37. The Storm

1K 174 89
                                    

Jennie menulikan telinganya kepada setiap ocehan Rosie, tak ingin ambil hati akan semua ucapan-ucapan pedas yang juga sedikit membuatnya ikut tersinggung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jennie menulikan telinganya kepada setiap ocehan Rosie, tak ingin ambil hati akan semua ucapan-ucapan pedas yang juga sedikit membuatnya ikut tersinggung. Sumpah serapah dan kutuk telah dihadiahkan Rosie pada Jungkook yang untungnya tak ada di dalam ruangan yang sama, pulang karena Jennie memintanya.

Jungkook tak perlu mendengar betapa besar amarah Rosie yang begitu lantang disuarakan, bagaimana wajahnya yang berapi-api seakan ingin membunuh Jungkook saat ini juga. Beruntung pertemuan mereka saat Rosie datang tadi hanya sebentar, jika tidak Jennie akan melihat Jungkook meregang nyawa di tangan sahabatnya sendiri. Jangan salah, Rosie yang murka sungguh begitu menakutkan, terbukti dengan perkelahiannya dengan Lisa tempo hari.

"Lain kali jangan menahanku, Jane. Aku sungguh ingin memecahkan kepalanya mengingat apa yang sudah dia lakukan padamu," entah sudah berapa kali Rosie berkata seperti itu, tak peduli jika yang ia bicarakan adalah suami Jennie.

Jennie yang kini duduk bersandar pada kepala ranjang sambil menerima suapan demi suapan buah-buahan dari Rosie hanya merotasikan matanya, tahu jika Rosie yang sedang marah bisa bersikap begitu dramatis.

"Jungkook tidak sengaja. Kau pun bisa melihat kejadian sebenarnya. Aku di sana pada waktu yang salah, mencoba menarik Jungkook yang dikuasai adrenalin dan kemarahan. Jika dia melihatku dia akan berhenti, Chaeng," bela Jennie yang tentu saja hanya mendapat tatapan elang dari Rosie.

"Kau berteriak seperti kesetanan untuk melerai mereka, Jane. Dan Jungkook terlihat tak ada niat untuk menghentikan aksinya. Dia seperti orang kesetanan memukul membabi buta. Lagi pula, dia menghajar Taehyung Oppa, apa kau yakin dia tak akan melakukan hal seperti itu padamu? Sengaja atau tidak, itu tak bisa dibenarkan, Jane."

Jennie menghela napas, tak ingin membantah perkataan Rosie. Bukan karena ia membenarkan, karena demi Tuhan Jennie yakin Jungkook tak akan menyakitinya seperti itu, tapi karena ia tak ingin memperdebatkan hal-hal yang tak akan relevan nanti ketika Jennie melanjutkan hidupnya dengan Jungkook. Terlebih setelah apa yang sudah Jungkook janjikan sepanjang malam.

"Usai kau pulih, aku akan langsung membawamu ke Paris. Mungkin minggu depan. Aku akan mengurus kepindahan kita secepatnya. Kita akan hidup di sana, berdua. Kau bisa melanjutkan sekolah di sana. Aku bisa beralasan pada ayah untuk melanjutkan kuliah di sana sebelum mengambil alih bisnis keluarga. Ayah pasti setuju."

"Ah, ngomong-ngomong, kata Jimin Oppa, keadaan Taehyung Oppa sudah jauh lebih baik. Besok bisa pulang. Uhm, kau mau bertemu dengan Taehyung Oppa?"

Jennie tertegun sesaat, terdiam, merasa bahwa ada perasaan mengganjal untuk bertemu sang kakak. Perkelahian kakaknya dan Jungkook bukan tak berdasar, dari awal kakaknya memang sudah tak suka pada Jungkook karena perjodohan. Tapi jauh di dalam dasar hati Jennie, ada keyakinan bahwa apa yang terjadi antara kedua lelaki yang begitu dekat dengannya itu sungguh bukan hanya sekadar pertengkaran biasa.

Bagaimana keduanya saling melukai, saling melempar pukulan dan meneriakkan kata-kata umpatan dan makian. Keduanya begitu dipenuhi amarah hingga Jennie yang melihat kemarin merasa tak mengenali keduanya. Apa yang terjadi? Apakah mereka hanya sekadar melempar tatap saling benci seperti biasanya atau ada sesuatu yang belum Jennie ketahui?

Clandestine RealityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang