°Chapter 13

63 10 0
                                    

"Anak setan melamun aja!" Arhab berteriak tepat di lubang telinga Cakra, membuat cowok yang sedari tadi termenung itu meringis sambil menutup daun telinganya.

"Ck, anjir! Kuping gue bisa bolong kalo lo tereak-tereak gak ada adab," tukas Cakra kesal dengan tingkah Arhab yang selalu saja berteriak tidak jelas.

"Kuping lo emang udah bolong, Bambang." Arhab menjawab--masih setia dengan teriakan nyaringnya.

Cakra tak menghiraukan jawaban Arhab, ia lebih memilih untuk membuka buku yang sempat ia comot dari perpustakaan tadi. Lebih tepatnya diam-diam ia selipkan ke dalam bajunya tanpa sepengetahuan sang penjaga perpustakaan.

Arhab yang baru saja mengambil bungkusan ciloknya dari abang gerobak yang sejak tadi bertengger di belakangnya pun menaikkan alisnya heran.

"Jiahahahaha! Tumben amat lo buka buku," ejek Arhab disertai tawa yang jelas-jelas merendahkan Cakra.

"Serah," jawab Cakra tak berselera. Kali ini ia sama sekali tidak ingin bercanda. Sebab, ada sesuatu yang benar-benar mengganggunya sejak bertemu Sasa di perpustakaan.

Cewek itu membawa sedikit kejanggalan di hati Cakra--mengenai jaket yang dikembalikan bukan padanya, melainkan pada saudara kembarnya.

"Lo kenapa sih? Gue perhatiin sejak balik dari perpus, muka lo kusut amat. Abis liat hantu?"

Cakra mendengkus kesal. "Gak."

"Tuh, kan. Lo aja gak pernah ngomong seirit ini, Junaedi." Arhab duduk di gundukan batu yang ada di depan Cakra. "Mumpung cuma kita berdua di sini, coba lo cerita deh sama gue."

Memang, saat ini mereka hanya berdua di area terluar sekolah. Deren tidak ikut karena cowok itu tiba-tiba saja terserang sakit perut dan harus terpaksa bermukim ke toilet terlebih dahulu.

Namun, Cakra hanya mengerutkan alisnya menatap Arhab. "Mulut mercon lo gak bisa jaga rahasia."

Refleks Arhab menggigit lidahnya, lalu terkekeh pelan.

"Tapi seenggaknya, yang ngeganjel di hati lo bisa hilang dikitlah. Gue pernah baca artikel, katanya kalo orang suka mendam masalah dan gak mau cerita umurnya bakalan pendek. Lo tau pendek kan? Shot--sroot."

" Short " Cakra membenarkan.

"Ahk! Itulah pokoknya," celoteh Arhab heboh sendiri, lalu kembali beralih pada Cakra yang sudah memijat pangkal hidungnya akibat tingkah sohibnya itu yang bisa dikata cukup 'memalukan' baginya.

"Lo mau gitu, Cak?"

Cakra menghela napas panjang.

"Ya, enggak lah."

Sepertinya Cakra termakan dengan kata 'artikel' yang dikemukakan oleh Arhab tadi.

"Lo inget waktu itu gue bilang mau pulang bareng si cewek glowing itu kan?" tanya Cakra, dia mulai serius bercerita.

"Ah, iya. Gue inget yang pas ujan itu kan? Kenapa emang?" tanya Arhab antusias sembari mengunyah ciloknya.

Sebenarnya waktu itu Arhab dan Deren tidak sempat mengejar keduanya karena hujan semakin deras dan Deren mengatakan kalau dia takut tergelincir di aspal. Alhasil, mereka pun kembali ke sekolah dan berteduh di halte bus hingga hujan berhenti.

"Pas gue mau anter dia, gue kasih jaket buat dia biar gak kehujanan. Gue lupa ambil lagi itu jaket pas sampe rumahnya--"

Cakra menghentikan ceritanya. Rautnya kembali tertekuk, membuat Arhab menghentikan rahangnya yang tengah asik mengunyah.

"Terus?" tanyanya masih menunggu kelanjutan dari cerita Cakra yang bisa ia simpulkan sangat klise.

"Besoknya pas di rumah, si Candra ngasih jaket itu ke gue."

My Boy is a Hacker (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang