Acara pertunangan Laras dimulai setelah isya, semua berjalan dengan lancar. Aku memeluk erat tangan Kak Shita, ikut berbahagia menyaksikan acara penuh cinta ini.
"Gue kapan ya, Kak," ucapku lirih.
"Kapan-kapan, Dek."
"Lo kapan?"
"Kapan-kapan adekku sayang."
"Lo dirunghal (didahului), Kak."
"Lo juga sama," kata Kak Shita penuh penekanan. Sebal mungkin dengan ucapanku barusan, tapi aku suka melihat Kak Shita yang ngegas kayak gini.
Setelah acara selesai, aku, Kak Shita dan teman-teman yang lain berfoto bersama Laras. Dengan bangga dan senangnya Laras memamerkan cincin yang melingkar manis di jarinya.
"Besok-besok, kita kumpul di acara kayak gini lagi, ya. Acaranya Sadam sama Haura," kata Laras. Aku menatapnya sebal.
"Ah, sini tangan lo," pinta Sadam.
"Eh, mau ngapain?" Tiba-tiba Sadam memasukan benda yang dibuat melingkar seperti cincin ke jari manisku.
"Fotoin dong gais, ini acara double engagement, Laras sama Bang Adi, gue sama Haura." Aku toyor kening Sadam. Gemas dengan kelakuannya ini.
"Tunjukkan, Ra!" suruh Sadam. Sadam menarik tanganku yang sudah melingkar cincin buatan Sadam itu, dan menunjukannya sebagaimana orang-orang yang baru lamaran menuduhkan itu.
"Sumpah, gue nangis punya temen yang kelakuannya gak jelas kayak lo. Gini amat hidup!"
"Biar lo merasakan kalau tunangan tuh kayak gini rasanya," ujar Sadam.
"Lo berdua cocok banget asli. Foto kalian bakal viral satu kelas, siap-siap jadi bahan gibahan anak-anak," seru Arun. Manusia itu tangannya juga tak kalah jail.
"Ya udah, kita makan yuk! Dari tadi pada jaim banget gak mau sentuh makanan, gue tahu kalian pada lapar, kan?" Laras memang paling pengertian soal ini.
"Gue jaim juga namanya tahu diri, masa acara belum mulai udah makan aja!" Ah, ucapan Rudi barusan seperti sebuah sindiran.
"Kok kesindir ya," ledek Kak Shita.
"Iya, gue emang gak tahu diri. Puas lo!"
Kalap melihat banyak makanan yang Laras suguhkan, enak-enak sekali. Makanya aku makan lebih dulu, ya karena memang lapar juga.
Selesai makan, aku duduk di teras rumah Laras, sambil menunggu teman-teman yang lain selesai makan. Hari sudah semakin larut, pandanganku jauh menatap langit gelap. Bintang berkedip seakan mendukung acara baik ini.
"Keberhasilan dalam suatu hubungan adalah gimana kita bisa mengalahkan ego, keberhasilan dalam suatu hubungan adalah bagaimana cara kita percaya terhadap pasangan dan mampu terbuka dengan teman." Aku melirik ke samping kiriku, ternyata Bang Adi yang berbicara begitu.
"Eh hai, Bang."
"Makasih, gue gak bisa ngomong apa-apa lagi. Gue cuma mau bilang makasih banyak sama lo. Andai aja waktu itu lo gak ngobrol sama Laras, mungkin lain cerita."
"Lo denger apa yang gue bicarain ke Laras?"
"Iya, dan gue makasih banget sama lo. Lo emang sahabat yang baik buat Laras. Mulut lo ajaib juga sampai bisa mempengaruhi seseorang."
"Hhh, gue cuma ngerasa perlu ngomong kayak gini aja sih, karena gue peduli sama Laras. Ada saatnya seseorang harus bisa mengambil sikap, dengan cara mengalahkan egonya yang besar itu. Jaga Laras ya, Bang. Gue percaya sama lo."
"Pasti! Gue masuk dulu ya. Jangan suka sendirian, coba buka hati untuk seseorang. Ada masanya kita butuh teman yang bisa diajak cerita perihal masa depan." Aku mengernyit, kenapa Bang Adi bicara seperti itu? Apa Laras cerita yang tidak-tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Kecil Ngomongin Cinta?
Ficção AdolescenteTAK KENAL MAKA TEMENAN! ADA BAIKNYA FOLLOW SEBELUM BACA HIHI BERTEMAN ITU INDAH KAWAN, BOLEH CHAT AKU JIKA MAU NGOBROL-NGOBROL ATAU KENALAN (siape elu, ngapa gua harus kenalan sama elu? Sok akrab bet dah ngajak ngobrol wkwk) Beri dukungan dengan vot...