°Chapter 22

44 11 0
                                    

"Kami pulang."

Suara Andin menggema di rumah besar yang sepi itu.

Orang tua Sasa baru saja pulang Jam menunjukkan pukul 22.30 malam. Mereka sudah terbiasa pulang larut malam seperti ini.

"Sasa ... Kami pulang," ujar Andin yang lagi-lagi tak mendapat jawaban dari putrinya.

Biasanya di jam ini Sasa masih suka menonton TV di ruang tengah atau sedang di dapur, sekedar untuk membuat coklat panas kesukaannya. Namun, malam ini tidak. Rumah itu begitu sepi. Tidak biasanya.

"Ah, mungkin Sasa sudah tidur," gumam Andin berpikir positif.

"Papa ke kamar dulu ya, Mah," ucap Adi sambil meregangkan ototnya yang terasa kaku.

Andin hanya mengangguk saja sebagai respon. Wanita itu berniat ke kamar Sasa untuk memastikan apakah putrinya sudah tidur atau belum.

Saat sudah sampai di kamar putrinya, Andin memutar knop pintu yang kebetulan tidak dikunci. Ketika pintu terbuka, seketika tubuhnya membeku. Matanya pun terbelalak.

"SASA!" jerit Andin  dengan air mata yang mulai jatuh berdesakan. Secepat kilat ia menghampiri Sasa sambil meneriakkan nama suaminya berkali-kali, membuat Adi yang baru saja akan merebahkan tubuhnya, terkejut.

"Ada apa mah?" tanya Adi yang baru tiba di ambang pintu. Tatapannya membeku saat melihat Sasa yang tidak sadarkan diri di sana.

"Pah, ayo cepet bawa Sasa ke rumah sakit. Ayo Pah!" pinta Andin yang sedari tadi masih menangis. Marah, sedih, khawatir. Semuanya bercampur aduk di dalam hati wanita itu.

"Minta pak jono siapin mobil, Mah!" Adi segera mengangkat dan membopong tubuh mungil Sasa. Andin pun langsung bergegas--berlari meminta pak jono menyiapkan mobil.

Andin segera membuka pintu penumpang dan masuk terlebih dahulu.

"Pak, tolong jaga rumah. Kami pergi dulu," ucap Adi setelah memasukkan Sasa ke dalam mobil.

"Baik, Tuan," jawab Pak Jono sopan seraya menutup pintu mobil. Adi pun lamgsung menginjak pedal dan melaju dengan kecepatan tinggi.

"Ya ampun, kenapa kamu bisa seperti ini, sayang?" gumam Andin mengusap kepala Sasa lembut, diiringi deraian air mata yang terus mengalir.

***

"Janji ya, aku boleh ambil apa aja!" ucap Sasa sedikit berteriak karena mereka sedang di jalan.

"Iya, janji."

"Beneran loh ya?"

"IYA, CLARISSA NAZELA ASKARA KAMU BOLEH AMBIL APA AJA. SEMUANYA MILIK KAMU. SEMUA ITU PUNYA KAMU, JADI KAMU BOLEH AMBIL APAPUN! APAPUN!" pungkas Reand yang sudah berteriak, agar sasa bisa mendengar suaranya.

Sasa tersenyum senang, lalu ia memeluk erat pinggang sang Kakak—Reand.

Mereka akan pergi ke mall, tetapi di tengah jalan, Reand menghentikan motornya. Dia turun untuk membantu seorang nenek menyebrangi jalan.

Baik bener sih, kak.  batin Sasa tersenyum bangga.

Sasa melambaikan tangan saat melihat Reand kembali. Dia juga melambaikan tangan pada Sasa. Namun, waktu berjalan begitu cepat. Dari kejauhan Sasa melihat sebuah mobil dengan kecepatan tinggi menghantam keras tubuh Reand. Klaksonnya mendenting kuat.

TINNNN!!!

CKITTTT!!!

BRAKKK!!!

My Boy is a Hacker (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang