"Kalau gitu, kakak mau gak jadi pacar aku?" Aku menatap Arash tak percaya, jadi perempuan yang di maksud itu adalah aku?
Aku terpaku, lidahku kelu. Ah, apakah ini nyata? Kenapa Arash menyatakan cinta? Sama aku?
"Kak," panggil Arash membuyarkan lamunanku, "gimana kak?"
Jujur aku masih tidak percaya. Bagaimana bisa adiknya Sadam ini menyatakan cintanya padaku. "Em, Arash, anu--" aku pura- pura melihat ponsel, "ah, kak Haura ada janji kerja kelompok sama temen. Kak Haura pamit ya," alibi ku, padahal nyatanya aku hanya menghindari Arash.
Arash menatapku bingung, aku paham, sekarang ini Arash pasti sedang berpikir aku aneh, aku berbohong, aku menghindar darinya. Terserah, yang terpenting saat ini aku hanya ingin menghindar dulu dari Arash.
"Pamitin sama Sadam, kakak pulang ya."
Bukan tak sempat pamit pada Sadam, hanya saja ingin segera menghindar dari Arash.
***
Drttt
Sadam is calling
Nama Sadam terpampang dilayar ponselku. Aku tahu apa yang ingin sadam katakan, Sadam pasti heran, kenapa aku pergi dari rumahnya tanpa pamit padanya. Aku menggeser tombol hijau itu.
"Hallo, denger ya Dam, gue gak mau ngomong lewat telpon. Kalau mau ketemu aja. Gue di food court samping kampus. Bye!"
Tanpa Basa basi, aku menjawab telpon dari Sadam, tanpa memberikan Sadam ruang untuk bicara sepatah katapun.
Aku memang pergi ke kampus menemui Laras, seperti yang aku katakan, aku tak sungguh-sungguh ada kerja kelompok.
Aku sangat gelisah, bagaimana tidak? Kata- kata Arash terus saja berputar- putar di kepala. Aku mengetuk- ngetuk kepala ku sendiri. Laras memperhatikan tingkahku sedari tadi. "Heh, ssttt, lepasin tangan lo. Gak sakit emang dari tadi diketuk- ketuk?" kata Laras seraya menahan pergerakan tanganku yang akan melakukan kegiatan itu lagi.
"Ah, Laras. Kata- kata adeknya Sadam tuh mondar- mandir terus di kepala gue," adu ku pada Laras dengan sedikit merengek.
"Gimana rasanya ditembak bocah?" ledek Laras.
"Diem ah," ucapku ketus.
Gak lama Sadam datang dengan raut penuh tanya. Ia mengambil posisi duduk disampingku.
"Ra, kenapa lo balik gitu aja, gak pamit?" Tanpa basa basi Sadam langsung ke intinya. Aku juga sudah menduga kalau ia akan bertanya hal itu.
"Adek lo gila," tukas ku. Sadam mengernyit bingung, "adek lo masa nyatain cinta ke gue."
Aku melihat Sadam menahan tawa. Laras juga. Dengan cepat aku memukul paha Sadam. Sadam meringis, ya aku memukulnya dengan keras.
"Gak lucu. Jangan ketawa," larang ku pada Sadam dan Laras.
"Terus lo jawab apa?" tanya Sadam.
"Gak jawab, gue cari alasan terus kabur. Makanya gue gak sempet pamit," jelasku pada Sadam.
"Lagian gue juga bingung, kenapa adek gue bisa suka sama cewek modelan kayak lo. Ke betinaan lo diragukan." Aku mendengus sebal mendengar kalimat yang dilontarkan Sadam.
"Lo pikir gue gak meragukan ke jantanan lo?" Tak pernah aku sangka, Sadam menyentil keningku.
Ashhh
"Jadi rencana lo apa?" tanya Sadam.
"Gue gak mau sama adek lo, dia tuh udah gue anggap adik sendiri. Gue gak doyan bocah." Sadam mengangguk- anggukkan kepalanya.
"Adek gue baru pertama kali jatuh cinta loh, Ra. Emang lo gak mau jadi cinta pertama sekaligus pacar pertama nya?" Sadam menawarkan saran.
"Gak!"
"Sok cantik lo! Lo tahu gak? Dengan lo kayak gini, lo jadi alasan patah hati pertama buat adek gue."
"Tapi gue juga gak mau jadi alasan pertama adek lo merasakan kecewa karena kebohongan perasaan gue yang dipaksakan suka sama dia."
"Ras, temen lo ini?" tanya Sadam pada Laras, aku bingung dengan maksud pertanyaan Sadam.
"Iya kali," ujar Laras.
"Apaan sih?" aku bingung.
"Lo tuh tumben pinter," kata Sadam meremehkan. Aku memutar bola mataku malas.
"Kutu... Kutu... lo sok-sokan ngomong begitu. Lo sendiri emang gak patah hati tahu adek lo suka sama Haura?" kata Laras.
Aku mengernyit, sedangkan Sadam tajam menatap Laras.
"Maksud lo apa?" ketus Sadam.
"Dih gak ngaku."
"Ngaku apa? Lo berpikir gue suka sama Haura?"
"Emang suka, kan?" tegaskan Laras.
"Gue suka sama Haura ya mikir-mikir lah. Gue normal, gak mungkin gue suka sama cewek modelan kek Haura. Galak, kasar, doyan jajan, gak jelas," tutur Sadam.
Aku yang mendengar itu langsung menendang tulang keringnya.
"Kan, kasar!"
"Rasain! Lagian siapa juga yang mau sama manusia aneh kayak lo. Temenan sama lo aja kek mimpi buruk buat gue."
Lagi, Sadam sentil keningku. Rasanya panas dan buat gatal sesudahnya.
"Hati-hati ah, nanti jatuh cinta beneran," ucap Laras.
Aku bergidik ngeri, sedangkan Sadam memalingkan wajahnya.
Harus punya banyak alasan untuk bisa suka sama manusia aneh seperti Sadam.
***
Setelah banyak berbincang, Aku, Laras dan Sadam memutuskan untuk pulang. Didepan food court tak sengaja ada anak kecil yang menabrakku, bisa aku pastikan usianya sekitar enam atau tujuh tahun. Es krimnya tumpah, ia menangis sejadinya. Ibunya datang untuk menenangkan.
"Maafkan anak saya ya neng, tadi lari- lari jadi nabrak. Tapi malah dia yang nangis," kata ibu itu, ia coba menenangkan anaknya namun tangisnya tak kunjung reda.
Aku rendahkan tubuhku, mengusap pundak lalu mencubit pipinya.
"Adek, jangan nangis. Es krimnya kakak ganti ya," kataku selembut mungkin. Anak itu mendongak menatapku, seketika tangisnya reda. Tapi, tatapnya buat aku bingung.
"Kakak cantik, kakak baik, es krim aku jangan diganti. Aku gak apa- apa, kan aku yang salah. Kalau aku udah gede aku mau jadi pacarnya kakak. Kakak tunggu aku gede ya." Ia mengeluarkan sesuatu dari dalam sakunya, ternyata finger heart yang ia beri untukku, semacam love ala korea yang menyilangkan telunjuk dan ibu jari. Aku melongo, bagaimana bisa anak sekecil ini membuat aku merinding, membuatku tak habis pikir.
Setelah itu ia pergi, ibunya beberapa kali meminta maaf dan aku hanya mengangguk saja.
"Korban Drakor kayaknya tuh anak. Astagfirullah." Aku mengusap- usap dadaku. Sementara Laras dan Sadam tertawa terbahak melihat drama tadi. Kalau Ftv akan aku beri judul 'aku di taksir bocah bau kencur'.
"Eh, gue punya kharisma apa gimana sih? Itu bocah lihat muka gue langsung berubah cuy."
"Dasar lo aja sok cakep," ketus Sadam.
"Lo sirik aja."
"Kayaknya lo waktu kecil kek gitu ya, Ra?" tuduh Laras.
"Mana ada, gue introvert. Itu lebih mirip lo," aku tunjuk Sadam, "denger ya, kalau punya anak tuh tolong didampingi kalau lagi nonton. Please, gue capek banget hari ini."
"Enak aja. Dasar lo aja Serakah. Lo pake pelet ya? Astagfirullah, Ra. Dosa!" ujar Sadam.
Ah, bisa-bisanya Sadam bilang aku pakai pelet, pelet apa? Pelet ikan?
Sungguh hari yang rumit, Arash ah Arash.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Kecil Ngomongin Cinta?
Teen FictionTAK KENAL MAKA TEMENAN! ADA BAIKNYA FOLLOW SEBELUM BACA HIHI BERTEMAN ITU INDAH KAWAN, BOLEH CHAT AKU JIKA MAU NGOBROL-NGOBROL ATAU KENALAN (siape elu, ngapa gua harus kenalan sama elu? Sok akrab bet dah ngajak ngobrol wkwk) Beri dukungan dengan vot...