AM 31

11.3K 1.2K 50
                                    

Lisa Pov

Akhir-akhir ini sikap Jennie banyak berubah. Dia tidak membiarkanku di luar area pandangnya. Bahkan, Jennie yang terkenal tidak suka memakai parfume, dua minggu ini berhasil menghabiskan parfumeku. Dia berdalih ingin aromaku menempel di tubuhnya. Tidak cukup dengan itu, tunanganku mengurus pakaianku dengan tanganya sendiri. Mencuci dan menyetrikanya sendiri. Berkali-kali aku memberinya teguran, berkali-kali pula Jennie meyakinkanku bahwa dia bahagia memberi perhatian lebih padaku.

Setelah Mr.Kim kembali ke kantor, Jennie memiliki lebih banyak waktu yang dia habiskan mengikuti kemanapun aku pergi. Tak jarang merengek minta ditemani kemanapun dia mau. Jennie menolak mentah-mentah semua orang yang kukirim untuk mewakiliku. Bahkan jika aku telat 5 menit menjemputnya, dia akan memberiku protes panjang kali lebar.

Aku tidak tahu tunanganku yang berubah atau memang seperti ini watak aslinya. Di Busan aku sempat kehilangan sikap posesifnya, tapi sekarang justru diserang dengan itu. Aku bukanya bosan, atau tidak suka, hanya saja ini hal baru dan aku perlu menyesuaikan diri. Tak jarang aku sedikit mengungkapkan kekesalanku, apalagi saat pekerjaanku belum selesai dia sudah rewel.

"Kita bisa menunda program kehamilan setelah kita menikah. Sampai kita yakin sudah siap menjadi orang tua" katanya tiba-tiba di tengah perjalanan kami menemui manajer hotelku yang berada di Havana, guna membahas pernikahan. Rencananya kami akan menggelar dua kali prosesi, pertama di Havana dengan kerabat dan orang terdekat. Lalu di Korsel dengan tamu undangan kolega kami.

"Apapun yang kamu inginkan, ambilah" kataku meraih tangannya. Aku tahu dia berusaha keras memberiku pengertian, sejak aku tahu tidak bisa memiliki keturunan. Pembahasan program kehamilan menjadi topik sensitif.

"Araseo. Sayang, ini sudah masuk bulan maret. Apa rencanamu ?" Aku melirik tunanganku, mencoba menerka apa tujuanya mengingatkanku. Oh astaga....

"Aku biasa memiliki pesta setiap kali ulang tahunku datang---"

"Kamu lupa ? Biar kutanya, 26 maret hari apa ?"

Otakku berputar, sedikit merasa stuck. Biasanya mereka tidak bekerja selemot ini, tapi mencari memori tanggal 26 maret seolah mencari jarum di tumpukan jerami. Namun secara perlahan, kenyataan pahit memberiku penglihatan. Aku bisa melihat jarum itu, kecil tapi menyilaukan. Lambat namun pasti, kenangan itu menusuk hatiku. Memberiku rasa sakit yang tidak terkira. Bagaimana bisa aku hampir lupa peringatan kematian Jannie ? Bahkan kematianya tak ubahnya kado ulang tahunku.

"Mari kita lakukan upacara sederhana. Aku ingin sahabat Jannie ikut" kataku berusaha keras menyembunyikan kesedihan.

Sejujurnya aku tidak suka menunjukan perasaanku. Jika orang lain berbohong padaku, maka aku akan menyimpanya sendiri. Jika orang lain melakukan kesalahan sampai menyakitiku, aku akan memendamnya lebih dulu. Mencari alasan di balik mereka melakukan itu. Dan jika itu dilakukan pada tahapan yang sudah menguras kesabaranku, maka aku akan meledak. Untuk saat ini, Jennie belum membuka tuas ledakanku.

Itu juga berlaku pada rasa sakit dan kesedihanku. Aku jarang berbagi hal itu, kecuali sudah tidak bisa kutahan. Sejak kematian Jannie, aku sudah terlalu banyak berbagi rasa sakit kepada semua orang di sekitarku. Dan sekarang, aku berkomitmen untuk menghentikan caraku melewati rasa sakit. Mulanya ini sulit, tapi semakin terbiasa menahan rasa sakit sendirian, itu semakin membangun benteng untuk hatiku sendiri.

Beruntungnya aku memiliki Jennie, bahkan tidak perlu membagi kesedihanku secara gamblang, dengan sendirinya dia menghiburku. Aku ibarat buku yang dengan mudah ia baca. Apa yang aku mau, tidak perlu kuungkapkan. Kadang, ada sesuatu yang tidak perlu diungkapkan tapi perlu dipahami. Dan sejauh ini, Jennie sempurna memperlakukanku seperti itu.

Arranged Marriage S1 (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang