aku turun, tadinya hendak mengambil koperku tapi kuurungkan. Aku masih punya banyak pakaian di kamar, dan saat ini tenagaku habis. Rasa pusing menghujam kepalaku, aku lemas setengah mati, aku berusaha keras tetap membuka mata tapi itu tidak berhasil. Bahkan sekarang aku meluruhkan kakiku, membiarkan dia menyerah menopang tubuhku.

"Jennie !" Samar-samar aku mendengar seseorang meneriakan namaku.....


















Kurasakan seseorang mengusap wajahku, sekuat tenaga kubuka mataku dan mendapati Kwon Yuri dengan wajah khawatirnya. Aku berusaha keras mencari tenagaku, ingin kutepis tanganya. Tapi apa daya, aku benar-benar tidak memiliki tenaga meski melakukan hal kecil.

"Hyun ? Apa yang terjadi dengan Jennie ?"

Aku mengikuti arah pandang Yuri, dan mendapati Seohyun mebenarkan infus. Mataku beralih ke tanganku, ah jadi aku diinfus.

"Dia kelelahan, Jen jangan terlalu stress. Abaikan apapun yang menganggu pikiranmu, jangan egois. Kamu punya nyawa lain di tubuhmu yang harus kamu lindungi" omel dokter muda yang saat ini tidak mengenakan jas putihnya. Aku tersenyum kecil, ingin menjawab tapi lidahku kelu.

Aku memutuskan untuk diam dan mengamati sekitar. Ini bukan kamarku, entah kamar siapa. Aku bersyukur Tuhan mengirim seseorang untukku, paling tidak ada Yuri dan Seohyun yang tidak menuduhku seperti Lisa. Kantuk melandaku, sekali lagi aku tak kuat untuk tetap terjaga. Bedanya ini lebih nyaman dibanding tadi.






Arranged Marriage S1 (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang