31 | Papah

323 38 0
                                    


Cuman mau ngingetin jangan lupa Vote & Komen 🙂

akhir akhir ini jadi gak fokus buat nulis karena lagi banyak kesibukan di sekolah, meskipun lagi pandemi tugas sekolah juga organisasi numpuk banget( jadinya harus diberesin satu persatu. Maaf, kalau update cerita ini akan jadi lebih lambat 🙃

Sambil nunggu cerita ini up, gimana kalau kalian baca cerita Ra yang lainnya :'v Jangan lupa di cek yah! 😁

~Happy Reading~

"Menenangkan sekali saat kehadiran mu membawa begitu banyak bahagia "




Instagram : @hraa_124

      Waktu telah melewati tengah malam, tapi rasa kantuk belum juga menghampiri nya. Membuat Lea mendesah kasar seraya bangkit dari atas ranjang tidurnya. Berjalan menuju ruang tengah. Dengan menggunakan setelan piyama tidur polos warna hitam Lea memutari sofa lalu duduk disana. Menyandarkan tubuhnya sambil menatap langit-langit apartement nya.

     Entah mengapa, perasaan nya sangat tidak nyaman. Ada sesuatu yang mengganggu hati serta pikirannya. Seperti sesuatu yang sangat menyesakkan. Hingga rasanya ia tak mampu bernafas dengan normal. Lea benci keadaannya yang seperti ini. Tanpa sebab yang ia ketahui. Lea mengusap wajahnya kasar, memegang dadanya yang berdebar hebat.

     Menarik nafas dalam, menahan lalu menghembuskannya dengan perlahan. Mungkin itu adalah salah satu cara yang bisa ia lakukan. Berharap perasaan membaik . Namun, setelah beberapa menit ia mencoba. Rasanya tetap saja, sama-sama masih terasa sesak. Bahkan terasa semakin menyesakkan. Seperti sesuatu yang sangat buruk telah terjadi. Tapi apa? Dan pada siapa?. Lea tampak frustasi sendiri dengan pikirannya yang kacau.

    Sesuatu yang berbunyi dari luar tampak mengalihkan perhatiannya. Menarik rasa penasaran dalam dirinya untuk diam sejenak, mencoba mencari tahu. Ketukan serta suara bell pintu yang tampak terkesan buru-buru. Seakan mendesak seseorang untuk segera membukanya. Lea menggeram ketika suara bell tampak menggila hingga muncul rasa takut serta panik akan siapa yang telah menggedor gedor pintu apartment nya dengan keras. Ia langsung bangkit dan berlari kecil menuju pintu. Sedikit mengintip darisana. Setelah itu ia langsung membuka pintu tanpa ragu.

    Seorang laki-laki bertubuh tegap berdiri tepat didepan pintu dengan air muka yang panik. Tentu saja Lea kenal dengannya. Dia adalah Jeff, salah satu anak buah dari ayahnya.

"Ada apa? "Lea mendongak untuk bisa menatapnya.

"Nona, anda harus ikut dengan saya! Tuan mengalami kecelakaan dan sekarang tengah mengalami koma di rumah sakit, "

Seketika Lea mematung, tubuhnya kaku dengan tungkai kaki yang terasa lemas. Debaran jantung semakin menyesakkan dada.

    Tanpa menunggu lebih lama, Lea segera masuk kedalam apartement untuk mengambil beberapa barang pentingnya. Tanpa mengganti pakaian nya lebih dulu, Lea langsung pergi bersama dengan Jeff. Melesat cepat menggunakan mobil pribadi nya.

    Sepanjang perjalanan, Lea bergerak gelisah dalam duduknya. Perasaan khawatir terus menghantui nya sepanjang jalan. Matanya sempat melirik Jeff yang berada Disamping nya, mengemudi dengan kecepatan sedang . Tampak lebih tenang daripada sebelumnya. Lea mengeratkan pegangan nya pada sabuk pengaman. Hingga membuat telapak tangannya berkeringat.

"Sebenarnya Papah kenapa? Kok bisa kecelakaan?, " Tanya Lea.

Jeff menoleh sekilas pada Lea, "Ceritanya cukup panjang nona, nanti bisa nona lihat sendiri "

   Lea menghela nafas kasar, lagi lagi ia tak mendapatkan jawaban atas pertanyaan nya. Sudah banyak sekali pertanyaan yang muncul dalam benaknya. Pertanyaan yang terus bermunculan tanpa tau harus pada siapa ia bertanya. Membuatnya dengan sekuat tenaga untuk tetap bungkam, meski nyatanya banyak kalimat yang tertahan di tenggorokannya.

▪▪▪

    Hening. Tak ada kata apapun yang terucap. Bahkan suara melodi piano yang mengalun merdu pun tak mampu memecah keheningan yang terjadi disana.

Lea menatap tajam seseorang dihadapannya. Dadanya terasa bergemuruh menahan sesuatu yang seperti bom. Siap meledak kapan pun itu. Padahal seseorang yang ia tatap tampak biasa saja. Tak terintimidasi sama sekali.

    Kecewa adalah satu dari kesekian kata yang bisa menggambarkan rasa sakit yang ada di hatinya. Bukan tanpa alasan, Lea merasa seperti itu. Saat Jeff datang ke apartment nya dengan wajah panik bukan main dan membawa berita buruknya untuknya. Membuat dunia Lea berputar tanpa henti sepanjang perjalanan. Yang mengatakan jika sang papah mengalami kecelakaan dan sekarang tengah koma di rumah sakit. Yang nyatanya itu hanya kebohongan besar.

    Jin-young tampak baik-baik saja. Sehat dan bugar. Duduk manis diatas kursi di depan meja makan. Dengan hiasan restoran yang tampak dibuat nyaman dengan desain minimalis yang mengusung tema retro. Sengaja, jin-young menyewa restoran itu. Hanya agar bisa bertemu dengan Lea, putri satu-satunya.

"Apakah ini lucu? " Lea bertanya dengan nada datarnya. Berusaha tidak terpancing amarah.

Jin-young tampak terdiam sebentar, menyesap minumannya singkat sebelum menjawab pertanyaan dari Lea. "Tidak ada sesuatu yang lucu untuk bisa dikatakan lucu, "

"Lalu? "

"Papah hanya ingin mengobrol dengan putri papah, apa salah? "

Lea terbelalak tak percaya , "Tidak ada yang salah dengan itu, tapi apa perlu memakai cara yang seperti ini? "

"Jika tidak seperti ini, harus pakai cara apalagi agar Papah bisa bertemu dengan kamu? " Jin-young menatap dalam ke arah Lea. Membuat nya memalingkan wajah, enggan menatapnya balik.

"Ini adalah cara paling bodoh yang Lea tau, " Sarkas, jin-young tidak menyangka jika Lea bisa bicara sekasar itu padanya.

    Tidak ada yang salah dengannya, hanya saja caranya terbilang sangat konyol. Lea tidak menyukai nya. Cara yang sangat kekanak-kanakan sekali. Bukankah Papah nya adalah pembisnis yang hebat? Lalu apa ini? Ia sampai tidak menyangka jika yang tengah bersama dengannya adalah seorang Lee Jin-young, papahnya sendiri.

     Mungkin Jin-young terhenyak saat Lea mengatakan kalimat nya yang kasar. Yang bisa ia lakukan saat ini hanyalah meredam emosi dan juga berusaha meredam kebencian dari putrinya. Tatapan mata yang dalam serta sorot mata yang terkesan sedih terarah pada Lea. Berharap perempuan itu mau menatapnya balik. Jin-young tau, dalam hal ini dirinya yang bersalah. Membiarkan Lea begitu saja didunia luar. Tanpa pengawasan nya dan tanpa perhatiannya. Dan sekarang ia menyesalinya. Ingin rasanya ia berlari dan memeluk putri yang sangat ia cintai begitu dalam. Namun seakan terhalang pagar tembok yang kokoh, Lea menolaknya.

"Dara, setelah pertemuan ini Papa harap kamu bisa bahagia " Jin-young menatap hidangan yang tersaji dihadapannya dengan tatapan kosong. Kalimat nya sedikit bergetar. "Dara, Pa-papah sakit "

Tak aja jawaban dari sebrang. Lea masih duduk diam dengan wajah yang mengarah kesamping. Masih enggan untuk menatap Jin-young. Mendengarkan dengan baik ucapan demi ucapan yang dilontarkan oleh Papahnya.

"Sakit? "

"Ya Dara, papah sakit"

   Perlahan Lea melunak, ia mulai menatap Papahnya. Meskipun hanya sekedar menatap dan mendengarkan apa yang akan diucapkan nya. Kalimat demi kalimat meluncurkan bebas dari mulut. Terkadang Lea terbelalak karena mendengarkan kalimatnya yang penuh dengan kejutan . Malam ini, hanya akan ada dirinya dan suara-suara papahnya. Malam yang sedikit panjang dan menyesakkan. Mungkin setelah nya akan ada banyak hal yang berubah. Dan banyak hal yang akan banyak berdamai.


TBC 🔜

Senandika Luka [Lengkap] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang