36. A Father

961 148 58
                                    

Berhari-hari Jungkook habiskan dengan penuh penyesalan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Berhari-hari Jungkook habiskan dengan penuh penyesalan.

Bukan tentang Kim Taehyung. Karena sungguh ia tak menyesal membuat lelaki jahanam itu tak sadarkan diri selama dua hari dan kini masih dalam masa pemulihan. Namun karena lagi dan lagi ia memberi luka pada Jennie yang ia deklarasikan begitu ia cintai. Somi benar. Ia tak seharusnya menyakiti orang yang ia cintai.

Maaf yang tak putus Jungkook ucapkan siang dan malam, tak kenal lelah, tak kunjung mendapat jawaban dari Jennie yang masih terbaring lemah, hanya sadarkan diri beberapa kali namun belum bisa Jungkook ajak bicara. Sudah tiga hari, dan Jungkook sudah menjerit dalam hati memohon pertolongan pada entitas apa pun yang bisa membuat Jennie cepat sehat. Apakah ini hukuman padanya yang terus saja menyakiti Jennie? Sebagian kecil kata hatinya pun seakan setuju dengan perkataan Kim Taehyung, bahwa ia harus melupakan Jennie, karena mengapa ia terus saja memberi sakit bukan bahagia yang sudah ia janji-janjikan sebelumnya?

Ia tak pernah meninggalkan ruangan tempat Jennie dirawat, menolak meninggalkan sang istri barang sedetik pun, kecuali jika ia benar-benar sudah membutuhkan kamar kecil. Ayah dan ibunya bahkan harus memaksanya keras sekadar untuk mengganti setelan jas dan kemeja yang dipenuhi lumpur dan bercak darah dengan pakaian nyaman. Pun luka di wajah dan tubuhnya hampir dibiarkan mengering sebagai hukuman atas kekejamannya pada Jennie jika saja Somi tak bersikeras mengobati.

Jungkook jarang menyentuh makanan yang sudah dibawakan oleh keluarganya. Selalu memuntahkan makanan yang dipaksakan Somi pada suapan pertama sampai-sampai ia pun harus dibantu dengan infus. Tidur pun ia tak bisa, sudah tak kenal waktu karena yang ia lakukan hanya memandangi wajah pulas Jennie, berharap gadisnya itu segera bangun dan kembali padanya.

Ia tak memedulikan sahabat-sahabatnya yang datang mengunjunginya, bahkan tak membalas satu kata pun pertanyaan Mingyu. Jungkook benar-benar ada di masa terburuknya. Dan itu karena kesalahannya sendiri.

"Sayang, bangun," lirih Jungkook, masih pada posisinya yang duduk di samping ranjang tempat Jennie berbaring, kepalanya tergeletak di ranjang yang sama, tangan memegang erat tangan Jennie. "Kata dokter kau baik-baik saja, kata dokter kau sehat dan hanya menunggu untuk bangun. Tapi mengapa lama sekali? Kau bangun sebentar tanpa menyapaku lalu kau tidur lagi. Kau tega padaku, sayang. Aku minta maaf, sungguh. Aku tak bermaksud mendorongmu, aku tak pernah ingin menyakitimu. Kumohon, bangunlah. Kembali padaku..."

Tangis kembali terurai, pedih bertambah berkali-kali lipat.

Jungkook tak tahu sudah berapa kali ia mengutuk dirinya dalam hati. Apakah ia harus kembali ke dalam kamar mandi dan memukul kepalanya sendiri sama seperti malam-malam sebelumnya kala sesal sudah tak lagi bisa dibendungnya?

"Sayang, apa kau tak sedih melihatku seperti ini? Aku begitu merindukanmu, aku menunggu Jennie-ku kembali pulih. Aku berjanji aku tak akan menyakitimu lagi. Aku hanya akan membahagiakanmu, sayang. Kumohon."

Dan pada janji yang sudah diikrarkannya untuk kesekian kalinya itu, Jungkook menunduk malu. Karena ini bukan pertama kalinya ia berjanji tak menyakiti, namun terus saja diingkarinya, terus saja ia melukai. Ini bukan pertama kali Jungkook menjanjikan kebahagiaan, namun hanya tangis dan kecewa yang selalu saja ia berikan.

Clandestine RealityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang