Lisa Pov
Kuhirup oksigen sebanyak mungkin, sedikit susah mengatur nafas. Tidur nyenyakku terusik akibat beban yang menimpa area depan tubuhku. Aku mengerjap, senyumku mengembang begitu melihat Ella tidur tengkurap di dadaku. Putriku memelukku erat, seolah aku adalah tempat ternyaman.
Tapi saat aku menyadari tangan Emma juga melingkar di perutku, itu membuatku kesal. Ya aku yang bersalah atas kandasnya hubungan kami, tapi aku tidak hidup untuk masalalu. Aku memiliki hari ini dan masa depanku bersama Jennie. Tidak ada lagi alasan yang tepat untuk memikirkan ulang hubunganku dan Emma. Dia bersama orang lain, dan kini aku bersama Jennie.
Aku harus menghentikan wanita Inggris itu menggunakan putri kami untuk menahanku. Bagaimana pun juga, aku tidak mau melakukan kesalahan yang sama. Sudah tiga minggu aku di L.A, namun belum bisa membujuk Ella supaya mau pulang bersamaku ke Korea.
Jennie dan bayi di perutnya, setiap waktu memenuhi pikiranku. Sebenarnya aku ingin cepat pulang ke Korea dan membawa Ella bersamaku. Selain Ella yang tidak mau, Emma juga tidak akan mudah melepas Ella bersamaku. Kuhembuskan nafas kasar, frustasi. Posisiku sekarang cukup sulit, bahkan memikirkan langkah selanjutnya saja aku nyaris kehilangan akal.
Ada begitu banyak inisiatif, tapi memikirkan resikonya, nyaliku menciut. Aku kesulitan memejamkan mata, hingga subuh datang aku tetap terjaga. Bertahan senyaman mungkin dengan posisi yang sangat tidak nyaman. Perlahan Ella kembali ke posisinya. Aku lega, itu memudahkanku menyingkirkan tangan Emma. Pelan-pelan tanpa suara, aku beranjak. Meraih ponsel di atas nakas lalu keluar kamar.
Ternyata Seulgi juga sudah bangun, atau dia tidak tidur ? Gadis itu sedang melakukan panggilan vidio di ruang tengah. Aku menghampirinya, melihat Irene di layar, aku bergabung di layar panggilan.
"Heii Li. Kapan kaupulang ?" Sebenarnya ini pertanyaan Seulgi yang entah sudah ke berapa kali, dan kini Irene. Aku tahu selain merindukan kekasihnya, dia menegurku keras perkara Jennie.
"Sampai aku bisa membawa putriku bersamaku" jawabku santai, aku tidak bisa membaca emosi Irene.
"Itu berarti entah kapan. Tapi kau punya tanggungjawab lain yang menunggumu di Korea. Tidakkah kamu memikirkanya ?"
"Aku melakukan ribuan panggilan dan mengiriminya ribuan pesan. Tapi tidak satupun ditanggapi"
Kali ini aku ingin membela diri, lelah mengalah terus disalahkan. Padahal, jelas kan, gagasan aku memiliki sperma dan sampai menghamili perempuan tidaklah logis. Bahkan, bagaimana spermaku bisa masuk ke rahim mereka saja aku tidak bisa membayangkanya. Tidak logis, impossible, tapi ini nyata. Kuharap ini hanya mimpi, oh tidak, sejujurnya aku bahagia membayangkan aku bisa memiliki anak murni darah dagingku sendiri apalagi dengan perempuan yang kucintai. Tapi memiliki putri dari Emma ? Mimpi saja aku tidak pernah. Jangan tanyakan hatiku untuknya, baik sekarang apalagi dulu. Itu tidak pernah kuberikan.
"Ini sudah tiga minggu kamu di L.A. Kau tidak memikirkan Jennie ? Perutnya sudah terlihat buncit. Dan kalian harus menikah secepatnya. Pulanglah, nikahi dia dan setelah itu berdiskusi dengannya soal putrimu. Bagaimanapun juga, dia berhak berpendapat. Semakin lama kamu mengulur waktu, semakin Jennie terbiasa tanpamu. Kau tahu, dia bisa membesarkan anak kalian sendiri"
Tanpa menanggapi Irene aku pergi dari pandanganya. Mengambil duduk di samping Seulgi, menyalakan rokok dan berkutat dengan ponselku. Jemariku dengan lincah membuka galeri, lagi-lagi kupandangi fotoku dan Jennie. Berusaha meredakan kerinduanku. Tapi apakah aku memiliki hak merindukanya ? Setelah semua yang kulakukan. Tidak, tidak, dan tidak. Jika aku tidak berhak, maka aku akan berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan hak ku kembali.
Kalimat Irene terus berputar di kepalaku. Sekarang saja Jennie tidak meresponku sama sekali, bagaimana jika aku pulang pun dan memohon padanya, dia tetap tidak memaafkanku ? Pernikahan kami harusnya dilaksanakan dua minggu lagi. Dan sampai hari ini orang tua Jennie terus menanyakan perihal itu. Aku berbohong bahwa aku terpaksa harus ke L.A untuk urusan bisnis. Dan meminta pengertian mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arranged Marriage S1 (Completed)
RomanceWARNING !! PURE GIRL X GIRL. Rated 21+. Menikah muda tidak ada di kamus Jennie Kim. Tapi ayahnya pemilik YG Entertaiment mengharuskan Jennie menikah tahun depan dengan Lalisa Manoban, Profesor muda dari Harvard. Bisakah Jennie membatalkan perjodohan...