"Haura," ucapnya gugup.
"Hai, La. Lama gak ketemu. Duluan ya!"
"Ra, gue bisa jelasin," ucapnya.
Aku tersenyum, menepuk bahu Nila pelan. "Gak perlu jelasin apa-apa, gue gak bakal ngomong ke Sadam. Bukan urusan gue juga sih. Duluan ya."
Apapun masalah kalian. Apapun yang Nila sembunyikan. Yang jelas itu bukan urusanku. Aku hidup bukan untuk mengurusi masalah pribadi seseorang.
Segera aku hampiri Laras yang ada di supermarket. Aku lihat Laras yang sedang memasukan mie instan ke dalam trolinya. Anak itu, mie instan mulu, anak kost yang katanya banyak duit tapi nyetoknya mie instan.
"Gendut entar, mie mulu."
"Habisnya cuma mie yang punya banyak rasa, mau ayam geprek ada, mie Aceh ada, rendang ada, soto ada, Kari ada, sambal matah ada, udah gitu murah, lo gak perlu beli rendang yang harganya cukup nguras kantong, gampang buatnya, praktis."
"Serah lo."
Laras mengantri di kasir lebih dulu, sedangkan aku masih sibuk mencari hal yang ingin aku beli di sini. Setelah menemukan yang aku mau, aku hampiri Laras dan memasukkan sesuatu yang aku beli ke troli Laras.
"Lo muter-muter dari tadi cuma beli es krim satu?"
"Yang gue cari gak ada, daripada gak beli apa-apa yang mending beli es krim, kan?"
"Jajan di Alfa aja mending."
"Jangan marah-marah dong. PMS lo? Nih, sekalian gue nitip duitnya. Goceng!" Laras memijat-mijat keningnya.
"Ambil aja duitnya, goceng doang gue bayarin."
"Dih, ya udah makasih."
Setelah mengantri cukup lama akhirnya selesai juga. Aku membuka es krimnya, takut cair juga karena kelamaan.
"Mau langsung balik?" tanya Laras.
"Iya."
"Gue juga ah, berat bawa belanjaan kalau mesti jalan-jalan lagi." Aku mengambil plastik yang di bawa Laras, sebagai sahabat yang peka tentunya mengerti arti dari ucapan Laras barusan. Minta di bantuin maksudnya.
"Peka banget, makin sayang gue sama lo." Aku melirik Laras dengan tatapan malas. "Eh bentar, gue titip dulu dong satu lagi, mau ke toilet dulu."
"Ih, nyebelin. Tadi gue ajak ke toilet gak mau. Giliran punya belanjaan banyak banget gini malah pergi ke toilet, dasar!"
Aku menunggu Laras dekat toko kue, aku melihat Nila lagi dengan pria itu, tapi kali ini dengan Sadam. Aku lihat Nila masih menggandeng tangan laki-laki itu, tapi kenapa Sadam biasa saja. Malah mereka terlihat begitu akrab. Sadam kenalkah dengan pria itu? Apa pria itu kakaknya Nila? Ah, sepertinya bukan. Perlahan aku dekati mereka, tanpa mereka sadari aku ada tak jauh dari mereka.
"Dam, lo tahu gak? Gue ketemu Haura, dia mergokin gue sama Dion lagi jalan bareng sambil gandengan. Gue mau coba jelasin tapi Haura gak mau denger. Duh gimana ya?"
"Lo mau coba jelasin apa? Mau jujur ke Haura kalau lo sama gue cuma pura-pura pacaran, lo mau jelasin kalau Dion ini pacar lo? Gak usah, biar gue aja yang jelasin," ungkap Sadam.
Pura-pura? Kenapa harus pura-pura?
"Tapi gue gak enak sama Haura, gue udah marah-marah sama dia, itu semua gara-gara lo, gara-gara lo mau nguji Haura suka sama lo apa enggak, gara-gara lo mau tahu reaksi Haura bakal kek gimana, nyatanya dia biasa aja, malah lo yang kena semprot, kan?" ujar Nila.
"Hati-hati, entar lo kena batunya. Jangan suka nguji cewek," kata pria bernama Dion itu.
"Gue bahkan udah kena tabok."
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Kecil Ngomongin Cinta?
Fiksi RemajaTAK KENAL MAKA TEMENAN! ADA BAIKNYA FOLLOW SEBELUM BACA HIHI BERTEMAN ITU INDAH KAWAN, BOLEH CHAT AKU JIKA MAU NGOBROL-NGOBROL ATAU KENALAN (siape elu, ngapa gua harus kenalan sama elu? Sok akrab bet dah ngajak ngobrol wkwk) Beri dukungan dengan vot...