°Chapter 35

46 7 0
                                    

Dua mata elang itu tampak fokus memandangi layar tablet berisi sebuah rekaman CCTV aktif yang terakses pada tabletnya. Dari tempat duduknya, Candra terlihat Gelisah. Dia tengah mengamati Cakra yang berada di rumah Sasa.

"Ngapain nih bocah masuk ke rumah Sasa?  Mana rumahnya sepi begini lagi, brengsek."

Bantalan kursi yang berada di samping tempat duduknya menjadi sasaran pelampiasan emosinya sendiri. Genggaman pada tablet tersebut semakin kuat.
Candra marah melihat Cakra yang berada di dalam rumah Sasa. Dia terus memerhatikan gerak-gerik Cakra yang sedang melangkah menuju dapur. Beberapa saat berikutnya, ia melihat Sasa turun dari tangga dan pergi ke dapur juga. Entah apa yang mereka lakukan di sana, tetapi Candra cukup yakin bahwa saudara kembarnya itu pasti tengah memasak untuk Sasa.

“Dia gendong Sasa ya,” ucap Candra di saat melihat Cakra menggendong Sasa menuju kamar.

Cowok itu menahan napas, berharap semoga Cakra tidak melakukan hal bodoh ketika di dalam kamar Sasa. Untungnya harapannya terkabul. Di menit berikutnya Cakra pun keluar dari kamar Sasa dan hal itu membuat Candra menghela napas.

***

Sebuah musik pop dari penyanyi Rizky Febrian mendominasi suasana kafe yang terletak tepat di simpang empat di kota ini.

Adi dan Andin menikmati makanan yang mereka pesan sembari mendengarkan lagu yang dinyanyikan secara live oleh sebuah band di kafe tersebut.

"Pah, kalau kita ke sini berdua kayak masih muda aja," bisik Andin pada suaminya yang sedang menyantap steak daging dengan khidmat.

"Haha, mamah, gak apa-apa kali. Emangnya anak muda aja yang bisa pacaran di kafe kayak gini, kita jangan mau kalah dong."

Sepasang suami istri itu asyik bersenda gurau dan terlihat bahagia bersama. Sebuah keharmonisan dalam rumah tangga yang harus selalu terbangun di antara keduanya.

Setelah hampir satu jam mereka berada di kafe tersebut mereka pun segera pergi. Adi menuju meja kasir untuk membayar makanan yang mereka pesan tadi, sementara Andin keluar dari kafe dan menuju mobil mereka.
Tak jauh dari mobilnya. Andin melihat seorang anak laki-laki memikul sebuah karung berisi sampah-sampah yang ia pungut. Karena merasa kasihan Andin berniat menghampiri anak itu untuk memberikannya sedikit uang. Anak itu menyebrangi jalan tepat saat lampu lalu lintas berwarna hijau. Andin pun mengejar anak tersebut. Andin melangkah ke jalan yang sedang sepi karena semua pengendara berhenti di garis lalu lintas.

Tiba-tiba sebuah mobil melesat hampir menabrak dirinya, jika saja Adi tidak segera menarik dirinya ke belakang.

“Hei, kamu. Turun!" Adi meneriaki orang yang mengendarai mobil itu, namun sang pengemudi mobil tidak turun untuk minta maaf atau memberikan pertanggungjawaban.

Parahnya lagi, si pengemudi pergi begitu saja.
Andin memperhatikan plat mobil tersebut. Dia sepertinya pernah melihatnya. Seketika ia ingat itu adalah mobilnya Hendra.

"Pah, itu mobilnya Hendra," ujar Andin pada suaminya.

"Yang bener?" tanya Adi meminta kejelasan dari apa yang diucapkan oleh istrinya.

"Iya. Mamah ingat platnya." Mata Andin terlihat memerah karena masih shock.

"Tenangkan diri kamu, Mah. Sekarang kita kejar mobil itu." Adi berusaha tenang, meskipun ia sangat emosi.

Saat mereka telah masuk ke dalam mobil, dengan segera Adi menancap gas untuk mengejar mobil Hendra. Dengan kecepatan 80 Km/jam. Mereka berhasil mengejar mobil Hendra, namun saat di persimpangan lampu lalu lintas mendadak berubah menjadi merah. Mobil Adi terhenti di persimpangan tersebut, sedangkan mobil Hendra menerobos lampu. merah.

***

Hari yang sangat berat untuk dijalani bagi Sasa. Lampu kamar mati, kain gorden tertutup, serta suhu AC yang rendah pun menambah kesuraman hatinya saat ini. Lelahnya menangis membuat matanya terlelap.
Suara dering ponsel pun mengusik telinganya. Dengan terpaksa kelopak matanya terbuka. Tangan kanannya meraba di tempat tidur untuk mencari keberadaan ponselnya. Sasa melebarkan matanya ketika mendapati satu panggilan tak terjawab dari kontak yang bertuliskan Vis. Satu pesan pun masuk.

Vis: Lo baik baik aja?

Sasa: Orang yang bisanya ngomong di chat doang gak punya hak tau kalau gue baik-baik aja apa enggak.

Vis: Gue ada di situ kok, Sa. Suatu saat nanti, lo bakalan tau siapa gue.

Vis: Lo harus lawan mereka yang bully lo.

Sasa tidak membalas chat dari Vis lagi. Dia merasa jengah. Oleh karena itu, ia pun kembali memejamkan mata. Namun, sebuah notifikasi masuk. Berbeda dengan Vis yang menghubunginya lewat aplikasi hijau, notifikasi ini muncul dari satu aplikasi perjodohan yang masih terinstall di ponselnya. Pick love.

Cakra: Udah bangun?

Saat ini Sasa merasa bersalah atas segala perbuatannya pada Cakra yang kurang menyenangkan. Bahkan cowok itu sampai repot-repot membawanya masuk ke dalam kamar. Sasa ingin membuka sedikit hati untuknya.

Sasa: Udah

Sasa: Btw makasih atas hidangannya dan bawa gue ke kamar.

Cakra: Iya, boo.

Dari balik sana, Cakra tersenyum lega. Pikirannya saat ini hanya tentang Sasa dan kebahagiaan Sasa. Dia takut jika cewek itu merasa semakin terpuruk atas sanksi sosial yang terjadi kepadanya. Terlebih, dalang pembullyan ini adalah Dea. Cakra pikir, cewek cabe itu mengganggu Sasa karena dirinya.

Cakra: Gue gak bakal biarin lo kesepian, Sa.

Tangan kiri Cakra terus mengaduk segelas milk shake sembari membaca pesan Sasa dari aplikasi.

Setelah dari rumah Sasa, ia bingung mau ke mana. Akhirnya ia pun memutuskan untuk pergi ke kafe yang tidak jauh dari kompleks rumah Sasa berada.
Sebuah notifikasi muncul lagi di layar utama ponselnya. Cakra membacanya dan langsung membalasnya.

Sasa: Kenapa lo masih perhatian sama gue setelah tau kebiasaan buruk gue?

Sasa: Gue kriminal, Cakra.

Cakra: Enggak ada manusia yang sempurna, boo. Semua orang pasti pernah melakukan kesalahan dan itu gak membuat gue berhenti untuk suka sama lo.

Cakra: Untuk saat ini, biarin gue ngelindungin lo dan menjaga lo.

Sementara itu, Sasa yang yang sudah tengkurap sembari memandangi layar ponselnya pun tersenyum tipis. Di satu sisi ia merasa bersyukur karena di saat seperti ini, ternyata masih ada orang yang berpihak padanya. Contohnya Sherly … dan juga Cakra.

Sasa: Makasih banget, Cakra.

Sasa: Maaf juga atas segala perbuatan gue yang kurang baik sama lo, tapi untuk saat ini gue mau sendiri dulu.

Setelah membaca pesan yang dikirimkan oleh Sasa, Cakra pun tidak membalasnya lagi. dia akan berusaha mengerti. Cakra pun sadar bahwa ia tidak bisa memaksakan Sasa dengan segala dukungan yang ia miliki.

Cakra pun mematikan ponselnya dan melihat gelas milk shake miliknya yang sudah tandas. Lalu ia beranjak pergi keluar dari kafe. Sekarang ia butuh tempat pelampiasan atau lebih tepatnya teman curhat. Oleh karena itu, ia pun membuka group chat miliknya.

TIM PAHIT GARAM

Cakra: KALIAN DI MANA?

Arhab: CAPSLOCK JOMBLO

Deren: Jebol hei

Deren: Gue lagi di rumah Arhab. Lo ke sini aja dah. Ada sepupunya juga. Bening banget, Cak. Gak kayak si Arhab yang buriq.

Arhab: HAHAHAHA! SIALAN LO ONTA.

Cakra: Bacot

Cakra pun menyelipkan . ponselnya ke dalam saku, lantas segera keluar dari kafe tersebut. Kemudian bergegas menuju rumah Arhab.

My Boy is a Hacker (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang