“Here we go, Dam.”
Setelah mendengar Candra yang mengucapkan sandi mereka, Damara segera menutup panggilannya.
"Pak, semua bukti-buktinya sudah ada di dalam file ini. Jadi saya dan teman saya ingin membagi kelompok menjadi dua agar tidak ada tersangka yang bisa kabur. Bapak harus tau bahwa ini adalah mereka pintar melakukan pembunuhan berencana, jadi kami berdua tidak ingin ada yang sampai lolos."
Damara sudah berada di kantor polisi dan ia meminta pada polisi untuk membagi diri menjadi dua kelompok. Hari ini ia dan Candra akan meringkus Radit di kediamannya dan Refan yang berada di rumah Candra.
"Baik saya bersama partner saya akan segera ke sana."
Damara pun mengangguk, ia tersenyum lega akhirnya masalah ini hampir selesai. Sebenarnya Damara kasihan sama Candra yang memiliki masalah serumit ini. Sebagai seorang sahabat, Damara akan membantunya. Bila perlu, dirinya tidak masalah kalau harus pakai nyawa sekali pun. Oke, ini terlalu lebay, tetapi ia akan melakukan sebisanya.
***
Sekitar sepuluh menit menunggu, akhirnya Candra mendapatkan Damara yang menuju ke rumahnya.
"Gimana?" tanyanya pada Damara.
"Aman. Semuanya sudah diatur sesuai rencana kita tadi. Sebagian polisi sebentar lagi nyusul kemari, jadi kita tunggu aja. Oh, iya. Ini file buktinya." Damara menyerahkan sebuah flashdisk berukuran kecil pada Candra dan tak lupa, sebelum ke rumah Candra ia membawa laptopnya.
Candra pun mengambil flashdisk itu serta laptop yang dipegang Damara sedari tadi. Damara pun langsung beranjak pergi dari sana dan langsung ke rumah Radit—Ayahnya Refan.
Candra masuk ke rumah dan menghampiri Refan, Hendra, Adi, beserta Andin di ruang keluarga. Bahkan Cakra masih berada di sana dengan raut kebingungan. Mungkin hanya dirinya yang tidak mengerti dengan situasi ini.
Tatapan mereka semua langsung tertuju pada Candra.“Cakra, tahan Refan!” perintah Candra saat Refan hendak berdiri untuk melarikan diri. Untungnya, Cakra memiliki refleks yang bagus, sehingga Refan berhasil ditahan.
Candra menghela napas lega. Kemudian mulai membuka laptop dan meletakkannya di atas meja.
"Kamu ngapain bawa laptop segala?" Adi terdengar sinis.
"Saya mau tunjukin sesuatu. Bukan cuma ke papah, tapi ke kalian semua yang ada di sini," ucap Candra penuh yakin.“Memangnnya apa yang mau kamu tunjukin, Candra?” tanya Refan yang sudah terlihat panik. Cakra masih menahan dirinya di sana.
“Semua bukti yang bisa menjebloskan lo ke dalam penjara,” tukas Candra dengan tatapan menindas. Bukan hanya Refan yang bergidik, bahkan Cakra yang melihatnya pun ikut ketakutan.
Cowok itu beralih pada laptopnya dan menampilkan satu per satu rekaman CCTV. Mereka semua memerhatikan Candra yang membeberkan semua alibi yang ia miliki bersama Damara. Di mulai dari kecelakaan Reand—kakaknya Sasa sampai kematian sang mamah.
Candra mengarahkan kursornya pada satu file rekaman suara dan tersenyum miring menatap Refan.
"Refan, papah rasa … Adi juga harus kehilangan istrinya."
Mendengar suara papahnya, Refan pun membulatkan matanya.“Lo pasti kenal suara ini kan, Refan?” tanya Candra yang semakin memojokkan Refan di tempatnya.
“Enggak. S-saya gak tau.” Refan berkeringat. Dia mengusap dahi dan lehernya yang mengalirkan cairan asin.
“Oh, ya? kalau begitu, lo pasti kenal orang ini kan?”
Hendra menatap Candra yang hendak menekan play.“Dari mana kamu mendapatkan rekaman CCTV ini, Candra?” tanya Hendra dengan raut serius. Candra menelan salivanya.
“Aku sama Damara ke rumah om Adi diam-diam,” jawab Candra sedikit takut ketika melihat reaksi sang papah.
“Kamu—“
“Hendra, biarkan putramu menyelesaikan penjelasannya.” Adi menengahi perbincangan Hendra yang terlihat tidak terima dengan tingkah lancang sang putra.
“Saya tidak apa-apa. Tolong kamu lanjutkan,” perintahnya dan dibalas anggukan oleh Candra.
“Perhatikan baik-baik.” Candra memperbesar gambar yang memperlihatkan punggung mobil papahnya yang terekam di dalam CCTV.
Mereka semua memfokuskan pandangan ke arah yang diminta oleh Candra. Terkecuali Refan, lelaki itu menelan air liurnya.
“O-orang ini ….” Andin memalingkan kepalanya pada Refan.
“Refan?” Hendra pun terlihat tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat. Sementara Adi sudah bangkit dan memukul Refan tanpa ampun.
“Brengsek!” tukas Adi yang segera ditarik oleh Hendra untuk segera menjauh dari Refan.
“Lo buat satu kesalahan fatal, Refan. Harusnya kaca spion yang ada di dalam mobil, lo turunin dulu sebelum nabrak Reand.” Candra memperlihatkan pantulan Refan yang terlihat jelas melalui kaca spion yang ada di dalam mobil. Cakra sedikit menunduk untuk melihatnya, lantas menatap Candra.
“Trus apa hubungannya dengan papah?”
“Orang tua Sasa mengira kalau yang menabrak putra mereka adalah papah. Padahal orang ini yang melakukannya menggunakan mobil papah,” jawab Candra sambil menunjuk Refan dengan dagunya. "Sekarang semua sudah terbukti. Papah gak bersalah." Candra menutup kalimatnya dengan senyuman tipis.
Saat itu, rombongan polisi pun datang. Begitu pula Damara yang baru selesai menangkap Radit. Tadi, setelah meninggalkan rumah Candra, Damara langsung buru-buru ke rumah Radit sebelum sang pemilik rumah tidak ada di tempat. Alhasil, Damara pun berhasil menangkap Radit—ayahnya Refan.
Damara juga datang bersama dengan seorang wanita. Adelia, wanita itu adalah tunangannya Refan sekaligus saksi pembunuhan yang dilakukan Radit.
Sebenarnya Candra dan Damara tidak sengaja menemukan keberadaan Adelia. Waktu itu, selepas meninggalkan rumah Radit, Candra dan Damara hendak melepaskan penat. Di saat mereka berhenti di suatu restoran, keduanya menemukan Adelia dan Radit yang sedang bertengkar. Bahkan Candra mendengar topik mereka yang menyinggung pembunuhan yang dilakukan Radit.
Keduanya sempat pasrah karena Adelia tidak ingin membantu, namun melihat wanita itu datang bersama Damara, sudah dipastikan bahwa wanita itu sudah siap memberikan kesaksiannya pada polisi.
"Saudara Refan ikut kami ke kantor polisi untuk mempertanggung jawabkan atas perbuatan anda." Salah satu polisi bersuara dan langsung memborgol kedua tangan Refan dan membawanya ke mobil yang sama dengan Radit. Papahnya itu sudah diborgol juga.
"Saya permisi,” ucap polisi itu dan hendak masuk ke dalam mobil.
"Tolong bawa saya juga, Pak.” Polisi dan juga Hendra menoleh pada Adi. Pria itu melemparkan senyuman pada Andin dan berkata,
“Saya ... sudah membunuh istri teman saya."
Mendengar pengakuan Adi, Cakra yang berdiri di sebelah Candra pun membelalak.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Boy is a Hacker (Completed)
Dla nastolatków[Sudah terbit di Laskar Publisher, novel masih bisa di pesan lewat Shopee, link ada di bio profil.] Ini bukan kisah cinta biasa. Ini adalah kisah cinta Clarissa Nazela Askara, gadis berparas cantik yang menderita kleptomania. Tentang Candra Clovis B...