Di malam yang sunyi nan gelap ini, Sasa duduk di kursi yang tersedia di balkon kamarnya. Dagunya menempel pada permukaan logam yang dingin. Semilir angin malam pun menerpa kulitnya dengan lembut.
Iris coklat indahnya memandang jauh ke atas langit yang dipenuhi oleh bintang-bintang. Cewek itu sedang duduk sambil melamun, seolah memikirkan sesuatu.
Pria misterius itu siapa ya? Kenapa dia ngomong gitu tentang papah? batin Sasa. Perasaannya bercampur aduk memikirkan semua kalimat yang dilontarkan oleh pria yang menemuinya di taman hiburan waktu itu.
Sasa mengalihkan pandangannya ke bawah ketika pagar rumahnya terdengar mendesing. Cewek itu sedikit mengerutkan alisnya saat mendapati kedua orang tuanya yang baru saja pulang kerja.
"Tumben pulang cepet. Kesambet apa tuh?" Sasa terlihat muak dengan tingkah orang tuanya yang jarang di rumah.
Sementara itu, Andin baru saja keluar dari mobil sambil menenteng plastik berisi makanan. Dia melenggang dengan sedikit senyuman. Kakinya menaiki tiga anak tangga di beranda rumahnya. Kemudian menekan pin pada benda elektronik yang menempel di sisi pintu rumahnya.
Tit! Tit!
Ceklek
Pintu yang awalnya terkunci kini terbuka lebar. Andin pun melangkah masuk sambil memanggil Sasa.
"Sasa, ayo turun. Kita makan malam sama-sama," teriaknya sambil menuju dapur dan meletakkan beberapa kotak pizza dan makanan berat di atas meja dapur. Wanita itu sibuk mengambil piring.
Hening, Andin menoleh ke arah tangga. Belum ada kehadiran sang putri, akhirnya ia kembali memanggilnya.
"Panggil ke kamarnya langsung, Mah. Biar papah yang bawa makanannya ke meja makan." Adi menawarkan diri sembari menggulung lengan kemejanya hingga ke lengan atas.
Andin mengangguk, kemudian menaiki tangga sambil berucap, "Sasa ... ayo turun, sayang. Mamah bawa makanan kesukaan kamu."
Dari arah balkon, Sasa bisa mendengar mamahnya yang terus saja memanggilnya. Rasanya ia enggan menyahuti bahkan bertemu kedua orang tuanya. Dia mengernyit.
Makanan kesukaan? Kalian yang jarang di rumah tau apa tentang makanan kesukaanku.
Tok! Tok! Tok!
Ketukan samar pun terdengar, membuat Sasa menoleh ke belakang.
"Sayang, kamu udah tidur?" tanya Andin yang sudah berdiri di depan pintu.
Lagi-lagi tidak ada jawaban. Andin hanya menghela napas pasrah. Sampai kapan mereka akan seperti ini? Andin sadar sepenuhnya bahwa putrinya ini seperti membuat tembok penghalang di antara mereka. Namun, ia atau suami tidak punya waktu untuk sekedar meluruskan kesalahpahaman yang ada.
Menyerah, Andin mengambil langkah mundur. Di saat Andin hendak pergi, tiba-tiba pintu kamar Sasa terbuka.
"Belum, Mah." Sasa menjawab tanpa senyuman. Terpaksa ia keluar karena ingin menanyakan perihal orang misterius itu kepada orang tuanya. Hanya itu saja.
Andin tersenyum tipis. "Ayo," ajaknya kemudian.
Sasa pun segera turun ke bawah, mengikuti Andin setelah ia menutup pintu kamarnya. Mereka menuruni tangga dan menghampiri Adi yang sudah duduk di ruang makan.
Sasa sedikit tersenyum karena mereka bisa makan malam bersama, namun tidak ada kepuasan yang ia rasakan meski kedua orang tuanya pulang dengan cepat hari ini.
"Sini sayang," ujar Andin yang baru saja duduk di kursi dan menepuk-nepuk kursi di sebelahnya.
Sasa pun duduk dan menyantap makanannya yang sudah disediakan oleh papahnya tadi. Dalam sekejap, mereka sudah menyantap makanan masing-masing tanpa ada suara. Terkecuali suara sendok dan garpu yang saling beradu di atas piring.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boy is a Hacker (Completed)
Teen Fiction[Sudah terbit di Laskar Publisher, novel masih bisa di pesan lewat Shopee, link ada di bio profil.] Ini bukan kisah cinta biasa. Ini adalah kisah cinta Clarissa Nazela Askara, gadis berparas cantik yang menderita kleptomania. Tentang Candra Clovis B...