29. Goes to Bogor 🥀 bahu tegap seorang sahabat

63 12 2
                                    

Kadang manusia hanya bisa berencana, karena nyatanya bagaimana cuaca menyapa.

Sempat berencana untuk camping, tapi sore sebelum berangkat ke Bogor, Kak Shita memberikan info, kalau sekarang sedang musim penghujan, situasi tidak memungkinkan kita untuk membuat tenda. Maka Kak Shita dengan cepat mencari villa yang bisa disewa untuk kita bermalam.

Kita sudah berada di dalam mobil, karena ada beberapa rekan kita yang tidak bisa ikut, makanya kita pakai 3 mobil saja, aku satu mobil dengan Kak Shita, Laras, Rudi, Arun, Sadam, dan Nila. Menunggu satu manusia yang tidak prepare dari jauh-jauh hari, hampir satu jam di dalam mobil tepatnya. Menunggu Laras yang rumahnya jauh.

"Ih, jangan diemin gue dong. Maaf deh gue bikin kalian nunggu." Laras menggoyangkan tubuhku, sedari tadi aku memang diam, dan memilih memejamkan mata.

"Apa sih, Ras. Suruh abangnya buat jalan aja sana," suruhku.

"Bang, let's go," pekik Laras.

Aku sengaja memilih duduk di.paling belakang, kalau di tengah ada Sadam yang pasti tidak bisa diam. Kalau di depan pasti mabuk. Sudah mah sendiri, paling depan pula. Aku di belakang bersama Laras dan Arun.

"Lo jangan muntah ya, Run," ucap Laras.

"Sembarangan, gue itu anak rantau. Dari Sleman aja ke Karawang yang jaraknya jauh gue gak mabuk perjalanan, apalagi dari Karawang ke Bogor doang yang tinggal nyebrang." Sombong sekali Arun ini, awas saja kalau ditengah perjalanan ia ngeluh mual-mual.

Perjalanan dari Karawang ke puncak sekitar 2,5 jam. Jalan tidak terlalu macet karena kita pergi bukan dihari libur. Setiap hal yang netraku tangkap selalu aku abadikan dengan ponsel, bisa kalian bayangkan story Ig banyak titiknya. Sepanjang jalan disuguhkan dengan kebun teh, andai Karawang punya.

Aku perhatikan teman-teman yang lain tengah tertidur, Nila tampak gusar, sesekali ia pijat keningnya. "Kenapa, La?"

"Punya minyak angin gak?" Ah, Nila sepertinya mabuk perjalanan. Aku ambil minyak angin di tas dan memberikannya kepada Nila.

"Mau muntah, La?" tanya Sadam cemas.

"Enggak, agak mual aja. Gak apa-apa, kok," ujar Nila. Sadam membantu memijat kening Nila pelan.

"Tidurin aja, sini nyender dibahu gue. Nanti kalau sudah sampai gue bangunin," kata Sadam.

"Bisa aja bapaknya cimol, kesempatan banget buat modus," batinku. Aku toyor kepalanya Sadam dari belakang, segera aku kembali ke posisi semula dan pura-pura memejamkan mata.

"Tangan lo kagak bisa diem, sirik aja," tuduh Sadam pada Arun. Sadam menjitak kepala Arun. Aku buka mata melirik ke arah Arun dan Sadam, Arun yang tidak tahu apa-apa hanya melongo, bingung dengan sikap Sadam.

Aku memilih fokus kembali dengan suasana Bogor ini. Sebentar lagi sampai tujuan, senangnya bisa menghabiskan waktu di kota hujan ini.

Perlahan membuka mata, aku ketiduran rupanya. Mobil berhenti tepat di halaman depan villa yang sangat cantik, cukup luas dan suasana yang nyaman sekali, beserta pemandangan yang luar biasa ini.

"Bangun guys, nyampe," ucap Kak Shita.

"Hoam, udah nyampe aja. Gue mimpi baru sampai Semarang," ucap Arun.

"Heh, upil Fir'aun, kita itu ke Bogor kagak lewat Semarang, kenapa jadi Semarang lo mimpinya? Kangen rumah lo?" ujar Laras.

"Iya woy, lebaran kemaren gue kagak balik, gara-gara tempat kerja gue gak kasih izin balik kampung. Tahu sendiri retail kayak gimana?" ucap Arun sendu. Kasihan sekali memang, tapi ya mau bagaimana, berani merantau berani menampung rindu.

Anak Kecil Ngomongin Cinta?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang