14 : Tak mengerti.

914 47 0
                                    

'Entah karena apa, yang jelas saat masalah datang yang pertama kali aku ingat itu nama mu. '

-
-
-

"Nath, lo kenapa manggil Lea kesini? Ini bukan masalah dia, " Satya menatap Nathan.

      Setelah meninggalkan Budi dan Lea dikamar Nathan, mereka berdua memutuskan untuk bersantai diruang tamu. Sekedar menenangkan diri mereka dari kejadian yang baru saja terjadi.

"Gue tahu, gue cuman nyoba buat bantu Budi. Lea itu mahasiswi Psikologi, dia lebih tau caranya bertindak dan mungkin lebih mengerti gimana perasaan cewek. " Tutur Nathan.

"Ini bukan ranah nya dia Nathan! Dia cuman mahasiswi tingkat pertama, dia belum sehebat itu! " Satya meremas rambutnya kasar. Sudahlah, berdebat disaat saat seperti ini hanya akan menguras emosi nya saja.

"Lo jangan terus emosi Sat, mikir dengan kepala dingin. Mungkin buat sekarang lo belum ngerti maksud gue apa, tapi nanti lo akan ngerti dan paham kenapa gue manggil Lea kesini, "

"Terserah lo, " Satya melenggang pergi darisana menuju halaman belakang rumah Nathan. Tempat yang cocok untuk menenangkan diri.

     ***


 

    Lea menuruni anak tangga satu persatu, diikuti oleh Budi dibelakangnya. Nathan yang masih berada diruang tamu pun langsung menengok kearah mereka berdua.

"Udah Lea? " Nathan berjalan mendekati Lea dan Budi.

"Udah kak, kebetulan aku lagi ada janji sama seseorang. Jadi gak bisa lama, " Ucap Lea.

"Kak Budi, nanti Lea kabari tentang gimana-gimana nya. Yang penting kakak jangan menghindar kalau dihubungi sama dia, " Sambung Lea menatap Budi dengan senyum yang menenangkan.

"Iya, thanks yah udah mau bantu"

"Iya kak, "

"Mau gue anter? " Ucap Nathan yang menawarkan diri.

"Gak usah kak, Lea bisa sendiri"

"Yaudah, hati-hati yah"

"Kalau gitu Lea permisi kak, " Lea tersenyum sebelum akhirnya pergi dari sana. Meninggalkan kediaman Nathan dengan terburu-buru.

"Gimana? " Tanya Nathan pada Budi.

Budi memilih untuk duduk terlebih dahulu, sebelum menjawab pertanyaan dari Nathan. "Yang masih gue pikirin itu tentang gimana reaksi bokap sama nyokap gue, "

"Seenggaknya lo coba bilang dulu, urusan reaksi dari mereka itu belakangan. Daripada nanti mereka tau dari orang lain kan itu lebih bahaya. "

"Tau lah gue pusing, "

"Lo yang bikin masalah, " Cibir Nathan.

"Gak usah ngehujat dulu. Gue capek, pusing plus sakit juga gara-gara lo tonjokin " Budi menyandarkan tubuh nya ke sofa. Merilekskan tubuhnya agar nyaman bersandar di sana. "Btw, Satya mana? Udah balik? "

"Dia dibelakang daritadi, mungkin masih emosi. Biarin dia sendiri dulu,"

"Siapa juga yang mau nyamperin dia, mending gue disini tidur"

    Mendengar nya Nathan mencibir, dia hanya sekedar memberi tahu saja. Akhirnya Nathan juga memilih untuk menyandarkan tubuhnya. Menatap langit-langit ruang tamu yang berwarna putih bersih itu.
"Lo kenapa bisa sampe berbuat gitu? Gue tahu, se fuckboy fuckboy nya lo. Lo gak punya niatan buat ngerusak cewek, "

"Ck! Udah gue bilang, gue gak sadar . Itu kecelakaan. Gue juga gak tau kenapa bisa kayak gitu. Pokoknya waktu itu gue ke club buat main-main doang, tau-taunya gue mabuk. Gue gak inget apa-apa lagi. " Tutur Budi dengan mata yang tertutup.

"Lo masih suka ke club? " Tanya Nathan memalingkan wajahnya menatap Budi dari samping.

"Iya, "

"Lo sendiri? "

"Kadang sama Satya. Tapi tuh anak susah diajak. Kalau dia lagi stress baru bisa diajak"

    Nathan ber'oh' saja. Ia kembali menatap Langit-langit rumahnya. Seperti warna putih itu lebih menarik daripada wajah Budi. Tentu saja.


______________________________
__________

Jangan lupa follow my Instagram 👌
Vote & Comment ❤

Senandika Luka [Lengkap] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang