Chapter 10

5.1K 680 178
                                    

"..fuck," Umpat Kuroo yang masih emosi.

"Sudahlah Kuroo.. hentikan.." sahut Akaashi berusaha menenangkan Kuroo.

"Gimana gua bisa tenang!? Sedangkan adek yang seperti ini selama 1 tahun padahal gua sendiri ngga tau!! Abang macam apa gua?! Lebih baik gua kembali bergabung dengan-" Kuroo mengangkat handphonenya namun ditahan Bokuto yang mengerutkan dahi sambil menggeleng pelan berusaha mencegah Kuroo.

"Kita resmi keluar kan? Kenapa lu balik lagi? Lu mau mengulangi kejadian yang sama?" Bokuto merampas handphone Kuroo dan menggenggam nya erat.

"Tapi ini-"

"Yang penting adek sudah tenang kan? Lagipula kita sudah aman disini..sejak tuduhan itu.." Kuroo mengepalkan tangannya dan berusaha menahan amarahnya.

Kuroo menghela napas, "Baiklah baiklah!!" Aku yang berada di gendongan Kuroo terbangun setelah pembicaraan itu selesai.

"Abang..." Panggilku lirih.

"Kenapa dek?" Aku melirik ke arah tangan Tsukishima yang membawa sandwich instan. Kuroo menyeringai licik memahami apa yang ku maksud lalu perlahan mendekati Tsukishima. "Ambil!" Aku langsung menyahut sandwich itu dan Kuroo berlari.

"Kuroo!!" Teriak Tsukishima geram.

*-*-*-*

"Eh jangan pulang dulu lah!!" Cegah Bokuto berhenti di sebuah restoran di pinggir jalan sambil melamun dan keliatan lapar juga pucat.

"Heh bokuto lu jangan sampe pucat ntar jadi 'in another life' kan bahaya!!" Kuroo menurunkan ku dari gendongan nya dan menarik Bokuto, tapi Bokuto justru seperti magnet, tarik menarik antara restoran dan perut nya.

"Sandwich gua mana?" Tagih Tsukishima padaku, aku menoleh padanya dengan mulut penuh.

"Sialan,"

"Sekali doang elahh, kita udah lama ngga makan daging!" Akaashi dari kejauhan menatap Bokuto datar, seakan mengatakan hal yang sebaliknya.

"Akaashi.." tatapan Bokuto pada Akaashi layaknya memohon melalui telepati.

"Yaudah..sana masuk! Dek makan ya?" Aku mengangguk dan kemudian masuk ke dalam restoran dengan suasana Eropa didalamnya.

"Tsukishima.. uangnya tinggal berapa?" Tanya Akaashi pada Tsukishima.

"Masih sekitar 15 juta Yen [± 2 M] itu sudah sama warisan orang tua.." jelas Tsukishima sebagai pengatur keuangan keluarga.

"Adek mau pesan apa?" Aku menunjuk pada salah satu menu berupa daging BBQ over cook dengan saus diatasnya.

"Ini aja gua bang.." Sementara disisi lain, Kuroo dan Bokuto meneteskan air liur nya layaknya orang yang tidak pernah makan daging.

Dua abang-ku yang ini memang punya hobi khusus, membuat malu yang lain. Dan ketika ditanya keduanya mengangguk dan meminta menu yang sama seperti ku.

"Tsukishima?"

"Samakan saja.." Akaashi kemudian memanggil pelayan dan memesankan pesanan kami yang berakhir sama.

Drrtt~

"Dek ada yang telpon lho.." sahut Kuroo menunjuk pada handphone ku yang tergeletak di samping tanganku.

"Halo?" Ucapku mengangkat telpon dan membuka suara.

"Haloo" suara khas nya terdengar, dia Atsumu.

"Oo Atsumu.." sorot mata langsung tertuju padaku setelah mengatakan nama lawan bicara ku. "Eh-" dan buru-buru langsung ku matikan atau aku akan diinterogasi.

"Deket sama cowo?" Tanya Bokuto tersenyum licik mulai bertanya-tanya. Aku menggeleng pelan mencoba mencari alasan walaupun itu sangat sia-sia.

"Kalo lagi deket bilang aja.." Tambah Kuroo. Ia mendekatkan wajahnya dan tersenyum licik sama liciknya seperti Bokuto. Aku menoleh dan beruntung pelayan sudah datang dengan pesanan ku.

"I-itu.. bang dagingnya udah dateng!!" Sahut ku menunjuk pada pelayan itu membuat dua abang-ku yang ahli interogasi berhenti melakukannya.

"Yeuu ngehindar.." cibir Kuroo yang kubalas dengan juluran lidah.

"Btw bang, kok punya lu dagingnya lebih?" Ucap tertuju pada piring Bokuto dengan sebuah daging kecil di tepi piring.

"O iya jelas dong! Tempat langganan abang nih.." ujar Bokuto kepedean. "Nih buat adek aja.." sambungnya sambil menyuapi ku daging kecil itu.

Satu detik.. dua detik.. rasanya mulai aneh, mulai menusuk tiap inci di lidahku. Aku melirik Bokuto dan benar saja, ini hasil keisengannya. Rupanya daging kecil itu adalah cabai besar yang sengaja dipesan oleh Bokuto.

"Fuck u.. wahai abang," umpat ku menahan pedas yang berkecamuk di mulut ku. Sementara Bokuto menahan tawa disana.

*-*-*-*

"HUAAAAAA!!" Aku berteriak setelah keluar dari restoran itu, rasa pedas itu tidak mau hilang dari mulut ku. Semua ini karena Bokuto, dan dirinya justru tertawa seperti tidak punya dosa.

"Balik cepet!" Ketus Tsukishima menarik kerah seragam ku bagian belakang dan menyeret ku seperti kucing jalanan. Cukup mengesalkan melihat Bokuto tertawa didepanku sekarang.

"Wleee~" ejek Bokuto. Cengkraman Tsukishima membuat ku tidak bisa memberontak dan hanya mengacungkan jari tengah pada Bokuto atas kekesalan ku.

"Napa napa? Asik bat kayak nya.." tambah Kuroo. Bokuto menarik tangan Kuroo lalu bercerita, "Lu tau ngga, adek bego banget.. Masa cabe dimakan? Gila ngga tuh.." jelas Bokuto sambil tertawa dan membalikkan fakta jika dirinya yang sengaja melakukan ini padaku.

"Ck ck ck, yakali ga bisa bedain.. sayur yang mengandung zat capsaicin kayak gitu.." ujar Kuroo ikut menertawakan ku.

"Bacot! Kasih gua minum kek, malah diketawain.." umpat ku kesal. Bukannya aku diberi minum mereka justru terus menertawakan ku.

.
.
.

Capcaisin = zat aktif pada cabai yang menimbulkan rasa pedas dan panas.
🌶️🌶️🌶️

My 4 big brother {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang