Mata kita tertuju, pada dua orang yang akan menyampaikan satu informasi yang menurutku sebenarnya tak penting, tapi juga harus.
"Gini ya temen-temen, tolong minta perhatiannya sebentar. Gue, sama kak Shita tepatnya, kemarin diskusi. Gimana kalau habis UAS kita liburan. Kita refreshing sebelum sibuk sama tugas akhir. Dan tepat juga soalnya kan tahun baru. Gimana?" usul Rudi.
"Iya, untuk dananya kita pakai uang kas aja. Uang kas kita cukup untuk biaya transportasi, kalau jajan ya tanggung sendiri," sambung kak Shita.
"Emang mau liburan kemana? Gue sih ayo aja," sahutku.
"Nah, untuk itu kita voting aja, gue sih sama kak Shita pengennya kita ke Bogor, muncak. Nginep di villa, kak Shita kan lebih tahu dan punya rekomendasi beberapa villa yang murah tapi nyaman di sana." Benar juga kata Rudi. Muncak seru kayaknya.
"Tapi itu semua kita balikin ke kalian, kalian maunya dimana?"
"Mantai aja, Rud. Seru kayaknya," saran Nila.
"Atau kita camping aja, kayak waktu semester 2. Di Bandung," tambah Laras.
"Ke Jogja aja atau Bali," ucap Sadam.
"Iya, seru tuh ke Jogja, sekalian gue pulang kampung," timpal Arun.
"Kalau buat ke Jogja atau Bali kayaknya enggak deh, Dam. Kita nyari yang low budget. Toh cuma refreshing, paling 2 hari. Kalau mau yang jauh mah entaran aja habis wisuda. Gimana?" saran Rudi.
"Setuju! Kalau kata gue mah mending kita camping kayak dulu. Tapi di puncak, Bogor. Kalau mau yang jauh-jauh mending entaran, bener apa kata Rudi, habis wisuda aja. Mending pada nabung dulu gih, masih lama ini." Semua setuju dengan saran kak Shita. Ah liburan. Rindu liburan.
***
"Lama banget sih si Danar. Duh, kalau telat pasti kena hukum nih." Mau berangkat kuliah ada aja masalahnya, motor dipinjam Danar, sudah dibilang kalau aku kuliah pagi hari ini, tapi Danar malah pergi lama.
Tin tin tin
"Nih, Teh. Maaf macet banget Deket tol." Danar menyerahkan kunci motornya.
"Ya udah, gue mau berangkat, turun dari motor gue," ketusku.
"Galak amat pagi-pagi."
"Lo mengancam pagi indah gue, dosen gue ngasih toleransi telat 15 menit doang."
Aku lajukan motor dengan kecepatan diatas 40 km/jam. Diperapatan arah kampus aku lihat Sadam tengah mendorong motornya.
"Kenapa, Dam?" Aku hentikan motor depan Sadam.
"Bocor!"
"Di depan ada bengkel. Lo nebeng gue aja, motor lo tinggal di bengkel," Sadam mengangguk.
Aku dan Sadam tukeran posisi, Sadam yang mengendarai motor. "Dam, lo kok dari arah sana, tumben? Biasanya lo males kalau lewat situ, jauh?"
"Gue nginep di kostannya upil Fir'aun. Bangs*t gue gak dibangunin. Udah gak dibangunin, motor pake bocor lagi. Lo sendiri jam segini belum nyampe kampus kenapa?"
"Ah, itu—" tiba-tiba motornya mogok. "lah kenapa, Dam," tanyaku cemas.
"Coba lo turun dulu, biar gue cek." Sadam cek tangki bensin. "Ra, motor lo habis bensin." Raut wajah Sadam terlihat begitu pasrah.
"Ahhh, si Danar nih kelakuannya. Minjem motor bensinnya gak diisi lagi. Gimana nih?" kataku panik.
"Dorong aja lah, udah deket ini. Nanti isi bensinnya pulang ngampus aja," saran Sadam. Aku dan Sadam mendorong motor ke parkiran. Lari-larian menuju kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Kecil Ngomongin Cinta?
Roman pour AdolescentsTAK KENAL MAKA TEMENAN! ADA BAIKNYA FOLLOW SEBELUM BACA HIHI BERTEMAN ITU INDAH KAWAN, BOLEH CHAT AKU JIKA MAU NGOBROL-NGOBROL ATAU KENALAN (siape elu, ngapa gua harus kenalan sama elu? Sok akrab bet dah ngajak ngobrol wkwk) Beri dukungan dengan vot...