38. Kakak rasa pacar

62 11 0
                                    

Jarak kita bukan satuan kilometer, jarak kita jauh tapi tak benar-benar jauh, kita dekat tapi terasa jauh.

Sengaja menjauh demi kepentingan bersama, Sadam sungguh mendengarkan ucapanku, kita tak saling sapa selama lebih dari enam bulan.

Memilih menghindar sebentar untuk menyelesaikan study. Bukan hanya tak menemuiku, bahkan ia tak menanyakan barang sedikit pun melalui telpon, WhatsApp atau yang lainnya.

"Kak," sapa Arash. Aku perhatikan anak itu dari atas sampai bawah. Bahkan bukan hanya Sadam yang aku larang berjumpa, tapi Arash juga.

Arash sengaja mengajakku bertemu, rindu katanya. Ah, aku pun rindu anak pintar ini. Kalian tahu? Arash terlihat makin rupawan. Aku yakin dia banyak digilai wanita di sekolah.

"Kakak udah pesen?"

"Udah, kakak juga udah pesenin buat Arash."

"Hm, rindu banget deh Arash sama kakak. Satu semester loh kita gak ngobrol bareng gini," ucap Arash.

"Gimana sekolah, lancar?" Arash mengangguk, "kalau Citra?"

Uhuk!

Anak ini, baru juga sebut nama Citra sudah tersedak.

"Aku mau cerita banyak hal sebenarnya sama kakak. Tapi gak di sini ya."

Setelah makan, Arash mengajakku pergi ke pantai. Waktu dua jam kita habiskan untuk bisa sampai di sini. Sengaja tak bawa motor karena malas, kalaupun bawa motor tidak mau juga diajak Arash ke pantai bawa motor sendiri, capek, jauh.

Lama juga rasanya tak berkunjung ke pantai. Karena masih siang dan cuaca cukup panas, akhirnya kita putuskan untuk jalan-jalan di hutan mangrove yang tak jauh dari pantai. Mencari tempat yang rindang juga nyaman untuk mengajak Arash memulai cerita.

"Jadi, Arash mau cerita apa?"

"Perasaan kakak ke Bang Adam gimana sih?" Kenapa Arash menanyakan hal ini?

"Biasa aja, masih rasa yang sama, kita temenan."

"Hal yang Arash khawatirkan terjadi. Dari awal Arash sudah menduga kalau Bang Adam suka sama kakak. Ini juga yang menjadi salah satu alasan kenapa Arash mundur. Arash gak mau saingan sama kakak sendiri, dan Arash sadar diri kalau kakak gak mungkin pilih Arash."

"Hm, udah ah. Kakak gak mau bahas ini, kakak tahu bukan ini yang mau Arash ceritain ke kakak."

"Ini juga salah satunya."

Aku tatap manik coklatnya. "Jadi, salah duanya apa?"

Arash tampak ragu bercerita, bisa aku lihat dari manik coklatnya yang tampak sedang berpikir. Arash merogoh saku mengeluarkan ponselnya, ia menuduhkan isi DM dari seseorang bernama Raya_fitria. Aku coba lihat lagi dengan jelas, Raya? Serius Raya?

"Raya ponakan kakak itu DM aku, beberapa kali, gak aku tanggapi. Pusing deh, dulu Citra sekarang Raya. Emang Arash tuh ganteng banget, ya?"

Aku mengernyit, bisa-bisanya Arash jadi manusia kepedean gini, ketularan Sadam? Meski tak bisa aku pungkiri kalau Arash memang tampan.

Aku merogoh ponsel di tas, membuka ponsel mengklik fitur kamera.  Memasang kamera depan, menghadapkannya ke wajah Arash.

"MashaAllah, ganteng banget, anak siapa sih? Padahal ya, kamera kakak itu asli banget gak pake efek-efekan," kataku mengejek.

"Bilang aja kakak mau selfie sama Arash, pake pura-pura."

Arash rebut ponselku, ia malah gantian mengambil gambar dengan posisi Arash di depan. Aku berpose menyesuaikan Arash yang lebih pandai bergaya.

Anak Kecil Ngomongin Cinta?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang