°Chapter 32

36 6 0
                                    

Di dalam ruang kerja itu terdapat dua orang yang tengah berbincang ringan namun terdapat keseriusan dan dendam di antaranya. Radit duduk sambil memasang wajah piciknya.

"Kedua pria brengsek itu telah membunuh Lianaku," ucapnya dengan tangan terkepal kuat.
Refan yang menyandarkan punggungnya pada dinding ruangan hanya memasang ekspresi datar sembari mendengar ocehan papahnya.

"Harusnya Liana bahagia bersamaku."

***

Gelak tawa terdengar memecah keheningan kantin. Adi, cowok berpakaian olahraga itu masih tertawa saja bahkan setelah minuman yang ia pesan tiba.

"Seriusan? Jadi kamu kena marah sama emak-emak?" tanya Adi masih dengan tawa jenakanya.

"Iya, bro. Kemarin gue lagi jalan pulang nih, terus gak sengaja nemuin dompet di jalan komplek. Niat gue buka tuh dompet, mau nyari KTP buat liat alamatnya."

Radit menyambar segelas air di meja, lantas membasahi tenggorokannya yang kering.

"Eh! Tiba-tiba dari belakang dateng emak-emak jewer kuping gue pake bawa-bawa sapu segala lagi. Malu banget gue," lanjutnya.

Hendra yang notabene pendiam, cool, dan cuek hanya tersenyum simpul. Beda dengan Adi yang tidak berhenti terbahak di depan Radit.

“Receh banget, Dit. Nih, nih! Ambil recehanku,” ujar Adi menarik tangan Radit dan memberikan uang recehan dari kembalian belanjaannya ketika ke minimarket.

"Sialan, gue bukan pengamen." Radit mendengus kesal.

"Hush, diem."Hendra memperingati, lalu menatap Radit.

"Terus gimana cara kamu bisa selamat dari ibu-ibu itu?"

"Untungnya ada orang yang liat. Dia jelasin kalo gue gak salah dan untungnya lagi ….” Radit menyeruput minuman Adi, membuat temannya itu menyentil tangannya.

“gue ganteng jadi gue maafin tuh emak."

"GAK ADA HUBUNGANNYA!" balas Adi seraya melempar kotak tisu yang ada di meja pada Radit.

Tawa mereka terhenti ketika seorang cewek melangkah anggun, lewat mereka. Rambut sebahu dengan bandana putih yang menghiasi kepalanya membuatnya terlihat bak malaikat yang turun dari surga. Senyuman manisnya pun membuat kaum adam terpana.

"Beneran si Liana cakep banget," lontar Radit tanpa sadar.

"Iya. Lisa BP aja ... lewat," timpal Adi yang lupa caranya menutup mulut.

Hendra hanya melirik sekilas dan langsung mengalihkan pandangannya tatkala Liana kepergok sedang memandanginya seraya tersenyum manis.

"Woi, Dra! Jangan diem aja kayak ayam sakit gitu," tegur Adi yang menjeplak kepala Hendra.

"Hm," gumam sambil menggidikkan bahu.

"Gue bakal pendekatan sama si Liana ah. Beneran, gue udah kepincut banget sama Liana dari jaman penjajahan dulu." Radit terus memandangi Liana tanpa berkedip.

Adi tertawa jenaka mendengarnya, sementara Hendra hanya menghela napas.
Beberapa tahun setelah lulus SMA, mereka menyibukkan diri dengan pekerjaan masing-masing, sehingga semakin sulit waktu untuk mereka berkumpul. Tapi, jika ada waktu kosong mereka pasti membuat jadwal untuk sekedar temu kangen.

"Aku bakal lamar Liana," ucap Radit suatu waktu saat mereka bertemu di sebuah kafe.

"Uhuk! Uhuk!” Adi tersendak saat sedang meminum coffee latte miliknya.

"Seriusan, Dit?!" tanyanya tidak percaya.

"Hm, serius. Sumpah, udah klepek-klepek banget sama dia. Mungkin Liana adalah perempuan yang tepat untukku. Dia akan menjadi pasangan hidup, juga ibu dari anak-anakku kelak," tutur Radit tulus dengan senyuman yang terus mengembang.

My Boy is a Hacker (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang