21. Pakar cinta

76 13 2
                                    

Setelah membeli rumah baru untuk cupang Sadam kita berencana mampir lebih dulu ke kedai bakso yang terkenal di sekitar sana.

"Capek?" tanya Sadam yang melihatku kelelahan.

"Kaki gue lecet kayaknya. Kalau tahu lo ajak gue ke pasar gak bakal gue pake spokat kek gini. Mending sendal jepit aja."

"Sabar, kedai bakso udah di depan. Mau gue gendong?"

"Ah, tawaran yang bagus. Boleh banget, kaki gue udah perih." Sadam memberikan punggungnya, dan ia benar mau menggendongku.

"Sweet banget sih, Abang," ejekku.

"Mata lo sweet, berat tahu. Badan lo kecil tapi berat banget."

"Saranghae, Abang." Aku memberikan Sadam finger heart. Aku sadar, ini tidak baik, tidak baik karena kemungkinan bisa membuat Sadam baper dan salah paham.

"Jijik, Ra," aku terkekeh, menjijikan memang. Aku acak-acak rambut Sadam, gemas.

***

"Pak haji, baksonya dua. Yang satu gak pake cuka," ucap Sadam. Setelah itu ia pergi keluar sebentar.

Aku cek bagian belakang kaki, dan benar saja kaki ku lecet. "Sini kaki lo." Sadam menaikkan kakiku di pangkuannya. Memakaikan plester di kaki ku yang lecet. Ternyata ia pergi sebentar untuk membeli plester. Ah, perhatian sekali!

"Perih!"

"Tahan, Ra. Nah, udah."

"Makasih, Dam."

Dua mangkok bakso yang mengepul sudah datang. Saat yang pas menikmati bakso ketika cuaca sedang mendung. Aku tengok Sadam tengah menuangkan sambal banyak-banyak.

"Saus, Ra."

"Sambel lo udah banyak gitu masih minta saus? Hati-hati mencret."

"Gak bakal, paling rada panas aja pas boker." Aku lihat Sadam sedikit kesusahan menuangkan saus.

"Bisa gak?"

"Gak mau keluar," ujar Sadam.

Sekuat tenaga Sadam mengeluarkan saus dalam botol. "Aishhh, kena mata lagi. Ah perih."

"Sini gue lihat, jangan dikucek." Jarak kami sangat dekat, aku meniup bola mata Sadam. "Coba basuh pakai air, Dam," suruhku. Sadam pergi ke toilet untuk membersihkan matanya.

Ia kembali dengan kondisi mata dan wajah yang merah. "Masih perih?"

"Iya, Ra. Coba lo lihatin mata gue, tiupin kek tadi."

"Gak bisa pelan-pelan sih nuangin sausnya, jadi nyiprat kan ke mata lo." Aku tiup mata Sadam pelan, "enakan belum?"

"Mendingan, Ra."

"Syukur deh."

"Coba lo lihat, Dimata gue ada apa, Ra." Aku mengamatinya dengan lekat.

"Belek! Mata lo banyak beleknya. Jorok banget sumpah."

"Lo gak lihat ada masa depan gue?"

"Gak ada." Karena yang ada cuma belek yang nyempil di sudut mata Sadam.

"Lo lihat yang bener, dibagian yang itemnya."

"Yang ada itu gue, yang berasa kek lagi ngaca di mata lo."

"Iya, kan lo masa depan gue?" Deg, sedikit terkejut, tapi aku mencoba untuk biasa saja.

"Dam,"

"Ya santai aja sih, gak usah baper. Bunyi detak jantung lo kenceng banget. Gimana menurut lo, gombalan gue mantep gak? Gue mau nembak Nila entar di puncak. Kalau Nila digombalin kek tadi reaksinya bakal gimana ya?"

Anak Kecil Ngomongin Cinta?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang