32. Mengigau pisang

71 12 0
                                    

Dari kejadian tadi, Sadam di bawa ke klinik. Sedangkan aku Laras ajak ke Villa untuk mandi dan ganti baju. Aku sudah siap dengan kaos lengan panjang serta celana kulot yang aku kenakan. Laras menatapku tajam, tanpa senyum dan raut wajah yang terlihat serius.

"Mau kemana?"

"Jenguk Sadam, mau lihat kondisi dia."

"Udah balik, ada di kamarnya."

"Ya udah, gue mau samperin dia."

"Udah beres-beres emang?" aku mengangguk.

Aku  lihat ada pisang di atas meja. "Wih, ada pisang. Mau ya."

"Eh—" aku mengambil beberapa, satu pisang aku makan dan sisanya aku masukan ke saku celana.

"Jangan pelit-pelit, Ras," kataku.

Kak Shita masuk ke kamar begitu saja. "Mau kemana, lo?"

"Lihat kondisi Sadam, Kak."

"Cie perhatian banget," ejek Kak Shita.

"Ya mau bagaimanapun Sadam kayak gitu gara-gara gue, Kak. "

"Hmm... Eh tunggu, anak monyet mana nih yang nyolong pisang gue? Kok tinggal segini? Tadi perasaan waktu gue tinggal utuh deh." Kak Shita menatapku dan Laras bergantian.

Duh, kirain punya Laras pisangnya. "Kakak baik deh. Aku minta pisangnya ya," cengirku tak berdosa.

"Hm, ya udahlah, udah lo makan juga," ucap Kak Shita pasrah.

"Sayang Kak Shita banyak-banyak. Makasih ya."

Aku keluar, menghampiri Sadam yang tengah tidur di sofa. Wajahnya tidak begitu pucat seperti tadi. Aku memilih duduk di sampingnya, melihat kondisi kakinya yang sudah di balut perban.

"Ra, Haura." Aku celingukan ke setiap sudut ruangan di Villa ini. Hm, kenapa Sadam ngigau panggil namaku. Kalau ada yang lihat atau dengar bagaimana?

Suara candaan teman-teman terdengar. Apakah mereka mau masuk ke sini? Sadam masih saja memanggil namaku dalam tidurnya. Aku ambil pisang dalam saku celanaku, memasukkannya ke mulut Sadam berharap anak ini bangun segera.

"Emm, apaan nih? Kok manis?" ucap Sadam. Akhirnya bangun juga. "Ra, ish kok ada pisang sih?" heran Sadam.

"Ah, iya. Gue yang kasih lo pisang. Soalnya lo ngigau pengen pisang, untung gue ngantongin pisang hasil nyolong punya kak Shita."

"Ngigau pisang? Masa sih?"

"Iya, lo kan tidur, mana lo tahu, kan?"

"Ah, masa iya? Di mimpi gue gak pengen pisang loh, kenapa jadi ngigaunya pisang ya?" Aku tersenyum kaku, hm bohong dikit gak apa-apa kali ya.

"Lo ngapain pake celana gober? Celana emak lo, ya?"

"Norak, lo. Namanya celana kulot ya gober."

"Jangan dipake lagi. Lo tuh mending pake rok, cakep!"

"Komen mulu, dasar netizen. Lo beliin kagak," ucapku sedikit tak terima. "Ya udah, gue mau ke kamar dulu ya. Bentar lagi balik, kan?" Sebelum pergi aku tepuk kaki Sadam yang terluka. Ah gemas sekali rasanya.

"Ra..." pekiknya.

"Sengaja," ucapku dan langsung pergi begitu saja.

***

Aku sudah siap di atas motorku, beserta bawaan dan oleh-oleh yang sempat aku beli di jalan. Tidak banyak yang aku beli, hanya sekedar makanan ringan yang memang ringan dibawanya.

Karena titik kumpul itu di rumah Kak Shita, maka motorpun dititipkan di sini. Arun sibuk dengan bawaannya, begitupun Sadam. Ah, manusia ini, bagaimana dia pulang?

Anak Kecil Ngomongin Cinta?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang