✨PROLOG✨

666 25 0
                                    

Selamat datang di cerita barunya Author!
Semoga Suka sama ceritanya ya!
Kalau bingung, boleh baca cerita 'Seven Of Us' karena di cerita ini ada sangkut-pautnya sama cerita sebelumnya (Cerita Pertama Author)

Terima Kasih💜






Happy Reading💋

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENNYA!!!

🌼🌼🌼

Nia POV

"Papa, jangan tinggalkan Nia,"

Aku terbangun dari tidurku detik itu juga. Air mataku merembes keluar dari tempatnya begitu saja. Aku merindukan papaku yang telah lama tiada. Cinta pertamaku pergi saat aku masih menginjak bangku SMA.

"Papa, aku rindu," ujarku seraya mengusap air mataku yang jatuh.

Setelah puas menangis, aku melihat jam weker di atas nakas yang terletak di samping tempat tidurku. Ternyata sekarang masih pukul tiga pagi waktu London.

Aku menghela nafas kemudian beranjak menuju kamar mandi untuk menunaikan shalat tahajud agar perasaanku tenang.

Hampir menginjak waktu subuh aku selesai mencurahkan semua isi hatiku pada Yang Maha Kuasa. Perasaanku mulai tenang seusai mengaji. Waktu memasuki subuh, sebagai seorang muslim aku harus melaksanakan kewajibanku. 

Seusai salam, ponselku yang berada di atas nakas bergetar menandakan ada pesan masuk. Aku pun meraihnya dan melihat siapa yang mengirimi diriku pesan subuh-subuh begini.

Aku tersenyum melihat nama yang tertera di ponselku. Ternyata yang mengirimi diriku pesan adalah sahabat-sahabatku. Oh, aku jadi merindukan mereka yang berada di tanah air.

Aku tahu, di sana sekarang sudah sekitar jam setengah sepuluh pagi. Perbedaan waktu antara Jakarta dan London kadang membuatku jarang berkomunikasi dengan sahabat-sahabatku. Tapi bukan berarti kami putus kontak begitu saja.

Setelah membalas pesan singkat dan saling memberi semangat lewat pesan. Aku kembali melipat mukenah dan sajadah yang aku kenakan tadi kemudian bersiap-siap untuk memasak sarapan setelah itu ke kampus karena hari ini aku ada kelas pagi.

Menu yang aku pilih pagi ini cukup simpel. Hanya sandwich berisi sayur-sayuran dan daging. Bukan berarti aku tidak bisa memasak makanan lain. Tidak. Aku bisa memasak. Pergi ke negeri orang sendirian membuatku terbiasa mandiri. Mulai dari membersihkan apartement, mencuci pakaianku, dan memasak. Untuk membersihkan apartement dan mencuci baju sebenarnya bukan masalah besar bagiku karena waktu di Indonesia, mamaku selalu mengajarkan hal itu padaku. Tapi kalau urusan memasak, aku berusaha untuk belajar di internet.

Awalnya kakaku memberi usul untuk memesan makanan saja dari luar. Aku menolak usulannya mentah-mentah. Aku di London tidak sehari dua hari. Tapi empat tahun, bukan waktu yang singkat. Masa iya selama empat tahun aku selalu memesan makanan. Halo? Kalau begitu caranya, bisa-bisa seketika aku jatuh miskin di London.

Setelah menghabiskan dua potong sandwich dan meminum susu kemasan yang aku tuang ke dalam gelas. Aku beranjak untuk pergi ke kampus karena jam sudah menunjukkan pukul enam pagi.

Sebenarnya kelasku dimulai pukul delapan. Tapi karena aku ingin jalan-jalan terlebih dahulu, aku memutuskan untuk pergi lebih awal.

Menikmati suasana Kota London di pagi hari sambil menaiki bus sangatlah nyaman bagiku. Apa lagi sekarang sedang musim gugur. Menikmati pemandangan pohon dengan daun berwarna kuning dan orange membuat kesenangan tersendiri dalam diriku. Memang benar, bahagia seseorang itu berbeda-beda. Bahagiaku sesederhana ini.

Aku memutuskan untuk pergi ke salah satu taman yang ada di dekat kampus untuk sekedar menikmati kopi yang sempat aku beli tadi.

Suasana taman cukup ramai, banyak pengunjung yang berdatangan untuk sekedar berjalan-jalan pagi dengan pasangan dan keluarga mereka.

Aku menghela nafas pelan. Aku jadi merindukan orang rumah. Tiga tahun di London seorang diri tidaklah mudah. Meskipun aku mempunyai teman, tapi lebih enak di negara sendiri daripada di negara orang lain.

Lama aku duduk termenung di kursi taman sendirian. Aku melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiriku. Sudah pukul setengah delapan ternyata. Aku bangkit dari dudukku beranjak menuju kampus dengan berjalan kaki.

Aku hanyalah seorang mahasiswi yang tengah bingung memikirkan judul skripsi nanti. Meskipun aku belum menginjak pada fase itu, tapi lebih baik jika mulai aku persiapkan dari sekarang agar nantinya tidak keteteran.

"NIA!"

Aku menghentikan langkah saat sebuah suara memanggilku. Ternyata itu adalah temanku.

"Mau ke kelas?" tanyanya yang aku jawab dengan anggukan kepala dan senyuman.

Jangan tanya kenapa temanku ini bisa lancar Berbahasa Indonesia. Yang jelas, dia adalah orang asli Indonesia. Tapi perawakannya aja yang terlalu tampan sehingga banyak orang yang mengira dia bukan berasal dari Indonesia.

Akan aku perkenakan salah satu temanku ini. Namanya adalah Arkie. Arkie William Caesar nama lengkapnya. Kalau dia ditanya apakah dulu dia lahirnya lewat operasi caesar? Jawabannya tidak. Laki-laki ini lahir secara normal. Aneh bukan?

"Aku lelah sekali. Semalaman aku begadang ngerjain tugas dari Mr. Smith," keluhnya.

"Salah sendiri nggak kamu kerjain dari awal," cibirku.

"Aku pikir deadline tugasnya masih lama dan aku bisa mengerjakannya dengan santai. Tapi yang terjadi malah sebaliknya. Dari kemarin-kemarin aku selalu santai, dan kemarin malam aku kalang kabut," cerocosnya. Ini yang aku suka dari Arkie, laki-laki ini tak sungkan kalau berbicara dengan lawan jenis. Intinya Arkie itu orangnya blak-blakan tapi serius.

"Buat pelajaran hidup, Ar," hanya itu yang bisa aku jawab sebelum kelas di mulai.

Sebenarnya temanku masih ada satu lagi. Dia seorang perempuan. Berasal dari Indonesia juga. Bukan berarti aku tidak punya teman bule loh ya! Punya kok, aku punya banyak teman bule. Tapi selera humor orang Indonesia dan orang London itu berbeda. Makanya, kadang lebih enak ngomong sama yang udah nyambung humornya daripada bercanda sama orang yang humornya beda.

Rutinitasku sehari-hari sama saja. Bangun untuk menjalankan ibadah shalat subuh, lalu berangkat ke kampus menaiki bus, belajar hingga jam pelajaran berakhir, ke perpustakaan kampus untuk belajar dan meminjam buku jika diperlukan, dan pulang ke apartement.

Tidak ada yang istimewa. Hanya saja, setiap orang punya cara tersendiri untuk menikmati hidup. Salah satunya aku. Aku menikmati hidup dengan cara menyibukkan diriku dengan hal-hal tertentu yang aku gemari. Aku tidak tahu kapan batas akhir usiaku, yang aku tahu hanya aku harus memanfaatkan waktuku sebaik mungkin dengan cara menjadi pribadi yang baik dan penuh tanggung jawab.

Nia POV End

🌼🌼🌼

TBC

Tertanda

-Amalll

INDESTRUCTIBLE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang