41. Duka

2.2K 239 33
                                    

Jennie meringkuk di atas ranjang nya, sudah dua hari tangis nya tak kunjung berhenti, menangisi kepergian sang kekasih hati yang tak bisa diprediksi, ia tak lagi memiliki seorang ibu, hanya ayah yang ia punya, ayah yang tak pernah di rumah dan hanya sibuk dengan bisnis nya, jadi ia hanya bisa menangis pilu sendiri, tak ada yang menghibur nya, bahkan sudah dua hari tak makan pun tak ada yang peduli dengan nya.




Jiyoung masuk ke dalam rumah nya, disambut oleh sang kepala asisten rumah tangga.


"Maaf tuan, sudah tiga hari nona tidak keluar kamar, dan tidak mau makan" adu sang asisten, Jiyoung mendongak menatap kamar sang putri, ia lantas berjalan ke lantai atas.



Tok. . . Tok. . . Tok. . .



"Sayang, ini papa buka pintu nya ne" ujar Jiyoung dari luar, tapi tak ada jawaban.


"Jennie-ahh" panggil nya lagi, tetap nihil.




"Ahjuma, ambilkan kunci cadangan kamar Jennie" teriak Jiyoung tak sabar dari lantai atas.




"Ne tuan" jawab sang asisten takut, ia tergopoh-gopoh membawa kunci yang tuan nya mau.




Ceklek. . .



Jiyoung pun membuka nya.





Deg







Jennie terbaring dilantai depan lemari baju nya, ia tak sadarkan diri, Jiyoung panik.




"Jennie-ahh" cemas nya menghampiri sang putri, menepuk-nepuk pipi nya, tapi tak ada respon, Jiyoung pun segera menggendong sang putri turun dan memanggil Bobby, asisten sekaligus supir nya untuk ke rumah sakit.




Jiyoung telah diberitahu oleh dokter tentang kondisi putri nya yang dehidrasi, dan tengah berbadan dua, ia duduk termenung di sofa yang berada tepat di seberang bangsal yang Jennie tempati, putri nya itu belum sadarkan diri dengan selang infus yang menempel ditangan kanan nya.



Sang papa menatap nya sendu, menyadari apa yang menimpa putri nya sekarang adalah karena kesalahan nya juga yang kurang memberinya perhatian, karena semenjak sang istri meninggal, Jiyoung jadi lebih banyak menghabiskan waktu nya untuk bekerja, dan mengabaikan putri nya yang ia anggap sudah dewasa, dan Jiyoung pikir, kehamilan Jennie mungkin terjadi karena ia merasa telah menemukan pria yang tepat yang mampu memberikan apa yang Jennie butuhkan, perhatian dan kasih sayang mungkin, jadi bagaimana pun Jiyoung tak bisa marah, sedikit banyak, ketidak pedulian nya pada Jennie lah yang menjadi akar dari semua permasalahan ini, dan ia tinggal menunggu pengakuan sang putri perihal siapakah ayah dari bayi yang dikandung nya saat ini.





Rasanya Jiyoung ingin menangis, melihat keadaan sang putri saat ini, tapi dia pun juga tak bisa meninggalkan pekerjaan nya, karena hanya Jennie satu-satu nya ahli waris, dan ia sudah memegang team balap motor nya.






Sementara di rumah keluarga Im, suasana duka masih kental terasa, sudah beberapa malam Rio tak bisa tidur dengan nyenyak, dan lebih memilih untuk duduk di sofa ruang tamu, menatap kosong pada foto dirinya dan sang hyung yang terpajang di dinding ruang tamu.

Tiada lagi musuh bertarung, tiada lagi lawan untuk saling membully, tiada lagi partner untuk menjahili sang mommy, tiada lagi teamate untuk saling berbagi tugas membersihkan rumah, tiada lagi tawa keras sang hyung yang biasanya memenuhi seluruh ru...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tiada lagi musuh bertarung, tiada lagi lawan untuk saling membully, tiada lagi partner untuk menjahili sang mommy, tiada lagi teamate untuk saling berbagi tugas membersihkan rumah, tiada lagi tawa keras sang hyung yang biasanya memenuhi seluruh rumah, tiada lagi sekarang, mula nya, Taehyung tak mengalami cidera serius dalam kecelakaan itu, tapi leher nya terlindas pembalap dibelakang nya, itu yang membuat ia tewas ditempat.




"Hyung" suara Junghwan memecah lamunan Rio malam itu, sang bocah tak bisa tidur semenjak kematian Taehyung, dan kini, ia juga mulai berani untuk berbicara dengan Rio.




"Kemarilah" Rio mengulurkan tangan kanan nya pada Junghwan yang kemudian mendekat, Rio menaikan dongsaeng nya itu keatas pangkuan, lalu mendekap nya.




"Tidur ne, besok Junghwan sekolah kan" ujar Rio mengusap-usap punggung kecil adik ipar nya yang mengangguk sambil menumpukan pipi kanan nya di bahu kanan hyung nya, mereka mulai dekat semenjak dipemakaman Taehyung kala itu.



Sejam berlalu, Yoong yang kini terbangun, ia curiga melihat lampu di ruang tamu masih menyala, ketika hendak mematikan nya, ia terkejut mendapati Rio tertidur dengan posisi duduk sambil memangku Junghwan yang juga sudah pulas, Yoang menghela nafas dalam, ia lalu membangunkan sang putra.




"Boy" lirih nya sambil mengusap-usap kepala Rio.



"Dadd" kaget Rio begitu ia membuka kedua matanya, Yoong tersenyum.




"Bawalah Junghwan pindah ke kamar, disini dingin" perintah Yoong, Rio pun mengangguk, lalu naik ke kamar Taehyung bersama Junghwan dalam gendongan nya, ya selama di rumah keluarga Im, dua pria beda usia itu memang tidur bersama di kamar si sulung, dan Jisoo bersama Rose dikamar Rio.



Pagi nya ketika Rio hendak mengantar Junghwan sekolah, bocah itu terus menatap motor merah milik Taehyung yang pernah dinaiki bersama nya dulu, wajah nya masih menyiratkan rasa kehilangan dan duka yang mendalam, meski mereka bukan saudara kandung, tapi sosok hyung pertama kali Junghwan temukan justru pada Taehyung, bukan Rio yang adalah hyung ipar nya, sikap dan sifat Rio yang seperti sulit di dekati lah yang membuat Junghwan sungkan dan tak berani berinteraksi dengan Rio, dan merasa lebih nyaman dengan Taehyung karena ia lah yang pertama kali berusaha mendekati nya kala jumpa pertama dulu, dan ternyata Taehyung juga sangat pandai mengambil hati anak kecil hingga ia begitu mudah untuk dicintai, tapi sayang, pria dengan senyum ramah itu kini telah tiada, hanya tinggal kenangan yang akan terus di simpan oleh orang-orang terdekat nya.






#TBC

BerbagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang