Dua puluh tujuh

3.9K 612 85
                                    

Tuh aku update lagii
Sebelum baca, mari vote dulu!!
Setelah itu jangan lupa komen ya, Sayang😺
Follow juga PfAu__

▬▭▬▭▬▭▬▭▬▭▬▭▬▭▬▭▬▭▬

SELAMAT MEMBACA

▬▭▬▭▬▭▬▭▬▭▬▭▬▭▬▭▬▭▬







































"Kak Aly, galak! Jangan masuk ke dalem mobil! ... hiks."

Anary menghela napas saat mendengar suara teriakan Jian dari dalam mobil. Anak itu berada di gendongan Sean, wajahnya dia sembunyikan di dada bidang laki-laki itu. Sedangkan, Sean hanya bisa mengedikkan bahu sambil berusaha membuat Jian tenang.

Jian menangis, anak kecil itu menangis gara-gara bentakan Anary tadi.

"Biarin sebentar dulu, Ry. Lo tunggu di saung yang ada di sana, ya? Kalau Jian udah tenang, nanti gue samperin ke sana."

Dengan berat, akhirnya Anary mengangguk lalu menutup pintu mobil. Dia berjalan sedikit cepat menuju saung kecil yang tidak jauh dari mobil Sean terparkir.

Anary mendudukkan badannya. Dia terseyum sambil Menatap langit-langit yang mengeluarkan air hujan.

Anary hanya duduk dan menatap air hujan yang turun begitu deras selama puluhan menit, dia tidak mengubah posisinya sama sekali. Sampai, seseorang menepuk bahunya dan membuat Anary terperanjat kaget.

"Ngelamun?" tanya Sean yang datang dengan payung hitamnya.

Anary menggeleng. "Cuma lagi liatin hujan," katanya.

Sean menyimpan payung yang di gunakannya, lalu duduk di sebelah Anary.

"Padahal, beberapa hari terakhir gak pernah hujan."

Anary mengangguk, mengiyakan kata-kata Sean. Walau sudah beberapa minggu terakhir langit selalu mendung, bukan hujan yang turun. Yang turun hanya gerimis. Ini adalah hari pertama hujan turun bukan sekedar gerimis.

"Gue suka hujan," kata Anary.

Sean menoleh sambil terkekeh. "Kayaknya, semua cewek suka hujan."

Anary tetawa pelan. "Mungkin aja. Cewek suka hujan karena banyak hal. Mungkin karena tetes yang dia bawa, mungkin karena sejuknya, mungkin karena kenangan yang ikut turun bareng hujan. Dan lagi, mungkin di bawah hujan, cewek bisa ikut nangis. Karena hujan adalah temen teramah saat nangis."

Mata Sean menatap lekat pada gadis yang berada di sampingnya. Tapi Anary sama sekali tidak menyadari jika dia sedang di pandangi oleh Sean. Dia malah sibuk menatap hujan sambil menghembuskan napasnya ke kedua telapak tangan yang dia taruh di depan mulutnya.

Tiba-tiba, Anary merasakan sebuah tangan tersampir di bahunya. Anary menoleh dan mendapati Sean yang begitu dekat dengannya.

"Sean ini ap--

"Gak usah banyak protes," potong Sean. "Udara nya dingin. Gue gak mau, ya, kalau nanti tiba-tiba lo nangis bareng langit gara-gara gue peka. Nanti bilangnya, gue biarin elo kedinginan kayak gitu."

"Lo kebanyakan baca novel romance, ya? Makanya bilang 'gak peka' kalau cewek ngusap-ngusap tangan harus di giniin?" Anary tertawa. "Padahal, di dunia nyata, gak usah kayak gitu."

"Bodo amat!" tukas Sean. "Mau di dunia nyata kek, mau di dunia novel, gue gak peduli. Lo ini sekarang lagi ada di deket gue. Deket Sean Danantya. Jadi diem aja. Karena gue gak suka liat cewek kediginan."

SEAN DANANTYA [ Tamat ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang