Malam itu aku masih tak percaya, rasanya seperti mimpi menerima lamaran Sadam. Ternyata Sadam benar serius dengan ucapannya. Aku menghargai betapa dia mau berjuang. Aku belum mencintai Sadam, tapi jujur dari lubuk hati terdalam, aku sangat menyayanginya. Entah bagaimana dan dengan cara apa nanti cinta akan hadir. Yang jelas, aku berharap pada Tuhan, aku bisa mencintai Sadam lewat sikap baiknya, ketulusannya mencintaiku.
Langit cerah, Sadam baru saja menghubungiku minta bertemu. Padahal tadi pagi kita bertemu, bahkan dia yang mengantarku pergi ke kantor. Kak Ning sampai bingung melihat aku datang dengan laki-laki yang tak ia kenal sebelumnya.
"Pagi, Dek."
"Pagi, kak Ning."
"Itu siapa? Tumben gak minta diantar sama dedek gemes?" Ya, dedek gemes yang dimaksud adalah Arash.
"Dedek gemesnya lagi sekolah, cari ilmu biar pintar. Dia masih dibawah umur, kak. Nanti aku yang kena semprot sama kak Seto. Lagipula sejak kapan Arash antar aku, dia kan biasnya jemput aja."
"Kak Seto mana tahu, memangnya kamu melakukan pelecehan?"
Aku tersenyum, Sadam masih di sana, mematung mendengarkan obrolanku dengan kak Ning. Aku hampiri dia, menggandeng lengannya.
"Kak, dia calon suami aku, namanya sadam-kakaknya Arash." Aku kenalkan Sadam pada kak Ning. Tanpa ragu aku menyebut Sadam calon suami. Sadam tersenyum sambil merendahkan kepalanya.
Kak Ning menganga, matanya membulat, nampaknya tak percaya.
"Kak, iler."
Kak Ning refleks mengusap bibirnya. "Kualat ya sama gue. Orang gak ngiler."
"Ya kak Ning biasa aja dong lihatin Sadam, sampai mau ngeces gitu. Jangan bilang kakak suka sama dia," tunjukku pada Sadam, "kalau mau ambil aja," candaku.
Sadam menoyor kepalaku. Kurang ajar memang.
"Mulut lo sembarangan, minta dicium?" kata Sadam. Aku tepuk mulutnya yang asal ceplos itu.
"Kalian lucu banget sih. Jadi, kamu tuh deketnya sama adeknya apa sama abangnya sih, dek? Kalau lagi sama Arash kamu deket banget kayak orang pacaran, tapi kagetnya aku, kamu malah mau nikah sama abangnya," bingung kak Ning.
"Sadam sahabat aku, kak. Kalau kakak tanya siapa yang lebih aku sayang, tanpa mikir aku pasti jawabnya Arash," ucapku. Ini jujur, dari lubuk hati terdalam.
Sadam di sampingku tengah merengut. "Oh, gitu?" kesal Sadam.
"Ya emang gitu, lo kan tahu?"
"Ya udah gue pulang. Nanti minta dijemput Arash aja pulangnya."
Sadam kalau cemburu memang lucu. Aku kejar dia, memeluknya dari belakang. Entahlah, bagaimana bisa aku melakukan ini.
"Jangan ngambek, gue sayang sama lo, Sadam husdi."
"Oh ya?"
"Gue emang sayang sama Arash, sangat. Tapi, gue juga sayang sama lo. Satu hal yang harus lo tahu, gue gak pernah belajar mencintai Arash. Tapi, gue selalu berusaha belajar mencintai lo, mulai tadi malam."
Sadam diam, tanganku masih memeluknya. Aku yakin, dia sekarang pasti sedang blushing. Ingin sekali mengintip wajah Sadam yang sedang berseri. Tapi menghirup aroma tubuh Sadam dari belakang lebih aku sukai. Tak tahu, tapi mungkin ini akan menjadi hobi baruku, sangat nyaman.
Sadam melepaskan pelukanku, menatapku yang lebih pendek darinya. "Bisa-bisanya lo buat gue deg-degan, bikin gue salting pagi-pagi."
"Lo aja bisa, kenapa gue enggak. Kali-kali gue, jangan lo terus."
![](https://img.wattpad.com/cover/241304284-288-k569143.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Kecil Ngomongin Cinta?
Novela JuvenilTAK KENAL MAKA TEMENAN! ADA BAIKNYA FOLLOW SEBELUM BACA HIHI BERTEMAN ITU INDAH KAWAN, BOLEH CHAT AKU JIKA MAU NGOBROL-NGOBROL ATAU KENALAN (siape elu, ngapa gua harus kenalan sama elu? Sok akrab bet dah ngajak ngobrol wkwk) Beri dukungan dengan vot...