49. (Bukan) Akhir perjuangan Sadam

86 11 2
                                    

Btw aku persembahkan lagu di part ini sebagai bentuk perjuangan Sadam yang melelahkan wkwk 👆

🎶 Seribu kali cinta by Christie

💐

"Jadi, lo sempet nyerah, Dam?" tanya Laras.

"Iya lah, gue juga manusia yang bisa ngerasain capek. Bahkan alasan gue milih kerja di Malang juga karena gue sempet nyerah, cemburu gue lihat dia dipakein cincin sama mantannya, gue kira 'kan dia dilamar mantannya, cinta pertamanya," ucap Sadam dengan penuh penekanan dikalimat akhir.

"Terus apa yang bikin lo bisa berjuang lagi dan akhirnya nikah sama Haura?" tanya Laras lagi. Rasa ingin tahunya begitu besar, sampai aku kesal sendiri mendengarnya.

"Lo tuh kepo banget sih, dengerin gue cerita sampai selesai aja kenapa. Kalau lo mau denger jawaban Sadam, ya udah gue gak lanjut cerita," kataku kesal.

"Ih marah-marah wae, maafin dong, Beb. Iya gue diem, sok lanjut!"

"Belum kelar woy, udah berapa episode?" tanya Rudi yang datang dengan istrinya. Tamu undangan mulai sepi, ia putuskan untuk menghampiriku dan teman-teman yang lain.

"Kameranya matiin aja, Run," suruhku pada Arun.

"Eh jangan, biarin aja. Lo kalau mau cerita ya silakan lanjutkan, urusan kamera kan gue yang minta," larang Rudi.

Kesal sebenarnya, tapi tidak mungkin aku marah-marah, apalagi sampai memukuli suami orang. "Emang buat apa sih? Sekarang lo aja ada di sini buat dengerin cerita gue?"

"Buat kenang-kenangan dong, kali aja ada produser yang lagi cari kisah dokumenter perjalanan cinta seseorang, kan lumayan bisa gue duitin." Mataku memicing, tak habis pikir dengan jawabannya. Manusia yang punya banyak duit aja pikirannya begitu?

Aku usap lutut Sadam, memberikan senyum termanis untuknya. "Kamu sayang sama aku, kan? Cinta, kan?" Sadam mengangguk, "mau melakukan sesuatu buat aku?"

"Kenapa enggak! Apapun aku lakukan, kamu lupa beberapa bulan yang lalu aku harus cari bang Juki karena kamu pengen cimol dia. Aku cari loh sampai dapat, susah payah karena bang Juki gak jualan lagi di kampus, kan?"

Ya, aku memang sempat menyusahkan Sadam. Entah kenapa waktu itu rindu sekali dengan cimol buatan bang Juki. "Kalau gitu, sentil Rudi yang otaknya makin gak beres itu, masa dia mau jual pengalaman kamu yang berharga itu."

Dengan cepat Sadam menyentil mulutnya Rudi yang sembarangan itu, Sadam menghimpit kepala Rudi diketiaknya sambil menjitak kepala Rudi.

"Udah, nanti pengantin kita mabok nyium ketek lo," suruhku pada Sadam.

"Lo bener-bener, Dam. Nurut banget sama si Haura. Parah, ketek lo basah banget beg*. Pengen muntah gue."

Sadam mencium ketiaknya yang basah. "Gak bau kok."

"Ya tapi jijik, kena muka gue lagi," kesal Rudi. Teman-teman yang lain hanya tertawa melihatnya.

***

Setelah dari makam, aku putuskan untuk pulang. Karena hari sudah sore dan juga aku harus siap-siap karena ayah mau pulang dan mau mengajak makan malam.

Sampai di rumah, Danar langsung memberikan kunci motornya. "Lo masukin ke dalam ya motornya, gue mules," ucapnya dan langsung berlari ke kamar mandi.

"Lah, kenapa jadi gue?" gumamku. Dengan sedikit terpaksa akhirnya aku sendiri yang memasukan motor ke dalam.

Hari sudah menunjukan pukul 18.24, tapi aku tidak melihat ada motor ayah di rumah. Apakah ayah belum sampai?

Sebelum masuk rumah, aku berniat untuk menelepon ayah sebentar, sekedar menanyakan sudah sampai mana beliau.

Anak Kecil Ngomongin Cinta?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang