Sasa keluar dari mobilnya dan ingin menutup pintu mobilnya.
"Dua hari ini lo ke mana aja, Sa?"
Suara tiba-tiba tersebut membuat Sasa terlonjak kaget mendengarnya, mengalihkan pandangannya ke arah suara tersebut.
Sherly sudah berdiri di sana, dengan muka tak berdosanya.
"Eh, Udin! Kalo nongol kasih tanda. Bisa mati mendadak gue," tegur Sasa memandang Sherly kesal. Sherly terkekeh pelan dan mengibaskan rambutnya.
"Elah, biasa aja kali." Sasa memutar bola matanya malas, kemudian berlalu pergi. Malas ia menggubris pertanyaan Sherly.
"Buktinya lo masi--eh, Micin tungguin gue!" Sasa berlalu pergi meninggalkan Sherly, dan dengan segera pula dia menyusulnya.
Sepanjang koridor menuju kelas keduanya terlihat cukup ramai. Beberapa siswa lain sibuk dengan kegiatannya di pagi hari. Ada yang sedang piket kelas, membaca novel, atau sekedar sebuah perkumpulan di mana sudah pasti mereka tengah bergosip ria.
Ada yang mengganjal. Entah mengapa kumpulan kakak kelas di area tangga menatap Sasa sinis. Kemudian mereka terlihat saling berbisik. Sasa hanya menggeleng pelan seraya mengusir pikiran negatif yang menghampirinya.
Kemudian Sasa mempercepat langkahnya menuju kelas. Sherly terlihat kebingungan dengan sikap sahabatnya itu. Ada apa dengannya?
"Jadi kenapa, Sa?"
Baru saja Sasa duduk di tempatnya, Sherly kembali menghantuinya dengan pertanyaan.
"Apanya yang kenapa?" Sasa balik bertanya.
"Lo belom jawab pertanyaan gue yang tadi. Dua hari ini lo ke mana aja? Lo gak ada sakit berat kan?" ulang Sherly terlihat cemas. Mendudukan dirinya di kursi yang berada di hadapan Sasa.
Bukan tanpa sebab, Sherly mengingat bahwa sebelum tidak masuk dua hari ini, Sasa sempat pingsan di lapangan ketika dihukum berlari keliling lapangan. Waktu itu, Sherly benar-benar kaget dan langsung memaksa Sasa agar pulang lebih awal saja.
"Biasalah, ada acara keluarga."
Maaf, Sher. Gue gak mau lo cemas, batin Sasa. Kemudian ia mengambil botol airnya. Baru bohong segini saja, ia sudah merasa kehausan.
"Idih, acara keluarga. Gue gak percaya. Biasanya juga lo ngepost-post acara pestanya di sosmed. Boomerang depan cermin sambil pake kebaya trus dimasukin story. Atau gak, minimal lo kabarin gue. Gue jadi curiga ...." Sasa yang masih meneguk air pun menoleh pada Sherly yang menatapnya penuh selidik. "jangan-jangan lo diam-diam nikah yak?!"
Korban novel. Begini jadinya kalau otak selalu dikasih asupan teenfict dengan tema nikah muda.
Sasa menyembur air yang baru ingin melewati kerongkongannya.
"Ohok! Ohok!" Hidungnya terasa perih. "Eh, mulut lo dijaga ya. Sembarangan aja kalo ngomong," kata Sasa kesal. Sherly tergelak. Sepertinya sahabatnya ini baik-baik saja.
Tok! Tok!
Dua ketukan tersebut, membuat keduanya beralih menatap pintu kelas. Begitu pula siswa lainnya. Sherly meneguk ludahnya ketika mendapati orang yang ia tahu adalah asisten bu Silva tengah berdiri di sana. Siapa yang bermasalah?
"Clarissa Nazela Askara, ikut gue ke ruang BK sekarang."
Sherly menoleh tidak percaya pada sahabatnya ini, sementara Sasa terlihat mengernyit. Kenapa dia bersikap dingin lagi? Apa dia memang DID? Dan kenapa dia harus ke ruang BK? Sasa bingung.
Sebelum memutar knop pintu ruang BK, Sasa menarik napasnya dalam-dalam.
Di dalam ruangan tersebut, Sasa langsung dipersilahkan duduk oleh Candra.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Boy is a Hacker (Completed)
Teen Fiction[Sudah terbit di Laskar Publisher, novel masih bisa di pesan lewat Shopee, link ada di bio profil.] Ini bukan kisah cinta biasa. Ini adalah kisah cinta Clarissa Nazela Askara, gadis berparas cantik yang menderita kleptomania. Tentang Candra Clovis B...