Pak Meka masuk ke dalam ruang komputer sambil berbincang ringan dengan Damara.
"Sstt ... Dam," panggil Pak Meka setengah berbisik pada Damara.
"Apaan, Pak?" jawabnya.
"Liat deh ...." Pak Meka menunjuk Candra dengan dagunya. "gak biasanya si Candra seberantakan itu," lanjutnya saat melihat bagaimana berantakannya Candra hari ini.
Damara mengalihkan pandangannya ke arah Candra. Dia memicing. Memang benar bahwa hari ini temannya itu kelihatan sangat kusut. Ah tidak, lebih tepatnya frustasi.
"Damara coba tanya aja ya, Pak." Damara menawarkan diri.
"Iya, deh. Coba kamu tanyain dia. Bapak khawatir kalau dia kenapa-napa."
Pak Meka pun mengalihkan pandangannya kepada komputer di hadapannya dan sibuk dengan komputer tersebut.
Damara mengangguk. Dia pun berjalan mendekati Candra dan duduk tepat di samping cowok itu.
"Candra," panggil Damara pelan.
Candra hanya melirik sekilas pada Damara, lalu kembali terpaku pada monitor di depannya. Dia tidak menggubrisnya.
"Lo kenapa?" tanya Damara cepat.
"Gue? Emangnya gue kenapa?" sahut Candra.
"Lo banyak masalah? Muka lo kusut banget hari ini bener dah."
"Sok tau."
"Bukan cuma gue yang bilang gini, Pak Meka juga sama. Dari awal dia merhatiin lo dan gue setuju," jelas Damara.
Candra mengusap wajahnya kasar. Dia begitu frustasi setelah mengingat kejadian yang dulu menimpa mamanya. Belum lagi ketika ia harus mencari informasi mengenai keluarga Sasa yang disebut oleh om Radit sebagai otak penabrakan mamanya.
"Kayaknya lo lagi ada masalah yang berat." Damara menggeser kursinya agar lebih dekat dengan Candra. "Btw, gue pendengar yang baik. Jadi, lo bisa kok ceritain ke gue kalo mau. Dari pada dipendam kan?" tawar Damara sambil menepuk bahu cowok itu.
Candra masih ragu. Apakah ia harus menceritakan ini kepada Damara? Walaupun mereka sudah bersahabat sejak lama, tetapi Candra belum pernah sekali pun menceritakan masalah keluarganya pada Damara, termasuk perihal masalah perasaan pada lawan jenis.
Apa mungkin gue cerita aja? Keliatannya Damara juga bukan tipe orang yang suka ngoceh sana sani, batin Candra menerka-nerka.
"Woi, Bambang!" Candra tersadar dari lamunannya. "Malah bengong. Mau cerita gak?!" Damara sedikit meninggikan suaranya, membuat Candra dan Pak Meka tersentak,
Pak meka yang tadinya sibuk dengan komputernya pun mengalihkan pandangannya memandang damara datar. "Dam, jangan berisik," tegur Pak Meka kembali melanjutkan kegiatannya.
Damara menggaruk tengkuknya tidak gatal. "Hehehe. Maaf, Pak."
"Mampus," ledek Candra disertai dengkusan tipis.
"Malah ngejek. Buruan cerita," protes Damara dengan paksaan.
"Males." Candra yang bersikukuh pun membuat Damara kesal. Tangannya menarik kerah seragam putih Candra. Dia sudah siap melemparkan bogem mentahnya.
"Ck, cerita gak?! Kalo enggak ...." ancam Damara.
"Kalo engga, lo mau apa? Mukul? Masuk BK lo," sergah Candra dingin. Damara membuang napas kasar. Bagaimana pun juga, ia tidak mau dihukum oleh bu Silva. Damara melepas genggamannya pada kerah Candra.
"Kalo engga ... gue bakalan marah. Gak mau tau, pokoknya gue bakalan marah sama lo!" jawab Damara sambil bersedekap--memalingkan wajah dan mengerucutkan bibirnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Boy is a Hacker (Completed)
Teen Fiction[Sudah terbit di Laskar Publisher, novel masih bisa di pesan lewat Shopee, link ada di bio profil.] Ini bukan kisah cinta biasa. Ini adalah kisah cinta Clarissa Nazela Askara, gadis berparas cantik yang menderita kleptomania. Tentang Candra Clovis B...