Jungkook panik.Lisa mengabarinya tadi pagi bahwa ia akan absen hari ini. Khawatir, Jungkook memutuskan untuk mengabaikan sekolah, memutar haluan menuju apartemen kekasihnya.
Sang kekasih menyambutnya dengan muram, pun gigih tak ingin menceritakan pada Jungkook apa yang terjadi. Beruntung Jaehyun mengabari Jungkook dan memberitahu semuanya.
Kemarahan Jungkook tak berhenti meluap, namun hal yang paling penting adalah menenangkan sang kekasih.
Tak ingin membuat Lisa semakin sedih, Jungkook hanya memeluknya erat tanpa memberi banyak pertanyaan. Namun dalam hati, Jungkook berjanji akan membereskan orang-orang yang sudah menjahati kekasihnya nanti.
Lantas, seharian keduanya menghabiskan waktu dengan makan, menonton, bercinta, dan tidur sampai tiba waktunya Jungkook untuk pulang karena Somi mengirimkan pesan bahwa ada insiden kecil yang terjadi di rumah.
"Apa yang terjadi?" tanya Jungkook pada Somi, sengaja mengunjungi kamar adiknya terlebih dahulu untuk mencari informasi.
"Gadis itu mendapatkan karmanya."
"Maksudmu?"
"Ada yang membalaskan perbuatannya tadi di sekolah. Saat pulang dia sudah penuh luka."
Terkejut tentu saja. Jungkook tahu tak ada yang akan menjahati Jennie. Selain Jennie adalah anak salah satu pemilik sekolah, ia juga disukai, atau ditakuti. Apapun itu, mereka enggan menyakitinya.
"Oh iya. Ini diari Lisa," sambung sang adik mengulurkan buku diari yang sempat membuat geger seisi sekolah.
"Kenapa ada padamu?"
"Ada pada Jennie sebelumnya. Aku mengambilnya saat melabraknya tadi." Dan emosi Jungkook mendidih, tak percaya dengan fakta yang baru saja dikatakan adiknya.
Ternyata Jennie dalang di balik ini semua?
Apakah gadis itu memiliki masalah dengan Lisa?
Tapi mereka tidak mengenal satu sama lain sebelumnya.
Jungkook benar-benar dipenuhi amarah ketika meninggalkan kamar Somi, mengumpat penuh emosi menuju kamarnya.
Ini tak bisa dibiarkan.
•••
"Kim Jennie!"
Jungkook dengan kasar membuka pintu kamarnya, membantingnya keras, tak peduli jika seisi rumah mendengar. Kecil kemungkinan karena kediaman Jeon yang terlampau besar.
Namun, Jungkook lah yang terdiam terkejut ketika melihat Jennie keluar dari kamar mandi, dibalut gaun tidur setengah paha yang dilapisi kimono tipis untuk menutup bagian atas tubuhnya.
Jungkook bisa melihat perban pada kedua lutut Jennie; alasan mengapa gadis itu menggunakan gaun tidur, bukan piyama tertutup yang biasa ia gunakan.
Sejenak Jungkook melupakan kemarahannya beberapa saat yang lalu sebelum memasuki kamar, apalagi saat Jennie memandangnya bingung.
Seakan tenggelam pada tatapan mata kucing gadis itu, Jungkook terdiam.
"Haruskah kau berteriak?"
Suara dingin itu menyadarkan Jungkook.
"Apa maksudmu melakukan itu?!" bentak Jungkook, emosi mulai memenuhi dadanya kembali.
"Melakukan apa?"
"Berhenti berpura-pura. Apa maksudmu mencuri diari Lisa dan membocorkannya pada satu sekolah?" lagi, bentak Jungkook kasar. Kesabarannya kini di ambang batas.
Namun, Jennie hanya terkekeh.
Gadis kejam.
"Tahu dari siapa? Bukankah kau tidak ada di sekolah hari ini?"
"Tidak perlu bertanya aku tahu dari siapa! Kau yang melakukannya, 'kan? Mengapa kau begitu jahat? Lisa tidak melakukan kesalahan apa pun padamu!"
"Dia memacari suamiku," jawab Jennie begitu polos, membuat Jungkook semakin sulit menahan emosinya.
"Apa kau gila?!"
Jennie hanya tersenyum, mengabaikan Jungkook lalu berjalan pelan mendekati ranjang. Kemudian, mendudukkan tubuhnya dengan anggun.
Melihat bagaimana Jennie seperti tak menyesali perbuatannya, Jungkook rasanya ingin menghampiri dan memaksa gadis itu mengaku.
"Tidak," ucap Jennie beberapa saat kemudian.
"Hah?"
"Aku tidak gila," sambung Jennie lagi. "Aku juga tidak melakukannya."
"Maksudmu?"
"Aku tidak mengambil diari pacarmu, apalagi membocorkannya pada seisi sekolah seperti yang baru saja kau tuduhkan."
Suara dan wajah Jennie terlampau datar, tak bisa Jungkook menebak apakah gadis itu berkata benar atau sebaliknya.
Mungkin Jennie berkata jujur. Gadis itu dingin, keji bahkan, tapi Jungkook tak pernah melihat Jennie berbohong. Jennie selalu berkata jujur sekalipun itu menyakitkan.
Tapi tidak. Jungkook menolak percaya.
"Aku tidak percaya!"
"Aku mengatakan itu bukan untuk membuatmu percaya. Aku hanya mengatakan fakta yang terjadi."
Kini, Jennie sudah membaringkan tubuhnya, menarik selimut sampai batas dadanya. Tak peduli terhadap Jungkook yang kini terdiam masih diselimuti murka, tanganya dikepal kuat, rahangnya mengeras menahan marah.
Jungkook tidak tahu harus berbuat apa. Ia tidak memiliki bukti yang kuat untuk menuduh Jennie lebih lanjut, juga tahu Jennie bukan orang yang akan mengatakan kebohongan. Ini bukan gayanya.
Jika marah atau tak suka, Jennie akan langsung mengatakannya di depan, tak peduli dengan perasaan orang lain. Sama seperti yang dulu ia lakukan pada Taeyong yang terus-terusan mengejarnya bahkan ketika Jennie berulang kali menolaknya.
A cold-hearted bitch.
Rasanya Jungkook bisa gila meladeni tingkah gadis ini.
"Aku ingin tidur. Tolong matikan lampunya," kata Jennie tiba-tiba, membuat Jungkook menghembuskan nafas kasar.
Demi Tuhan, Kim Jennie benar-benar tak punya hati. Gadis ini benar-benar membuatnya pusing.
"Dan Jungkook..."
Apa?
Jungkook menoleh, mendapati sang gadis sudah menutup matanya, bersiap untuk tidur.
"Mandilah. Aku tidak ingin tidur sambil mencium bau parfum murah."
Sial.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
Clandestine Reality
Fanfiction⚠️ 21+ Mature Content Romance, Angst & Drama Kim Jennie & Jeon Jungkook Everybody has a secret. xx