Dia Siapa, Setan?

126 28 9
                                    

*INFO PENTING*

Ohya, sebelum baca ini, baca bab yang judulnya : Jadi Nge-date, tapi kok ... Biar enggak loncat-loncat bacanya. Wattpad lagi erorr awokawok.

Yaudahlah, happy reading❤

Dia Siapa, Setan? |

Malam ini gelap karena kalau terang namanya siang. Di atas langit hanya dihiasi taburan bintang-bintang dan tak terhitung. Bulan tidak ingin menampakkan diri karena habis operasi plastik sehingga menjadi malu.

Jalan kota tidak macet membuat para pengendara berlalu-lalang dengan tenang. Sebuah motor gede dengan warna hitam tampak gagah membelah jalanan kota. Keren juga nih motor, bisa belah jalan.

Di atasnya duduk dua sejoli, yang pengendara tampak santai mengendarai motor sedangkan penumpangnya tampak panik dan khawatir. Penumpang itu adalah Anya.

Anya memegang erat besi belakang, takut terjatuh padahal motor melaju dengan santai. Anya duduk sangat menjaga jarak dengan pengendara karena Anya takut jantungan bila sampai menyentuh pria ini.

Wajah Anya berkeringat di balik helm fullface dengan motif hello kitty yang berwarna pink dan kombinasi putih. Si pengendara heran, dia mengernyitkan dahi ketika tidak merasakan ada tanda-tanda orang yang duduk di jok belakang.

Si pengendara itu menjadi khawatir, jangan-jangan Anya terjatuh lagi? Atau Anya tertinggal? Atau Anya melompat? Atau Anya tertiup angin? Atau Anya menghilang kayak pacar pas lagi sayang-sayangnya? Atau jangan-jangan Mba Kuntil lagi yang duduk di jok belakang?

Spontan si pengendara mengerem mendadak saat sudah berada di tepi jalan untuk mengecek ada orang atau tidak di jok belakang. Dia merasakan tangan seseorang memeluk pinggangnya dan sesuatu yang empuk mendarat di punggungnya.

Juga suara helm yang beradu membuat si pengendara yakin Anya masih duduk di jok belakang dan hanya menjaga jarak.

Anya langsung melepas pelukan dan langsung menjaga jarak lagi. Dia menoleh ke depan untuk memastikan penyebab kenapa si pengendara mengerem mendadak.

Anya ingin bertanya, tapi mulutnya seakan dikunci rapat-rapat, bahkan untuk bernapas dengan normal saja dia kesulitan. Anya benar-benar gugup padahal hanya naik motor bukan naik pelaminan.

"Kok jaga jarak, sih, Nya?" Itu suara si pengendara yang sedikit menolehkan kepala membuat Anya mengernyitkan dahi.

Anya mendekatkan kepala agar dapat mendengar dengan jelas karena suara tadi dia tidak mendengarnya. "I--iya? O--om ngomong ap--apa, ya?" tanya Anya dengan sangat gugup.

Si pengendara membuka kaca helm dan menoleh ke belakang lalu berkata, "Kok om? Kan, biasanya kamu manggil aku boy?"

Anya terkejut. Dia bahkan sampai membuka mulut, matanya melebar sudah dipastikan jika Anya membuka kaca helm maka dia akan mirip Mba Kuntil yang lagi datang bulan.

Kok suara Om Briyan beda sama yang di telepon tadi siang? batin Anya kaget. Dan apa tadi? Biasanya aku manggil dia Boy? Perasaan aku enggak pernah ngasih panggilan kayak gitu ke Om Briyan, lanjut Anya lagi sambil berpikir keras.

"Emang aku pernah manggil kau, Boy?" tanya Anya yang juga membuka kaca helm.

Cowok itu mengangguk sambil mengernyitkan dahi. "Kamu lupa? Padahal baru dua hari yang lalu kamu ngasih aku panggilan itu."

Kapan Sah? [ END ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang