19. Haruskah?

1.9K 229 44
                                    

Wendy dan Joy saling berbagi tatapan penuh tanya, melihat Jisoo yang banyak melamun dan tak fokus belakangan ini.


"Soo-yaa, jangan dipaksakan jika kamu memang lelah" tegur Wendy karena Jisoo berkali-kali melakukan kesalahan, hingga Wendy lah yang harus merevisi nya, Jisoo menoleh kaget.


"Minumlah dulu unnie" Joy menyodorkan gelas milik Jisoo, tapi respon yang di dapat Joy sungguh diluar dugaan, Jisoo malah langsung memeluk erat pinggang Joy dan menangis sesenggukan, kedua sahabat nya itu pun bingung, juga panik.



"Soo-yaa" lirih Wendy mengusap-usap punggung sahabat itu untuk menghibur dan meredakan tangis nya.


"Maafkan aku" Jisoo mengusap kasar air matanya sendiri, malu dan menyesal membuat Joy dan Wendy panik, cemas memikirkan diri nya.



"Kita bukan orang lain unnie, jangan sungkan" balas Joy, tanpa berniat mencari tahu dengan masalah nya.


"Aku harus bagaimana Wendy-ahh?" Gumam Jisoo menjatuhkan kepala nya di atas meja kerja.


"Apanya yang harus bagaimana?" Bingung Wendy mengerutkan kening nya tak mengerti dengan ucapan Jisoo.


"Sudah dua bulan terakhir, Rio selalu pulang terlambat, karena ia mengunjungi rumah Seulgi dulu untuk sekedar menyapa baby Ally" cerita Jisoo.


"Aku jadi merasa bersalah karena tak mampu memberinya keturunan, rasanya sakit setiap melihat wajah bahagia nya yang menceritakan baby Ally, bukan karena aku cemburu, tapi aku merasa, bukan kah aku sangat tidak berguna sebagai istri karena tak mampu memberinya seorang anak?" Sesal Jisoo.


"Soo-yaa, jangan berpikiran seperti itu" hibur Wendy.


"Aku takut Wendy-ahh, aku takut, bukan hanya tentang pernikahan kami, tapi pada siapa aku dan Rio bergantung di hari tua kami kelak" Jisoo kembali menangis, dan ini membuat kedua sahabatnya itu ikut sakit, ujian hidup yang Jisoo terima begitu berat.


"Pasti akan ada jalan unnie, bicarakan baik-baik dengan suami mu tentang perasaan unnie yang sesungguh nya" hibur Joy


"Benar itu Soo-yaa, Rio pasti akan mengerti dengan kegelisahan mu" tambah Wendy.

Malam pun tiba

Seperti biasa, akan selalu ada pillow talk sebelum tidur diantara Rio dan Jisoo.

"Oppa" gumam Jisoo yang merebahkan kepala nya di dada sang suami.

"Hm?" Rio mengusap-usap rambut istri nya.


"Bagaimana kalau kita mengadopsi anak dari panti asuhan? Apa Oppa setuju?" tanya Jisoo.

"Kenapa tiba-tiba kamu bertanya tentang ini?" Selidik Rio, ia bangkit dari tiduran nya, dan menatap serius sang istri.

"Karena aku tahu, oppa menyukai anak-anak, dan aku tak bisa memberi nya" jawab Jisoo.

"Aku tidak menuntut mu untuk memberiku anak Soo-yaa" ujar Rio melemah.


"Aku tahu, kehadiran seorang anak ditengah-tengah keluarga kita penting, tapi tanpa anak, bukan berarti kita tak bisa bahagia, aku sudah cukup bahagia dengan memiliki mu" lanjut Rio


"Rio, jika tak ada anak, siapa yang akan merawat kita, disaat tua nanti?" Debat Jisoo berubah serius, sangat serius jika dia sudah memanggil nama pada suami nya.


"Masih ada Taehyung hyung, jika dia menikah nanti dan punya anak, tak mungkin kan keponakan kita nanti tak mau merawat kita" suara Rio terdengar lirih.


"Lalu bagaimana dengan keluarga ku?" Tanya Jisoo, Rio terdiam untuk sesaat.


"Inti nya Jisoo-yaa, aku tak mau adopsi, yang bukan dari darah keturunan keluarga mu atau keluarga ku, aku ingin darah yang jelas, karena kelak ia akan menjadi penerus keluarga Im dan Kim, jadi, kita tunggu saja, dan berharap hyung segera mendapatkan jodoh nya" tegas Rio, Jisoo tak bisa lagi mendebat, air mata nya pun luruh kembali, dan Rio yang sedikit kesal pun memilih memunggungi sang istri.

Dan nyatanya, Taehyung sibuk dengan pekerjaan dan hobby nya yang membuat ia lupa dengan kehidupan pribadi nya sendiri.

Hati Jisoo makin gelisah, meski Rio sudah tak sesering dulu mengunjungi baby Ally, tapi di hati nya masih ada yang mengganjal.

Cup

Rio mencium kepala sang istri dari belakang, Jisoo tengah menyesap teh nya pagi itu, menunggu Rio turun lalu sarapan bersama sebelum ke kantor, Jisoo kemudian menyodorkan piring yang sudah ia isi dengan nasi, pada sang suami.

Rio mencium kepala sang istri dari belakang, Jisoo tengah menyesap teh nya pagi itu, menunggu Rio turun lalu sarapan bersama sebelum ke kantor, Jisoo kemudian menyodorkan piring yang sudah ia isi dengan nasi, pada sang suami

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rio pun menerima nya, lalu mulai menyumpit sayuran dan lauk nya, melahap bergantian dengan nasi yang masuk ke dalam mulut nya, jisoo terus menatap wajah sang suami yang tak menyadari jika tengah diperhatikan oleh sang istri.



"Haruskah aku merelakan mu menikah lagi, demi mendapatkan seorang anak yang adalah darah daging mu sendiri Rio-yaa? Mampukah aku berbagi suami ku sendiri dengan orang lain nanti? Tapi aku juga tak boleh egois, kita sama-sama membutuhkan kehadiran seorang anak Rio-yaa" batin Jisoo


"Sayang, kamu tidak makan?" Tanya Rio membuyar kan lamunan sang istri.



"Tentu saja makan oppa, aku baru mau mengambil nasi nya" bohong Jisoo.



"Ini, makan lah yang banyak" Rio mengambilkan beberapa lembar daging babi rebus untuk istri nya, serta sayuran tumis.



"Aku ingin sup kacang merah untuk makan malam ku, kamu tak keberatan kan untuk membuatkan nya nanti?" Tanya Rio pada sang istri.


"Oppa mau pakai daging babi, sapi atau ayam?" Tanya Jisoo.


"Ayam saja, jamur nya juga jangan lupa ne" pesan Rio.




"Ne oppa" balas Jisoo



Selesai sarapan, Rio pun mencium sang istri sebelum berpisah dengan mobil masing-masing menuju ke kantor.




#TBC

BerbagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang