Lisa Pov
Satu minggu berlalu, aku menetap di rumah Jennie. Sesekali pulang sekedar bicara dengan Harry atau Amber. Tak masalah dimanapun aku tinggal selama Jennie juga berada di sana. Selama itu pula aku lebih sering menghabiskan waktu bersama Mr.Kim. Seperti saat ini, aku menemani Mr.Kim melatih kakinya dengan alat bantu Walker. Aku berdiri 5 meter darinya menunggu pria jangkung itu sampai di depanku.
"Liliyaaa, ini sulit" keluhnya dengan suara keras. Aku tersenyum, terus menyemangatinya supaya cepat mendekat padaku.
"Oh come on, Daddy pasti bisa ! Kalahkan pikiran 'aku tidak bisa'. Ayolah Dad, tidak lucukan menuntun Jennie ke Altar dengan kursi roda ?" Teriakku.
Kalimatku berhasil menyulut semangat Mr.Kim, dia berusaha keras menggerakan kakinya. Secara perlahan dia semakin dekat denganku. Tapi tiba-tiba menghentikan langkahnya.
"Apa Jendeuk sudah setuju menikah denganmu ?" Ada apa dengan nadanya ? Mengapa ikut berteriak sekarang ?
Mataku berkedip seperti orang bodoh, senyumku agak canggung. Jujur, aku tidak tahu. Tapi tidak baik meruntuhkan semangat orang sakit, jadi kukembalikan senyum cerahku.
"Siapa yang akan menolak menikahi Lalisa Manoban ?" Balasku berteriak lagi.
Kami tertawa, Mr.Kim menggeleng. Dia kembali berusaha menggerakan kakinya, beberapa saat kemudian dia sampai di depanku. Aku sontak memeluknya nyaris membuat pria ini terhuyung.
"Sorry Dad, aku tidak bisa menahan diri"
"It's okay ! Dan yah, aku terlalu bersemangat ingin segera bisa berjalan. Menuntun Jennie ke Altar !"
"Jadi terus berlatih, jangan patah semangat. Sekarang ayo istirahat, kursi itu menunggu kita"
Tanganku menunjuk meja yang di atasnya sudah ada kudapan dan dua cangkir teh. Jennie menyiapkan itu di sana, sementara dia dan Mrs.Kim memasak di dapur. Aku bisa melihat mereka melalui tembok kaca bening yang menghubungkan halaman belakang dengan dapur, kami tidak terlalu jauh dari dapur. Mungkin jika kami berteriak seperti tadi, itu akan terdengar sampai sana.
Aku membalas tatapan Jennie yang matanya tidak lepas dariku. Ini keren, katakan aku sedang bermain dengan Mr.Kim alih-alih anakku dan Jennie mengawasi kami dari sana, menyiapkan makan malam untuk kami. Aku suka rumah ini dan fungsi kenapa dapur dibuat seperti itu.
Sebenarnya desain rumah Jennie sangat artistik. Cenderung minimalis tapi tak menghilangkan sisi mewahnya. Rumah ini nyaman untukku, meski tak sebesar milikku tapi kehangatan di sini lebih terasa. Jika aku tidak memiliki banyak anak, akan percumah kubangun istana sebesar rumahku. Haruskah aku membangun rumah lagi ? Yang lebih kecil, jadi rumah akan terasa ramai meski penghuninya sedikit. Nanti harus kubahas dengan Jennie.
"Dia mirip kakaknya kan ?" Aku menoleh, mengamati ekspresi Mr.Kim. Binar matanya menunjukan kebahagiaan sekaligus kehampaan.
"Ya, mereka mirip. Tapi sangat berbeda"
"Ingat ini baik-baik Lisa. Semua yang terjadi di masalalu, tinggalkan di tempatnya. Buat Jennie bahagia, aku yakin kakaknya merestui kalian"
Dengan suka rela kupapah Mr.Kim, mendudukanya di kursi dan menyingkirkan Walker. Aku membenarkan syalnya, kemudian mengambil duduk di depanya.
"Sudah lama kita tidak membahas unnie kan ? Aku merindukanya Dad"
"Jika dia bersama kita, maka lengkap sudah hidupku. Bahkan YG sekalipun tak ada artinya untukku"
"Yah, bahkan M.H Group juga tidak berarti untukku" Kami tertawa, secara bersamaan menyesap teh. Tatapan kami jauh menerawang ke masa lalu, masa kecilku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arranged Marriage S1 (Completed)
RomanceWARNING !! PURE GIRL X GIRL. Rated 21+. Menikah muda tidak ada di kamus Jennie Kim. Tapi ayahnya pemilik YG Entertaiment mengharuskan Jennie menikah tahun depan dengan Lalisa Manoban, Profesor muda dari Harvard. Bisakah Jennie membatalkan perjodohan...